Tema : Self-Healing
Baca ini ketika kamu ingin
meluapkan hal-hal yang
begitu sulit untuk diutarakan,
tapi ia ada,di hatimu.
---
Orang bilang, mengikuti kata hati itu perlu.
Namun,
jika di dalam hati terdapat jutaan kata-kata, mana yang harus aku ikuti?
Arahku terombang-ambing.
Mengubah kepribadian setiap berpapasan dengan orang lain. Menjadi pendiam dan seketika berisik, aku sama sekali tidak nyaman dengan perubahan sikap secepat itu. Tertawa lepas dan terbungkam tiba-tiba, tentu saja itu bukan mauku.
Tapi, mana peduli mereka.
Yang mereka tahu, aku sendiri yang ingin begitu.
Tidak menarik untuk dijadikan teman. Terlalu kaku dan membosankan. Tidak ekspresif dan menolak keramaian. Mengomentari berbagai hal yang hakikatnya tidak penting untuk dibicarakan oleh kebanyakan orang.
Aku aneh,
dan,
kuakui memang aneh.
Aku yang sekarang, sepertinya terlalu banyak memikirkan berbagai hal.
Ini bukan aku.
Dahulu aku tidak begitu.
Masa kanak-kanak dahulu aku menjadi diri sendiri yang kumau. Mereka paham bentuk perhatian dan rasa peduliku meski tidak kutunjukkan dengan gerak tubuh apalagi ekspresi wajah.
Aku hanya lebih suka praktek.
Menjadi baik kepada siapapun. Tidak ada yang menjatuhkanku di manapun. Berbicara dengan intonasi pelan meski dalam kondisi hati yang bagaimanapun. Tidak ada teriakan dan suara keras memekikkan telinga lalu menembus ke hati kapanpun.
Aku penasaran.
Apakah sifat-sifat orang di zaman ini sudah bermetamorfosa?
Aku tidak tahu entah siapa yang harus kusalahkan. Diriku sendiri yang terlalu memikirkan, atau mereka dengan sifat angkuh tidak-pedulian.
Aku berusaha menjadi teman baik dengan selalu memberi perhatian, tapi mengapa mereka justru menganggapku terlalu polos, hingga akhirnya sesuka hati menjatuhkanku dengan sikap arogan?
Aku tidak tahu entah siapa yang harus aku salahkan. Diriku sendiri yang terlalu blak-blakan mengekspresikan wajah tidak senang jika aku memang tidak senang, atau mereka yang tidak tahan dengan kejujuran dalam berteman?
Aku hanya tidak ingin menjadi munafik.
Aku hanya ingin pertemanan ini tulus dengan cara terbuka satu sama lain. Aku senang jika dikritik, dan kupikir, siapapun kalian, pun begitu.
Nyatanya, tidak.
Kita berbeda.
Apakah aku harus menjadi egois agar bisa dihargai? Bersikap sewajarnya, lebih tepatnya, tidak peduli dengan orang-orang di sekitarku?
Kuberi pengakuan terbuka.
Aku, sudah melakukannya begitu, dan hasilnya, orang lain sudah men-cap diriku begitu.
Bahkan lebih mengerikan daripada itu.
Lalu mereka meninggalkan.
Lalu mereka mengabaikan.
Lalu mereka membicarakanku di belakang.
Lalu aku terdiam di pojok sendirian.
Memikirkan cara agar kembali ke masa lampau.Aku, ingin kembali menjadi diriku sendiri. Abai dengan hal yang memang seharusnya kuabaikan. Aku ingin keluar dari zona pembohongan ini. Aku berharap lari dari wajah-wajah penuh lapisan.
Satu-satunya hal yang dahulu membebankanku hanyalah usaha untuk mendapat nilai tinggi agar masuk sekolah berstatus negeri.
Siapa peduli dengan mereka yang belajar berkelompok, saling ke rumah teman untuk berdiskusi, berusaha menjadi terdepan agar bisa saingan?
Aku bisa belajar sendiri. Aku sanggup. Aku tidak butuh support palsu yang ternyata di belakang ingin agar aku di bawahnya.
Dan, aku bisa. Aku mampu mendapatkan impianku tanpa perlu tangan-tangan berjabat tangan yang berharap mengayunkanku jatuh ke jurang.
Orangtuaku bahagia dengan pencapaianku, dan tentu saja aku bangga dengan jerih payahku. Mana peduli dengan rankingku yang entah mengapa menurun padahal puncak angkaku adalah ini, dan membingungkannya, orang-orang itu mendapat peringkat maju hanya karena kedekatannya dengan guru.
Yang terutama adalah, orangtuaku bahagia, dan itu cukup.
Dan kini,
pada hari ini,
terlalu banyak hal yang kujaga.
Martabat yang kuagungkan untuk kurengkuh, nyatanya tak ada.
Aku tertawa hanya agar orang tak menganggapku tak layak dijadikan teman. Aku tersenyum hanya agar orang merasa aku layak dijadikan partner masa depan. Aku belajar agar orang lain menganggapku pintar, bukan karena aku ingin tahu, berbeda dengan ambisiusku yang terdahulu.
Sudah... beda tujuan.
Dan,
aku selalu heran.
Mengapa materi selalu dielu-elukan oleh khalayak ramai?
Mengapa begitu mudahnya perubahan sikap jika di hadapkan dengan harta, popularitas, kedudukan?
Yang sekarang adalah bukan aku.
Ini bukan aku.
Dan...
...dan,
aku, ingin bertanya.
Bolehkah aku meminta pengajaran darimu, yang bahagia dengan pertemanan sedikit namun erat, ramai-ramai namun tetap kompak, disiplin pada prinsip namun tetap tenang, blak-blakan namun tidak terbebankan dengan tanggapan orang, sendirian namun terasa damai dan nyaman?
Bagaimana caranya menjadi diri sendiri?
***
Komentarmu di setiap postinganku selalu kutunggu.Setidaknya dengan begitu aku tahu bahwa kamu ada, untuk memberi kesan bahwa work ini kamu pedulikan :)
***
See you next time!
KAMU SEDANG MEMBACA
Panggil Aku Introver
RandomCatatan panjang. Ketika berjalan, duduk di angkutan umum, membeli sesuatu di berbagai tempat, di mana pun itu, pernahkah terpikir tentang beberapa hal lalu berakhir pada membahasnya sendirian? Jika pernah, maka karena itulah work ini ada. Daripada h...