Sehari Sebelumnya
Jingga harus menutup kupingnya saat mendengar desas-desus yang semakin tersebar di sekolah. Mau disangkal atau dielak ya tidak bisa karena memang kenyataannya wali kelas tersayangnya itu memang seorang gay.
Mau ikut ghibah sama teman-temannya juga nggak mungkin karena ternyata pasangan dari wali kelasnya itu adalah kakak tercinta. Jingga hanya terus mendengar desas-desus itu dan seperti saran Sagara membiarkannya saja toh nanti juga mereka capek sendiri.
Tapi panas banget nggak sih seisi kelas bahan obrolannya adalah seputar Sagara terlebih thread baru memperlihatkan dirinya pun ikut terseret dalam foto yang tersebar itu.
"Itu kan gue les privat sama pak Saga, itu juga yang cowok sebelahnya itu kakak gue anjir." Jingga geram. Si penguntit pengen apa sih sebenernya? Ngancurin hidup Pak Saga? Kok Cemen mainnya main belakang gini?
"Nah kan gue bilang juga apa, ini tuh sodaranya tetangga gue, udah mati orangnya," ujar Satria.
"Meninggal, Sat. Dia orang, bukan kucing." Ralat Katia.
Jingga mengangguk setuju, bahkan dia juga sudah dengar dari Pak Saga memang mantannya yang itu sudah meninggal tahun lalu. Kalau bisa, Jingga ingin bantu Sagara tapi tidak tahu dengan cara apa. Bingung? Jelas dong bingung banget.
"Kata Detika, pacarnya tuh anak IT deh, dia jago ngeretas gitu. Mungkin perkara tahu alamat orang yang ngethread ini kayaknya bisa dilacak deh. Orang ngeretas aja bisa," celetuk Katia. Dia ngomongin pacar dari sodara kembarnya.
"Ih, yuk ke kelas Detika, yuk. Gue kasian banget sama pak Saga sedih anjir." Jingga memohon, Katia setuju karena sejak awal ide ini sudah dia cetuskan.
"Katia, gue mau ngomong bentar deh, Plis mau tempat yang aman, yang gak bakalan ada orang dengar."
Katia mengangkat bahunya, "tempat apa itu? Rasanya tidak ada tempat aman di dunia ini."
"Serius anjir, ayo di pojok sana itu dekat lab bahasa."
Sebelum ke kelas Detika, mereka berbelok menuju pojokan lab bahasa. Katia duduk di pojokan, dia arahkan kipas mini portabel miliknya tepat di wajah.
"Katia, dulu, duluuuu banget, eh tapi jangan marah ya. Dulu kan komik kamu pernah kebawa ke rumah. Gak sengaja ini mah sumpah."
Raut wajah Katia sudah terlihat tidak enak dia sudah firasat komik mana yang dibawa Jingga.
"Santai aja mukanya. Nah sejak saat itu, gue jadi suka hal-hal gitu dan gue cari sendiri trus gue jadiin usaha juga. Katia tau akun Tantawan rumah Kwaci?"
"Jangan bilang–" Katia nunjuk wajah Jingga. Perempuan itu mengangguk.
"Itu gue, sejak saat itu gue nyari duit dengan cara begitu. Gue juga jadi fujo, gue juga kayak Lo yang suka hal-hal gituan."
"Anjing, Lo! Ngapa baru cerita?"
Katia merasa antusias, dia merasa menemukan teman di tempat pengasingan.
"Malu anjir. Nah bentar gue ngomong gini karena gue percaya Lo bisa jaga rahasia."
"Ya selama ini juga gue jaga rahasia sendiri, baik-baik saja gak ada yang tau."
"Masalah Pak Saga itu bener."
"Ngga. Jangan nuduh!" Tapi Katia penasaran juga, dia pernah membayangkan kalau Sagara itu Daddy Daddy yang punya sugar Baby.
"Bener, makanya gue ngajak ngomong di sini. Gue mikir gini, terlepas dari bener enggaknya orientasi seksual seseorang, siapa pun gak boleh menghakimi mereka, bukan? Apalagi bikin thread gitu. Kasian pak Saga. Pasti besok ke sekolah udah langsung disidang aja sama kepsek."
