Chapter 20

1.2K 88 2
                                        

Seperti halnya Biru, Aksa pun sama sekali tidak mengizinkan Sagara untuk menemui Baskara sendirian. Baskara bukanlah pribadi yang baik, dia adalah pacar toxic yang selalu menyiksa Sagara, menjadi benalu dan selalu playing victim.

"Saya ikut, Saga."

"Kak," ucap Sagara.

"Ikut atau enggak usah pergi sama sekali."

"Oke, oke, tapi ini kita harus ngomong apa sama papa? Pastinya papa udah tau ada aku di sini."

Aksa mengangguk, Papanya belum boleh tahu, jika sampai tahu masalah pelik yang dialami Sagara maka tidak baik untuk kesehatannya.

"Saga, Aksa!" Panggilan dari luar kamar membuat dia kakak beradik itu saling tatap. Baru saja dibicarakan, malah seperti ini jadinya.

"Iya, Pa," jawab Aksa, dia buka pintunya. Orang tua itu semringah melihat dua anak lelakinya ada di rumah.

"Kalian ngapain?"

"Ini nyari berkas buat urus yayasan, Pa. Saga sama Aksa mau balik lagi sekarang, papa gak apa-apa kami tinggalkan?"

"Loh, enggak makan dulu, Ibu kamu itu udah riweuh mau masak."

"Masak aja, abis ini Saga balik ke sini, enggak ke kontrakan."

"Ga," panggil Aksa.

"Di sini aja dulu, Kak. Aku kasian sama orang-orang sekitar aku yang nantinya kebawa-bawa," ceplos Saga.

"Kebawa-bawa apa?"

"Eh enggak, Pa. Saga, nih. Dia bilang capek banget ngajar lagi pengen istirahat. Nah suka ada yang datang ke tetangganya nyariin saga karena gak masuk kelas."

"Papa gak bodoh, loh, ada apa?"

"Saga ada masalah sama Bas, Pa. Ini mau diselesaikan sama Kak Aksa, Saga ke sini mau minta tolong sama dia."

Papanya melihat Saga dan Aksa bergiliran, sebagai orang tua, tidak mudah percaya begitu saja sama anak-anaknya.

"Masalah apa?"

"Yang kemarin belum selesai, Pa. Jangan khawatir bukan masalah serius, Saga hanya pengen udahan aja sama dia, pengen sepenuhnya lepas."

Sagara dan Aksa pamitan, sepenuhnya memang tidak benar, Sagara menyembunyikan masalah yang sebenarnya.

Hubungan Sagara dan Baskara sudah diketahui oleh keluarga kedua belah pihak. Bedanya dukungan hanya datang dari keluarga Baskara aja. Keluarga Sagara tahu betul latar belakang Baskara, remaja putus sekolah yang usianya lima tahun di bawah Sagara itu hanyalah beban keluarga.

Sukanya hura-hura, judi Online, bahkan langganan setiap club' malam yang ada di kota Bandung. Sagara didukung oleh keluarga Baskara dengan harapan Baskara bisa berubah, nyatanya dia semakin parah. Melakukan kekerasan, penyiksaan dan makin menjadi.

Ketika Sagara melaporkan penyiksaannya ke pihak kepolisian, keluarga Baskara bisa membebaskan anak lelaki mereka dengan jaminan. Sagara memutuskan hubungan dan tidak ada lagi kabar apa pun tentang dia sampai Thread itu tersebar.

Rumah yang Sagara datangi ini tampaknya tidak asing. Dulu, Sagara sering sekali datang dan pergi dengan bebas. Sampai mereka berdua memutuskan untuk menyewa rumah bersama.

"Pak," sapa Sagara begitu pintu rumah itu terbuka. Bagus, ayah kandung Baskara tampak kaget melihat Sagara dan seorang lelaki lebih tua datang ke tempat itu.

"Sagara gimana kabarnya?" Sambut Bagus.

"Baik, Pak. Saya ke sini karena tidak dapat menghubungi Bas. Apa Bas ada di sini?"

"Masuk dulu, ayo duduk, ini siapa? Pacar baru Sagara?" tanya Bagus, tampak biasa saja.

"Oh, ini Aksara, Pak. Kakak Kandung saya." Sagara mengenalkan Aksa.

"Ah, maaf, saya kira." Bagus menjabat tangan Aksa.

"Bas tidak di sini, Sagara. Ada hal yang mau disampaikan?" tanya Bagus.

"Saya hanya perlu bicara sama anak Bapak, ini penting banget, Pak."

Bagus berdiri, dia meletakkan kacamatanya di meja lalu masuk dan kembali bersama seorang perempuan tua yang membawa minuman bersoda.

"Diminum dulu," ucap Bagus begitu perempuan tua itu menyimpan minumannya di meja.

