Chapter 14

1.4K 97 4
                                        

Sagara mengakhiri sesi mengajarnya bersamaan dengan bel tanda jam pelajaran telah usai, berdering. Seluruh siswa di kelasnya berhamburan tak sabar menenteng tas masing-masing. Sejak pengakuan kepada Jingga dan anak itu tahu kalau wali kelasnya ternyata adalah calon kakak iparnya, Jingga selalu curi-curi pandang dan senyum lebar saat ketahuan. Sagara pikir itu lucu, rasa sayangnya pada Jingga bertambah.

"Langsung pulang?" tanya Sagara begitu melihat Jingga masih duduk tenang di bangkunya, mencatat sesuatu di buku dengan lembar lembar kertas berwarna pink.

"Ada janji dulu sama temen, tapi gak langsung pulang. Janjian sama aa di BEC, Pak."

Mata bening Jingga menatap Sagara takjub, perempuan itu tidak menyangka wali kelasnya adalah calon kakak iparnya. Terdengar familiar, seperti judul sinetron ikan terbang. Mimik wajah Jingga terlihat seperti sedang tersenyum, padahal bibirnya terkatup. Khawatir akan keceplosan depan Sagara, karena walau bagaimanapun juga ini di lingkungan sekolah dan Sagara wali kelasnya.

"Oh iya, sekalian bilang sama aa kamu hari ini gak usah jemput, Bapak gak ngisi privat, langsung pulang."

Sagara sudah diberitahu Biru tentang rencananya memberikan seperangkat modal untuk Jingga. Sagara setuju, karena memang keputusan ini jauh lebih baik dibandingkan dengan membuka Warmindo dan warung kopi rencana Biru. Sagara sangat berharap Biru bisa fokus dengan studinya, menyelesaikan program magang dan mulai menggarap skripsi.

Depan ruang guru, Anita yang hari ini mengenakan setelan Blazer merah marun dengan kemeja dalamannya berwarna putih berdiri. Dia tidak masuk, seperti sengaja menunggu Sagara.

Benar saja, senyumnya mengembang seperti parasut penerjun saat hendak mendarat di daratan.

"Mas, katanya udah pindah, ya?" tanya Anita. Seingat Sagara dia belum bicara sama siapa pun di sekolah ini tentang kepindahannya.

Oh, benar, dari siapa lagi kalau bukan papanya?

"Kamu berhenti campuri urusan saya, bisa?" tanya Sagara. "Dan berhenti menemui papa saya untuk mendapatkan informasi murahan seperti ini."

Nada suaranya dingin sekali, tidak ada senyum, tidak ramah. Dia hanya malas meladeni perempuan ular seperti Anita.

"Mas!" Anita sedikit berteriak, beberapa guru di ruangan itu menoleh.

"Eh, maaf, kirain gak ada siapa-siapa, Mas Saga, boleh diskusi sebentar?"

"Maaf, Bu Anita, saya sudah ditunggu."

Sagara masuk ke kubikelnya, dia menyimpan buku dan beberapa bahan ajar lalu pamit pada beberapa guru yang ada di sana.

"Mas," panggil Anita, perempuan itu terus mengekori Sagara.

"Mas mau sampai kapan nyiksa diri begini, Mas bisa hidup enak, Mas bisa dapat apa yang Mas mau. Mas denger gak sih?"

"Stop panggil saya, Mas. Bu. Saya bahagia dengan hidup saya sekarang, mau gimana pun papa saya berusaha menghancurkan saya, saya tidak akan goyah."

Anita mematung, Sagara menyetop angkot, ikut berdesakan bersama anak-anak yang baru saja bubaran kelas.

Dari dalam angkot, Sagara bisa melihat bagaimana Anita terlihat kesal. Anita sebenarnya perempuan cantik dan baik. Dia anak dari keluarga terpandang dan berpendidikan tinggi. Sagara kenal dengan Anita sejak kuliah, Sagara dan Anita pernah ada di program yang sama untuk memperingati bulan bahasa.

Awalnya kedekatan mereka hanya sebatas perwakilan masing-masing fakultas untuk perayaan itu. Sagara banyak membantu Anita begitu pun Anita. Sayangnya Anita menyalah artikan kebaikan Sagara. Dia terlalu berbesar hati mengira Sagara menaruh rasa kepadanya.

SAGARA BIRU [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang