Chapter 11

1.4K 99 8
                                        

"Saya bilang juga apa, ngapain coba barangnya dimasukin ke rumah kalau sekarang harus dipindahkan lagi. Kan mending biarin aja kemarin di mobil," gerutu Biru seraya memasukkan kembali barang-barang Sagara ke dalam mobilnya.

Kemarin emang sempat debat antara dia dan Sagara. Menurut Sagara, barangnya disimpan aja dulu, lama-lama dalam mobil takut mobilnya lecet atau justru barangnya yang rusak. Mengingat, barangnya banyak dan berjubel di mobil.

"Ya udah, kamu kalau capek diam aja, toh saya yang mindahin sendiri, kok. Sejak awal saya minta bantuan kamu karena butuh kendaraan aja, loh. Bukan buat kuli angkut juga. Udah diem daripada ngomel terus, pusing saya dengernya."

"Berasa dimarahin istri," goda Biru.

"Jangan lancang kamu, Biru!"

Tawa Biru terdengar sampai luar pagar membuat seorang gadis yang baru saja pulang berdiri sejenak. Padahal seharusnya Biru belum pulang, makanya Jingga buru-buru pulang sebelum keduluan. Kalau sudah begini, mau bagaimana?

"Loh, Arsyila!" Sagara yang pertama kali sadar dengan keberadaan Jingga. Gadis itu terkesiap lalu mendekat dengan perlahan. Dia menyodorkan tangan kepada Sagara dan menciumnya. Biru melihat Jingga, dia membawa lunch bag, dan kotak persegi dengan ukuran cukup besar.

"Apa itu, Ngga?" selidik Biru.

"Bukan apa-apa, ini punya temen nitip, bentar lagi diambil. Aku masuk dulu, ya, A?"

Biru mengangguk, meski dirinya masih penasaran dengan barang bawaan Jingga.

"Kalau ada orang datang nanyain saya, kamu tinggal jawab tidak tahu apa-apa. Hubungan kita hanya sebatas saling bantu dan memberikan jasa. Setuju, ya?" ucap Sagara tiba-tiba. Tidak memberikan kesempatan kepada Biru untuk mencerna semuanya. Biru diam saja, menatap Sagara.

"Bilang iya apa susahnya, sih?" gerutu  Sagara.

"Iya, tapi saya penasaran, deh, kamu sebenarnya nganggap aku apa, sih?" tanya Biru.

"Sudah berani cium-cium, sudah berani pegang-pegang, telanjang bareng hampir senggama, memang apalagi?"

"Heh? Pacaran?" wajah lelaki itu seketika berbinar, matanya yang bulat indah melotot sedikit.

"Terserah kamu nganggapnya apa, yang penting saat ini kita berada dalam satu hubungan, udah gitu aja."

Sagara memberikan tangannya sebagai kode untuk tetap diam saat Biru hendak memeluknya.

"Ah gak asik!"

"Jangan sembarangan kamu, kita ada di luar rumah. Orang-orang bisa lihat."

"Berarti kalau di dalam boleh?"

"Biru, saya batalkan ucapan saya tadi, ya?"

"Iya deh iya, tapi kapan sih kita resminya?"

"Memangnya penting?" tanya Sagara, segera lelaki itu masuk ke mobil, duduk di kursi penumpang samping sopir dan duduk dengan tenang. Biru diam sejenak, mungkin sedang mikir, kok tiba-tiba jadian.

Sagara meraih roda kemudi dan menekan klakson sampai Biru melompat karena kaget.

"Jahat banget, sih!" gerutu Biru begitu masuk di belakang kemudi.

"Lagian, melamun!"

Sagara tahu mungkin Biru sedang mencerna apa yang terjadi. Biru masih muda, dia masih harus meresmikan sebuah hubungan melalui kegiatan simbolis. Dengan bunga, atau kalimat-kalimat gombal diakhiri dengan kemesraan. Sedangkan untuk orang setua Sagara semua itu sudah tertinggal jauh bertahun-tahun lalu. Dia juga biasa berkomitmen dengan partnernya setelah bercumbu, tidak ada deklarasi hari ini kita jadian, dan lain sebagainya.

SAGARA BIRU [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang