Chapter 26

1K 85 10
                                        

Dear, Readers. Tolong siapkan hati kalian.

Satu hal yang Sagara sukai dari Biru adalah dia yang tidak pernah meminta Sagara untuk selalu ada di sisi Biru. Biru terbilang masih muda, masih sangat muda tapi tidak seperti mantan-mantannya Sagara yang selalu menuntut agar Sagara selalu meluangkan waktu untuk mereka. Dengan Biru Sagara nyaman, dia tidak harus kerepotan membagi waktu. Toh kalau sudah waktunya bertemu pasti keduanya akan bertemu juga.

Biru pernah menghubungi Sagara dan ternyata dia lagi down banget. Nangis-nangis habis ketemu sama ayahnya, Biru sampai tidak bisa bawa motornya buat pulang. Dan itu bagi Sagara wajar juga, toh sebagai pacar dia juga ingin dibutuhkan oleh pasangannya.

Namun, pagi ini tidak seperti biasanya. Sagara yang sibuk dengan berkas-berkas pembangunan yayasan barunya harus meninggalkan itu semua dan bergegas menuju rumah mereka. Justru karena tidak biasa Sagara didesak Biru agar datang ke rumah membuat Sagara gusar. Pasti terjadi sesuatu, karena Sagara tahu, Biru bukan orang lebay.

"Ada apa, Ru?" tanya Sagara begitu masuk rumah. Biru berdiri di dapur yang baru selesai proses renovasinya. Dia memakai celemek bergambar bunga matahari dan tersenyum.

"Ru, kamu baik-baik aja?"

"Ayo, sarapan bareng."

"Kamu panggil saya cuma buat ini?" tanya Sagara, bukan Marah, lebih ke lega karena kekhawatirannya tentang Biru tidak terjadi.

"Iya, aku masak, aku mau kita makan bareng pagi ini."

"Tapi saya sudah sarapan tadi, ini makan siang pun masih dua jam lagi. Dalam rangka apa sih? Tumben banget?"

"Jadi gak mau?"

"Gak ada yang bilang gak mau, ayo makan, Jingga gimana?"

"Jingga lagi antar Katia bikin paspor," jawab Biru sambil memberikan piring berisi nasi dan lauknya kepada Sagara.

"Jingga enggak sekalian bikin juga?"

"Jangan lupa dulu kami orang kaya, liburan keluar negeri itu udah kaya jalan ke Jakarta aja."

Sagara membeku, dia biarkan tangan yang hendak mengambil sambal menggantung di udara. Hatinya gerimis, dia pandangi Biru dia tampak santai menyendok nasi dan ikan gurame asam manisnya.

"Progres skripsi kamu gimana? Dosen pembimbingnya udah dapet?"

"Gak tau, lagi gak kepikiran soal skripsi. Aku capek, rasanya gak mau lanjut."

"Lah, tinggal selangkah lagi aja. Kalau capek boleh istirahat aja bentar, kamu mau liburan?"

"Kayaknya orang kayak aku gak berhak senang-senang, Sagara."

Sagara lagi-lagi diam, dia memang merasa aneh dengan tingkah Biru. Sejak pertama kali masuk rumah, Biru memang senyum, tapi wajahnya kusut banget. Biru juga lebih diam padahal biasanya cerewet.

"Bicara apa, sih?"

"Bicara kenyataan." Biru mendorong piringnya. Padahal Sagara lihat dia baru makan beberapa suap.

Biru membuka celemeknya, merapikan meja padahal Sagara masih makan. Tingkahnya aneh, bahkan beberapa kali Sagara lihat Biru mengusap matanya seperti menghapus air mata.

"Kamu kenapa, Ru. Ada masalah sini cerita."

"Sagara, ayo putus!"

Sagara jelas jelas kaget, dia sontak berdiri dan menghampiri Biru. Biru sendiri terus menghindar dan tidak mau mengangkat wajahnya.

"Ayo putus!" Suaranya melemah, sementara itu Sagara berusaha mencekal lengan Biru.

"Tatap mata saya, Ru, lihat sini!"

SAGARA BIRU [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang