Sagara menghilang, bukan dalam artian sebenarnya, sih. Sagara hanya tidak menampakkan diri di hadapan Biru. Sagara menghindar, lelaki itu tidak mau membawa anak orang ke dalam pengaruh buruk.
Meski sebenarnya, ada perasaan lain yang dia rasakan terhadap Biru. Anak muda itu memang memiliki daya tarik yang siapa pun juga pasti suka saat berdekatan dengannya. Hilangnya Sagara dari pandangan Biru membuat pemuda berusia 21 tahun itu semakin bertekad.
Setiap pagi menjemput di kediaman Sagara tapi sudah berangkat. Bubaran anak sekolah pun Biru tak dapat menemukan Sagara. Namun, ketika bertanya pada Jingga, sang adik akan menjawab bahwa Sagara ada, dan tidak pernah ke mana-mana. Setiap hari Sagara mengajar di sekolah, Biru hanya diam, tak mampu bertanya lebih banyak lagi khawatir sang Adik akan curiga.
Hari ini, Biru kembali narik, dia bertekad untuk terus mengumpulkan uang sambil sesekali mempromosikan mobilnya di grup jual beli online.
"Sesuai map, ya, Bu." Biru berucap, saat dua orang perempuan muda menggunakan jasa taksi onlinenya.
"Mas ini rutenya lewat SMA AIS, kan?"
"Hah? Oh Arcadia Internasional School, di peta sih lewat Bu, tapi biasanya kita nyari jalan pintas lewat jalan sebelumnya, di sana bebas macet soalnya."
"Mas gapapa lewat sana aja, nanti saya tambahin ongkosnya, ini teman saya minta turun di sana soalnya."
Biru mengangguk mengiyakan, dia senang-senang aja sih, siapa tahu pas lewat bisa ketemu sama Sagara. Meski harapannya tipis banget, dia seperti ninja jago banget ngelesnya. Kadang-kadang Biru nyesel juga terlalu ngegas, andai saja bisa diulang, mungkin dia bakalan tarik ulur dulu sampai benar-benar dekat lalu mulai gas nembak Sagara.
"Pak Jamal akhirnya berhasil ya, setelah mengabdi belasan tahun di SMA Negeri Taruna." Salah seorang penumpang membuka suara. Biru diam saja, sudah biasa dia disuguhi berbagai cerita penumpangnya.
"Loh, aku kira pak Jamal itu emang di AIS sejak lama, loh," jawab perempuan satunya lagi.
"Di sini dia baru setahun kayaknya, Pak Saga dulu, trus Pak Jamal, trus kamu."
Deg! Ternyata orang-orang ini temannya Sagara, Biru yang semula acuh, menegakkan badannya, tidak mau melewatkan sedikit pun informasi tentang Sagara.
"Kamu gak ada niatan mau jadi ASN kayak pak Jamal, Nin?" tanya guru berbaju merah. Biru akui dia cantik, beberapa kali dia mengintip lewat spion.
"Kayaknya enggak deh, abis nikah palingan Resign juga. Kamu sendiri gimana, Nit?"
"Aku sebenarnya gak ada background di dunia pendidikan ini, Nin. Aku lulusan satra Inggris, selama ini pekerjaan utama ya jadi penerjemah."
"Ya kalau udah ada kerjaan ngapain capek-capek ngajar, deh, gaji penerjemah kan lumayan."
Si baju merah tersenyum, "jangan bilang-bilang, ya. Sebenarnya aku kerja jadi guru tuh buat pdkt aja sih, sama calon tunangan aku."
"Hah, gimana? PDKT sama calon tunangan tuh gimana konsepnya?"
Si baju merah tersenyum, Biru tiba-tiba berdebar, dia nyaris saja tidak konsentrasi saat menyetir.
"Iya, jadi aku tuh suka gitu sama temen waktu kuliah, gak satu jurusan sih, aku sastra Inggris dia jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia. Pernah ada kegiatan bareng gitu sama dia. Kebetulan papaku sama bapaknya itu rekanan gitu di bisnisan. Aku bilang sama Bapaknya kalau aku suka sama dia, trus Bapaknya ngeiyain, dan mau jodohin kita. Sampai saat ini sih masih nunggu dia mau, anaknya tuh terlalu banyak kerja, dia kayak yang mau buktikan aja sama bapaknya kalau dia bisa berdiri tanpa campur tangan orang tua."

KAMU SEDANG MEMBACA
SAGARA BIRU [END]
RomansaTakdir selalu tidak terduga. Luka Sagara berganti tawa karena Biru. Takut Sagara sirna bersama Biru. Biru bukan sekadar anak mahasiswa berusia 21 tahun. Lebih dari itu, Biru adalah segalanya bagi Sagara. (21+) Semoga kalian bijak memilih bacaan.