"Maaf, Pak. Saya gak bisa lama-lama, saya ingin segera selesaikan masalah saya sama Bas sekarang juga. Bapak bisa tunjukkan di mana Bas sekarang?"

Lelaki tua itu menggeleng, seperti tidak mau memberitahu di mana anak lelakinya berada. Padahal jelas sekali Sagara butuh informasi itu.

"Pak saya mohon," ujar Sagara, suaranya lemah dan putus asa. Dia buka kacamata dan seka air mata yang membasahi pipi. Sagara lelah.

"Bukannya kalian sudah selesaikan masalah sejak di kantor polisi waktu itu? Baskara sudah janji gak akan melakukan itu lagi sama kamu atau sama orang lain. Memang masalah apa lagi kali ini?"

Kali ini Aksa yang bercerita, dia lihat adiknya tak sanggup lagi berkata-kata. Aksa menceritakan semuanya dari awal sampai akhir, bahkan ketika Sagara harus pindah pindah kontrakan pun Aksa ceritakan.

Bagus menyimak dengan sabar sampai akhirnya dia berkata, "Kenapa begitu yakin kalau Baskara pelakunya? Apa Baskara sejahat itu?"

"Karena ... " Sagara menggantung jawabannya. Dia tatap wajah Bagus yang teduh.

"Yakin yang melakukan itu adalah Baskara?" tanya Bagus sekali lagi.

"Baskara selalu ribut sama adik saya, Pak. Banyak nyakitin hati dia," Aksa bantu jawab.

"Itu saat mereka dalam satu hubungan, setelah itu kalian yakin kalau Baskara melakukan kejahatan ini? Saya bukannya membela anak saya, tapi tuduhan kalian tidak berdasar, apa kalian punya bukti kalau yang menyebarkan thread itu anak saya?"

Sontak Sagara dan Aksa bungkam. Iya sih gak ada bukti, Sagara hanya mengandalkan feeling saja kalau yang menyebarkan aib itu adalah Baskara. Mengingat kasus mereka terakhir kalinya.

"Ada bukti?" tanya Bagus sekali lagi, manakala Sagara dan Aksa bungkam.

"Saya jamin, yang melakukan itu bukan Baskara. Saya jamin seandainya itu dia, saya rela dikutuk sama Tuhan."

"Tapi, kenapa Bapak juga yakin kalau ini bukan Baskara? Jelas-jelas Bas yang sering nyakitin saya, bahkan insiden yang terterakhir itu saya nyaris mati." Sagara berkomentar.

"Yakin karena Bas tidak ada di Bandung."

"Tapi kan yang namanya kejahatan virtual? Gak peduli di mana lokasinya bisa saja dia melakukan itu di luar negeri sekali pun," ujar Aksa.

"Kalian tidak mengerti, Bas tidak ada di Bandung bukan berarti dia sedang berlibur. Pasti kalian juga mengira kalau saya membebaskan Bas dari sel karena saya kebanyakan uang, kan?"

Tidak berbohong, Sagara mengangguk.

"Baiklah, tapi tidak apa-apa, sekarang saya akan kasih tahu satu kali, ya. Bas tidak ada di Bandung karena sedang menjalani perawatan di salah satu klinik kesehatan jiwa di Jakarta. Bas terpaksa keluar dari sel bukan karena uang suap yang saya berikan seperti yang kalian duga. Bas keluar dari penjara karena jiwanya sudah sakit. Atas banyak pertimbangan pihak kepolisian pun menyerahkan Baskara dirawat di rumah sakit jiwa."

"Bas, kenapa?" tanya Sagara tak percaya.

"Awalnya hanya Bipolar, itu sudah dia rasakan sejak menjalin hubungan sama kamu, Saga. Ada kalanya Baskara hilang dari hidupmu ketika dalam fase depresif. Dia terus melakukan pengobatan psikoterapi demi menekan perasaannya itu. Belakangan ketika dia di sel, Baskara tidak lagi dapat membedakan antara imajinasi dan hal nyata. Dia mengalami gangguan delusi dan halusinasi sehingga mengganggu cara berpikir dan perilakunya. Dia sakit jiwa, dia dirawat di rumah sakit jiwa tapi keluarga memilih untuk memindahkannya ke Klinik Kesehatan Jiwa dan dirawat intensif oleh psikiater di sana. Bas dijauhkan dari gadget, jadi bagaimana mungkin Baskara pelakunya?"

Sagara dan Aksa saling pandang, selain menyesal karena menuduh tanpa bukti, keduanya pun minta maaf dan tidak enak hati kepada Pak Bagus. Mereka pamit dengan perasaan malu. Namun, Bagus mengerti, apalagi karier Sagara sebagai tenaga pendidik profesional dipertaruhkan.

SAGARA BIRU [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang