Ujian dan Sabar

602 71 5
                                    

Memaknai rasa sabar sungguh tidak bisa diutarakan hanya dengan kata-kata.

Itulah faktanya.

Sebelum ujian yang berbentuk musibah tersebut ditumpahkan di atas kepala, kita tidak akan pernah tahu apa itu rasa sabar tanpa batas. Benar-benar harus menyelami barulah dapat diketahui.

Setelah beban terjatuh keras menimpa diri, kita, barulah akhirnya paham, alasan mengapa pahala sabar luar biasa besar.

Prakteknya?

Jangan pernah sepele dan menganggap mudah.

Meski hanya berusaha datar,

...diam tak mengeluh,

...tak berontak,

...tak menyalahkan takdir,

...terus menerima,

bahkan tak perlu bersikeras memasang senyum di hadapan orang lain pun,

...sungguh,

jika ujian itu sudah di hadapan,

...kenyataannya,

mengimplementasikannya tidak semudah lidah kita berucap.

Realisasinya sungguh berat.

Berat.

Terlebih ada usaha yang tak mudah di sana, bukan sekadar menunggu sesuatu yang baik jatuh dari langit.

Tentu, kecewa pasti ada. Kesal pada keadaan? Sesekali pasti timbul. Dan, orang lain tidak perlu tahu. Memang tidak perlu tahu. Untuk apa juga mereka tahu, 'kan?

Apalagi, saat lingkungan sekitar tak mengerti diri kita. Memberi semangat hanya sekadar kata-kata, yang mungkin saat mendengarnya, lubuk hati kita bergumam, "Kalau hanya begitu, anak-anak pun bisa melakukannya." Sedikitpun tak muncul solusi darinya ke permukaan.

Tak apa. Kita masih punya Dia. Percaya saja. Berdo'a? Itu lebih baik. Bermuhasabah? Jauh lebih baik. Bersyukur? Wajib. Jangan pernah menyalahkan siapa pun. Si-a-pa-pun. Ujian ini, sesuatu yang tak terduga sedikit pun ini, sudah tertulis, jauh, sangat jauh sebelum kita ada.

Tetaplah terus-menerus beri doktrin diri bahwa semua ini pasti, benar-benar pasti akan berakhir.

Tahu apa itu 'akhir'?

Iya, akan hilang. Bagai debu yang perlahan tak terlihat lagi molekul atomnya. Bagai asap yang membumbung tinggi lalu sekejap musnah ditelan angin. Bagai kecepatan cahaya yang dapat menembus objek kemudian gelap seketika saat celah masuknya tertutupi.

Yang tersisa? Hanyalah apa saja perbuatan, perkataan dan pikiran kita saat ujian itu datang. Penerimaan atau pemberontakan. Itu yang akan dinilai nanti, di masa depan yang lebih jauh dari sekadar cita-cita duniawi. Dan, inilah, ini, yang seharusnya disadari, direnungi dan diaplikasi.

Maka, untukmu wahai aku, selagi ujian ini masih menimpamu, perbaikilah adabmu pada-Nya.

Berikan yang terbaik agar nilaimu di kemudian hari, di kemudian tempat, di kemudian keadaan, akan memuaskanmu.

Selalu ingat-lah satu hal besar, agar tidak banyak kecewamu saat harapan melampau langit tak tergapai, saat rencana-rencanamu gagal terealisasi tak sesuai keinginan, saat tingkat kesabaranmu hampir habis di ambang batas:

Setiap yang bernyawa pasti mati!

Surga dan Neraka itu nyata!

Panggil Aku IntroverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang