Bagaimana rasanya jika sesuatu yang mustahil justru terjadi? Senang bukan main pastinya, seperti yang sedang dirasakan Biru karena disamperin Sagara. Catat ya saudara-saudara, disamperin Sagara!
Biru lagi leha-leha di koridor fakultasnya sambil scrolling medsos saat Rega dan Kastara datang bersama cowok yang sering Biru sebut Pak Guru jika sedang dibicarakan bersama dua sahabatnya ini.
"Lah, njir ini gue mimpi apa enggak sih?" Saking kagetnya karena liat sosok Sagara senyum kepadanya.
"Udah, Pak, balik lagi aja sana," usir Rega berusaha menggoda Biru.
Sagara berbalik dan Biru buru-buru nyambar tangannya.
"Heh, Sagara, aduh awas Lo ya, Ga?" tunjuk Biru lalu berdiri mensejajarkan diri dengan Sagara trus nunjuk-nunjuk sama Rega.
"Pinjam dulu Biru-nya ya," pamit Sagara seperti biasa suaranya memang pak guru banget. Sopan, lembut, tipikal guru-guru yang disukai muridnya.
Setelah mendapatkan jawaban dari Rega dan Kastara, Biru beneran dibawa Sagara. Kaya urgent banget gitu, lho.
Sagara nunggu di depan parkiran, dia lihat gerak gerik Biru yang sedang mengeluarkan motor dari barisannya. Wajahnya terlihat sangat bahagia, mungkin karena Sagara yang nyamperin. Karena setelah mereka meresmikan hubungan, Sagara tidak pernah nyamperin Biru. Biru yang selalu datang dan bantu Sagara dalam keadaan apa pun.
Setelah dapat helm dari Biru, Sagara buru-buru memakainya dan duduk di boncengan. Ada lalu lalang mahasiswa yang mungkin penasaran sama Biru yang boncengin Bapak-bapak macam dirinya. Agak malu juga sebenarnya.
"Kemana Sagara?" tanya Biru.
"Bebas, cari tempat yang memungkinkan buat ngobrol serius. Kamu sudah makan? Nyari resto aja kalau belum," perintah Sagara.
Biru tidak menjawab, dia membawa motornya sampai tiba di depan toko oleh-oleh khas kota Bandung.
"Mau beli apa?" tanya Sagara.
"Ayo masuk aja," ajak Biru.
Sagara mengekori Biru, keduanya melintasi display toko paling ujung. Ada banyak cokelat, permen dan kudapan-kudapan yang digadang-gadang merupakan oleh-oleh dari kota kembang ini. Di ujung lorong ada tangga menuju lantai dua, Biru naik, Sagara masih setia mengekori.
Begitu tiba di ujung tangga, barulah Sagara tahu bahwa tempat ini adalah restoran. Sagara benar-benar baru tahu, lantas dia memilih meja paling ujung yang berada di balkon toko. Dari sana Sagara bisa melihat suasana jalanan kota Bandung yang padat dan merayap.
"Ya udah, apa yang bawa kamu datang bela-belain gitu sampe ke kampus, pasti ada sesuatu yang penting, bukan?"
"Hmm ... Tadinya mau nunggu sore, karena saya yakin sore pasti kamu datang, tapi kelamaan sih, mumpung siang begini. Jadi begitu jam ngajar saya habis ya saya pulang."
Biru menatap Sagara, mencari celah dari matanya, takut banget kalau tiba-tiba Sagara minta putus atau apa. Sedangkan dia sudah bilang mau kerja jauh dari Bandung. Ya meski jaraknya masih bisa dikejar dengan sepeda motor dengan waktu tempuh hitungan jam saja.
Seorang pramusaji datang membawakan buku menu lalu mencatat pesanan Biru dan juga Sagara. Biru memesan cumi cabai hijau, nasi putih dan capcai seafood. Sedangkan Sagara memesan udang saus Padang dan nasi putih. Capcaynya nanti minta saja jatah Biru, toh Sagara gak begitu suka sama sayuran. Sambil nunggu hidangan datang, mereka hanya ngobrol ringan ngomongin restoran yang baru Sagara ketahui ini.
"Mau ngobrol sambil makan apa makan dulu?" tanya Biru begitu hidangan mereka tersaji.
"Sambil makan gak apa-apa, santai aja jangan terlalu tegang, saya gak minta putus, kok," goda Sagara, jujur, Biru sedikit lega. Sejak tadi dia mikirin Sagara gak mau LDR terus dia ngajak ngomong serius tuh buat ini.

KAMU SEDANG MEMBACA
SAGARA BIRU [END]
RomanceTakdir selalu tidak terduga. Luka Sagara berganti tawa karena Biru. Takut Sagara sirna bersama Biru. Biru bukan sekadar anak mahasiswa berusia 21 tahun. Lebih dari itu, Biru adalah segalanya bagi Sagara. (21+) Semoga kalian bijak memilih bacaan.