Hari-hari berlari, dan gumaman tentang rutinitas melelahkan yang masih sama, terus saja tercetus.
Malam-malam mendekam, dan rencana beristirahat cukup supaya bugar kala pagi yang masih sama, belum kunjung terealisasi.
Dengan segala kejenuhan yang melanda, hendak ke arah manakah hidup yang sedang dijalani ini akan bermuara?
Membahas aktivitas serupa, hal yang itu-itu saja setiap waktu—meski tak jarang sekadar berputar di pikiran tanpa dibagi—, benarkah titik-titik ini sedang membentuk diri untuk menjadi wujud seorang manusia yang ideal menurut stereotipe—entahlah melalui standarnya siapa?
Kita selalu diminta untuk menjalani kehidupan sebagaimana adanya, tapi 'sebagaimana adanya' ini justru sama sekali tidak mencerminkan apa adanya.
Kehidupan menuntut lebih dari yang kita ingin pikul, hingga memaksa agar selalu menjadikannya prioritas, terpilih sebagai nomor satu di antara banyak perihal tiada batas.
Sungguh betapa egois terkadang dunia memandang 'sang penyewa ruang' yang tiada lain bernama manusia.
Dengan sistem barter kita memperoleh fasilitas dunia; kita tinggal di sini, tapi membayarnya dengan memberikan 'jasa perawatan' dan perhatian lebih—ini serius!
Maka, heran sekali kala banyak manusia bisa-bisanya meromantisasi dunia pun isinya. Padahal realitanya, yang terbentuk di antara manusia dan dunia tidak lebih dari sekadar bisnis.
Kita mengobjektifikasi dunia bak sastra hanya sebagai penghiburan atas kenyataan bahwa, sebagai manusia, kita hanyalah 'penyewa', 'pendatang', 'penabung agar menuai banyak hasil baik kelak' di sini.
Tak terlihat ada cinta di antara keduanya.
Tak pernah ada yang berniat menyatakan.
Justru hambar, dan itu jelas tergambar saat begitu mudah melontar keluh. Dan sebaliknya, seindah apapun yang disuguhkan dunia, sejak kapan serta-merta terdengar ungkapan cinta dari lisan kita? Bahkan, orang terkaya pun.
Meskipun memuji, seakan menikmati, tetapi sebenarnya hanyalah pengalihan atas lelah sudah menjalani hari di 'ruang sewa' ini.
Belum lagi, sebagai manusia kita mesti mengerti mood dunia. Jika tidak menjalankan 'permainan' di arena sesuai inginnya, silent-treatment pun membumbung.
Kita menjadi tidak mengerti langkah apa yang mesti dipijak, dilanda kemelut berkepanjangan kala diam bersembunyi untuk menghindar, serba salah menghadapi dunia seisinya.
Sungguh begitu egois, bukan? Inginnya dikejar dan diperhatikan, tapi kala dapat justru disuguhkan hasrat agar tiada pernah puas. Penuh pikiran dan perasaan pada apa-apa yang semu dan sementara.
Maka, dunia itu aneh. Digenggam sebegitunya salah, diabaikan secara total berimbas tak bisa memperoleh apa-apa.
Mari kita anggaplah dunia ini terbilang baru. Tidak ada panduan sama sekali bagaimana berjalan di 'ruang sewa'nya. Kemudian, kalau dipikir-pikir, sebenarnya manusia yang ideal di mata dunia itu bagaimana, 'kah?
Perilakunya, tujuan hidupnya, rutinitasnya, ide-ide brilian yang membuncah hingga memberi bongkahan manfaat pada keberlangsungan ekosistem dunia, apakah itu semua sudah cukup merepresentasikan porsi manusia ideal menurut kacamata dunia?
Sayangnya, belum tentu. Ia masih sanggup menyemburkan bencana alam yang mengejutkan. Tak jarang secara tiba-tiba. Sama sekali tak semudah itu mencuri hatinya.
Syukurnya, kita memiliki pilihan untuk menjalani hidup sesuai 'pedoman' tertentu, yang tak diragukan lagi keabsahannya.
Menurut 'catatan yang tertulis' di dalamnya, hubungan spesial dengan dunia tak perlu dijadikan ketetapan.
Lantaran, bahkan 'ideologi' yang tertulis di dalam 'pedoman', yang kita percayai kemudian, menyarankan untuk tidak memperlakukannya demikian.
Begitulah, kemelekatan pada dunia memang mesti perlahan ditanggalkan.
Hingga, jadilah: manusia ideal yang bukan karena standar dunia kita bertahan, tapi lantaran pedoman yang kita pilih untuk digenggam-lah yang meminta.
Hingga, jadilah: Biarkan dunia bergerak tanpa jeda. Biarkan ia terus mengangkat dagu sepanjang hayatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Panggil Aku Introver
RandomCatatan panjang. Ketika berjalan, duduk di angkutan umum, membeli sesuatu di berbagai tempat, di mana pun itu, pernahkah terpikir tentang beberapa hal lalu berakhir pada membahasnya sendirian? Jika pernah, maka karena itulah work ini ada. Daripada h...