"Udahlah, Sagara jangan mengorbankan diri," ucap Biru. Tangannya mengelusi rambut Biru yang berbaring di pangkuannya.
Rencana yang sudah mereka susun mengalami sedikit hambatan. Aksa menyetujui permintaan Sagara terkait pengajuan Magang Biru, tapi ternyata Papa mereka mengetahui permintaan itu. Bukan tidak menyetujui, hanya mengajukan sedikit syarat yang berat bagi Sagara.
"Saya kasihan sama Jingga, kebayang terus waktu dia nangis sampe sesegukan."
"Ya terus nanti kamu menemui Papa kamu, terus akhirnya nanti dikawinin sama si Anita Anita itu. Nasib aku gimana? Jomlo lagi?"
Sagara bangkit lalu menangkup pipi Biru, mengecup bibir keringnya sekilas. Lalu ke pipi dan kening.
"Papa cuma minta ketemu, bukan nyuruh nikah."
"Memang berapa lama kamu gak pulang sih, sampai ditungguin gitu?"
"Keluar dari rumah udah lama banget, tahun 2014 an. Waktu itu ketauan saya Gay, papa mama murka. Saya ya pergi aja, kasian mereka nanggung aib macam saya. Tapi ya masih tetap berkunjung sebulan sekali nemuin mama. Sejak Papa ngide mau jodohin saya sama Anita saya memutuskan buat gak pulang sampai sekarang. Mungkin tahun 2019 terakhir saya berkunjung."
Biru membiarkan Sagara bersandar di bahunya. Untuk pertama kalinya Biru merasa menjadi pacar yang begitu dibutuhkan.
"Kamu siap emang ketemu mereka sekarang?"
"Siap gak siap, tapi sekalian saya mau minta sama papa buat gak ngusik saya, gak mindahin kontrakan saya. Jujur saya gak nyaman tinggal di kontrakan. Bukan tempatnya yang gak nyaman, tapi ya tinggalnya yang gak nyaman. Kepikiran besok kira-kira bakal diusir lagi atau enggak."
Biru mengusap-usap pundak Sagara. Tidak pernah dia pikir akan mencintai orang lain sedalam ini. Sama mantan-mantannya mana pernah, palingan cuma jalan trus belanja. Biru belakangan tahu kalau mereka cinta sama hartanya saja setelah dia jatuh miskin.
Selama ini gak ada yang deketin Biru, pernah bilang cinta pada teman sekelasnya malah tidak mendapatkan tanggapan sama sekali.
Pada akhirnya Sagara mengalah, dia harus belajar memperjuangkan apa yang harus dia perjuangkan. Biru hanya mengantar sampai depan rumah, hatinya gelisah ingin menemani Sagara bertemu orangtuanya. Tapi Sagara bilang belum waktunya, Biru pulang dengan perasaan hampa.
Sagara berdiri di depan rumah megah. Rumah yang baginya bukan "rumah". Kedatangannya sudah ditunggu keluarga, orang yang paling bahagia tentu saja ibunya.
"Saga, anak Mama. Mama kangen, Nak." Pelukan itu disertai dengan tangis haru, Sagara membawa wanita ringkih itu ke dalam pelukannya.
"Akhirnya pulang juga, dek, Mbak kangeeen," ujar anak tertua bernama Niscala.
"Selamat datang kembali, Nak."
Lelaki itu menepuk bahu anaknya, sekilas Sagara tidak melihat raut kemarahan dari wajah papanya. Malah dia terlihat kurus, pucat dan tidak sehat.
"Papa sehat?" tanya Sagara akhirnya membuka suara.
"Papa sehat, hanya lelah saja."
Aksa yang sudah bertemu Sagara sebelumnya hanya senyum. Semua berkumpul di meja makan. Hening dengan hidangan yang sebagian besar makanan kesukaan Sagara.
Seperti patuh pada aturan yang sudah dijunjung sejak lama, momen makan adalah momen yang harus dilakukan tanpa interupsi. Habiskan makanannya baru bicara setelah hidangan yang tersaji dihabiskan.
Sagara tidak munafik, dia merindukan masakan ini. Dia makan dengan lahap seakan kelaparan dan belum makan untuk waktu yang lama.
"Maafkan papa," ucap lelaki tua itu. Wajahnya sayu seperti menahan air mata.

KAMU SEDANG MEMBACA
SAGARA BIRU [END]
RomanceTakdir selalu tidak terduga. Luka Sagara berganti tawa karena Biru. Takut Sagara sirna bersama Biru. Biru bukan sekadar anak mahasiswa berusia 21 tahun. Lebih dari itu, Biru adalah segalanya bagi Sagara. (21+) Semoga kalian bijak memilih bacaan.