"Apa?" tanya Sagara, Jingga terlihat putus asa, wajahnya yang cantik kini dipenuhi dengan air mata. Dia membuka ponselnya sendiri dan membuka aplikasi X dengan tangan gemetar.
"Ngga, kalem dulu, sini biar aa yang buka," ucap Biru. Sagara merangkul Jingga sementara Biru membantu Jingga melihat Thread yang sudah dia love sebelumnya.
Guru Bahasa Indonesia Arcadia Internasional School ternyata seorang Homoseksual. Tulisan yang ditulis dengan huruf kapital itu diunggah oleh akun yang umurnya belum lama. Foto profilnya bergambar kucing Oren sedang bersiap untuk bertarung. Tidak ada cuitan apa-apa sebelumnya yang di-posting akun itu selain retweet cuitan orang atau cuitan akun-akun besar.
Threadnya panjang sekali, menceritakan dan membongkar tentang orientasi seksual guru muda berinisial S. Selain bukti chat dengan beberapa orang yang diduga kekasihnya, Thread itu juga menampilkan foto-foto guru itu beserta beberapa orang pria.
Dalam hidupnya, inilah kali pertama Sagara harus mengakui kekalahan. Orang pertama yang dia tuduh adalah Baskara, cowok toxic yang Sagara putuskan secara sepihak karena melakukan kekerasan fisik di tempat umum kepada Sagara.
"Ini bukan kamu, kan, Sagara?" tanya Biru, dia masih Denial dengan berita yang sebenarnya sudah jelas itu kenyataan Sagara.
"Ini," tunjuk Sagara pada foto pertama. Di sana Sagara sedang duduk di sebuah cafe sementara pasangannya mengelus rambutnya. "Ini saya dan orang di sebelahnya Yoga. Mantan saya di kampus."
"Sagara," panggil Biru, suaranya lemah. Dia shock melihat dirinya sendiri ada di antara foto tersebut. Namun, tidak begitu jelas. Fotonya diambil ketika Biru membantu Sagara mengemasi barang-barangnya di kontrakan kemarin.
"Ini Baskara, kamu udah pernah liat, ini Reno, dia udah meninggal tahun lalu. Gak ada yang bisa disangkal kecuali kamu," ujar Sagara dengan suara lemah.
"Maksudnya kecuali aku gimana?"
"Saya gak akan menyangkal semuanya, Ru, ini faktanya. Tapi saya juga gak mau melibatkan kamu sama sekali. Jingga juga, nanti kalau pihak sekolah memanggil saya, saya akan mengakui semuanya kecuali foto ini. Saya bakalan bilang kamu hanyalah sopir yang bantu saya angkut barang saat pindahan. Jingga, tetap jaga rahasia ini, ya. Saya mau ke rumah Baskara, dan saya harap kita gak ketemu dulu, gak chatting juga, takutnya Wa kita disadap."
"No! Kamu ngapain ke rumah bajingan itu?"
"Ngasih dia pelajaran, lah, apalagi? Dia udah gila sampe nguntit ke kontrakan buat ngambil Poto ini, jangan-jangan yang ngusir saya dari kontrakan juga dia."
"Anjir, nyari mati namanya. Kamu bilang kan keluarga kamu udah terima, keluarga kamu mau bantu apa pun, masih mau tutup mata dan gak mau terima bantuan mereka? Jangan bodoh Sagara, aku pun gak mau jadi cowok yang gak berguna buat pacarnya."
"Kamu berguna banget kalo kamu diem. Pikirkan gimana jadinya kalau kamu juga terseret ke dalam kasus ini? Kuliah kamu? Sekolah Jingga, kalian tinggal selangkah lagi buat beresin pendidikan kalian. Saya gak kerja di sana bukan masalah besar. Jingga ngerti kan apa maksud Bapak?"
Jingga mengangguk setuju, gimana jadinya kalau semua orang tahu bahwa pacarnya Sagara adalah kakak kandung Jingga. Habislah sudah nasib gadis itu. Padahal selama ini dia mati-matian menyembunyikan diri kalau dirinya adalah Fujo.