Katia ngangguk-ngangguk. Iya sih memang gitu kenyataannya. Kalaupun Sagara memang memiliki orientasi seksual yang berbeda, tapi dia tetap punya adab. Sagara tidak pernah mencampur adukkan urusan pribadi dan sekolah.
"Jadi tetep harus ke Detika buat nyari pelakunya?"
"Iyalah, nasib banyak orang dipertaruhkan, Ka."
"Siapa aja? Kan ini masalah Pak Saga aja."
"Aa gue anjir."
"A Biru? Ngapain dia? Apa hubungannya?"
Jingga tidak menjawab, dia meraih ponselnya dan membuka Galeri. Sejumlah foto selfie dirinya beserta Biru dan Sagara saat makan malam tempo hari cukup membungkam Katia.
"Dia?"
"Iya."
"Jadi?"
"Tolong kami, Katia."
"Oke, ayo ke Detika."
Dua gadis remaja itu berjalan bersisian, melewati tanaman lidah mertua di pinggir lab bahasa. Namun, langkah mereka terhenti saat melihat seorang guru yang sedang berbicara melalui sambungan teleponnya.
"Bagus! Serang aja terus, gue kesel sama cowok modelan gini. Bisa-bisanya dia nolak gue, si Rahman belum dapat alamat Sagara yang baru? Ngapain aja sih dia kerjanya?"
"Bu Anita," bisik Katia. Jingga mengangguk. Rasanya mereka gak perlu lagi samperin Detika. Untung aja Katia sigap merekam Bu Anita barusan.
Sepulang sekolah, Jingga menghubungi Sagara langsung, dia minta Sagara datang. Tidak akan mencurigakan karena mereka tahunya Sagara ngajar Privat di rumah siswanya.
"Pak, orang yang jaket merah itu ada di depan terus. Bolak balik, sih. Angga juga cerita di depan rumahnya ada yang ngawasin."
Sagara mengangguk, jadi penguntitnya mengikuti Sagara dari rumah orangtuanya sampai ke tempat tempat yang Sagara sering datangi. Termasuk bimbel, dan rumah-rumah siswa di mana Sagara ngajar privat.
"Iya, Bapak mulai sadar. Ada beberapa orang juga yang selalu diam depan rumah. Ada apa Jingga, Aa mana?"
"Aa kan masih di kantor magang. Pulangnya akhir akhir ini agak malam. Cuma masuknya siang sih jam sebelasan. Ini Pak, Jingga sama Katia udah tahu siapa yang nyebarin Thread itu."
Sagara memutar rekaman percakapan Anita di telepon. Dia sungguh tidak pernah menduga Anita bisa senekat itu.
Sagara mengirim bukti rekamnnya ke ponsel sendiri. Sebelum pamit pada Jingga Sagara memberikan makanan buat Jingga dan Biru.
"Ini ada uang buat Jingga sama Aa makan. Pegang aja dulu, Aa pasti gak bakalan nerima. Bapak gak bakalan ke sini dulu sekarang ini ya. Jingga tetap jaga rahasia. Bilangin sama Aa jangan hubungi Bapak dulu, kalau ada apa-apa Jingga saja yang chat. Itu pun jangan sampai chat aneh aneh, bapak curiga chat Bapak juga diretas. Banyak chat yang bocor sampe keluar."
"Bapak hati-hati, Pak. Jingga sama Aa nunggu Bapak, di sini. Semoga masalahnya cepat selesai, Ya, Pak."
Sagara mengangguk, lalu memeluk Jingga sekilas. Sagara sejak menjalin hubungan Biru, dia juga menyayangi Jingga seperti adiknya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
SAGARA BIRU [END]
RomanceTakdir selalu tidak terduga. Luka Sagara berganti tawa karena Biru. Takut Sagara sirna bersama Biru. Biru bukan sekadar anak mahasiswa berusia 21 tahun. Lebih dari itu, Biru adalah segalanya bagi Sagara. (21+) Semoga kalian bijak memilih bacaan.