"Habis ini saya pulang, sabar dulu buat gak ketemuan sampai saya selesaikan masalah ini. Kamu fokus sama magang kamu aja dulu, Jingga juga jangan banyak pikiran. Yang penting yakin kalau kita semua bisa menemukan siapa yang tega menyebarkan ini."
Biru tidak rela, rasanya dia ingin mengikat Sagara di kamarnya, ingin menyimpan pria itu untuk dirinya sendiri.
"Kamu ke rumah Baskara anjing itu gak boleh sendiri, Sagara. Harus ditemenin," perintah Biru.
"Saya mau bicara dulu sama Kak Aksa. Saya harap dia mau bantu."
Biru mengangguk puas, selanjutnya dia harus merelakan Sagara pergi dari sana seorang diri. Sebelumnya Sagara berpesan, jika ada yang bertanya apa yang dilakukan Sagara di kediaman Jingga maka jawabannya adalah les Privat.
Sagara tiba di rumah Aksa, tidak ada siapa pun di sana selain kakak iparnya.
"Teh, Kak Aksa di mana?" tanya Sagara tanpa basa-basi.
"Lagi ke rumah papa, Ga. Saga sama siapa?"
"Saya sendiri, Teh, dia udah lama?"
"Belum ada setengah jam. Mungkin belum sampai di rumah papa, Saga mau susul?"
Melihat adik iparnya tergesa Nadira menyerahkan kunci mobilnya, "pakai aja dulu, daripada naik ojol."
Dengan amarah yang membuncah, Sagara melintasi jalanan padat kota Bandung menuju kediaman orangtuanya.
Di sana, mobil Aksa sudah terparkir, namun pemiliknya masih di luar rumah tampaknya sedang menerima telepon. Sagara berlari begitu turun dari mobil dan menatap Aksa.
"Istriku bilang kamu ke rumah, ada apa?"
Sagara masih menghela napas, tangan gemetar itu berusaha membuka aplikasi X demi menunjukkan apa yang terjadi pada dirinya. Aksa merebut ponselnya lalu memeluk Sagara, menenangkan adik kecilnya yang terlihat sangat ketakutan.
Di depan Biru, Sagara adalah sosok dewasa yang mampu menyikapi semuanya dengan bijaksana. Apalagi di depan Jingga. Beda lagi jika di depan Aksa. Sagara adalah Sagara anak bungsu yang selamanya akan dianggap kecil dan lemah.
"Tenang dulu, napas dulu kamu. Kita masuk, ngobrol di dalam, di kamarmu, jika ini penting jangan ngobrol depan papa."
Aksa menuntun Sagara, beruntung ketika sampai di ruangan tamu sosok papanya sedang tidak ada.
"Papa mana?" tanya Aksa.
"Ada di ruang baca, sama Ibu."
"Jangan bilang dulu ada Saga ya, Mak." Pinta Aksa pada asisten rumah tangga yang mereka panggil Emak sejak dulu.
Perempuan tua itu mengangguk, "mau pada minum?"
"Nanti saja, kami ada urusan sebentar."
Sagara segera melesat ke kamarnya, kamar yang dia tinggalkan bertahun-tahun lamanya. Semua masih sama, tidak ada yang berani mengubahnya. Kamar itu nyaris seperti kamar yang ada penghuninya, itu pasti karena Emak membersihkannya setiap hari.
"Ada apa?"
"Ini," jawab Sagara menunjukkan Thread yang sedang viral. Sagara bahkan bisa melihat hujatan-hujatan dari netizen di sana.
"Bahkan ini di posting tiga puluh menit lalu, fiks ini mah kamu diikuti," ujar Aksa.
Sagara buru-buru melihat Thread itu. Ada fotonya saat keluar dari kontrakan biru, diikuti Biru dan Jingga.
"Baskara bajingan!"
Sagara mengumpat, dia tidak rela jika masalah ini melibatkan Biru dan Jingga.
KAMU SEDANG MEMBACA
SAGARA BIRU [END]
RomanceTakdir selalu tidak terduga. Luka Sagara berganti tawa karena Biru. Takut Sagara sirna bersama Biru. Biru bukan sekadar anak mahasiswa berusia 21 tahun. Lebih dari itu, Biru adalah segalanya bagi Sagara. (21+) Semoga kalian bijak memilih bacaan.