Meyakini bahwa setiap agama adalah sama (hanya karena mengajarkan hal-hal baik),
kesetaraan gender (dengan mendobrak batasan hakikat perempuan),
mengagungkan logika juga kritis yang melewati batas (mengatakan dunia diciptakan oleh ketidakadaan, pernikahan adalah bentuk pengekangan dan tujuan yang dipaksakan karena stereotip masyarakat kebanyakan secara turun-temurun, Tuhan menjadikan dunia sebagai alat permainan-Nya lalu menjebloskan manusia sesuka hati ke neraka jika Ia tidak suka),
orang-orang seperti ini, jika diletakkan di antara segerombol orang, pasti disebut sebagai 'open-minded',
dianggap pintar,
dielu-elukan,
kemudian tak sadar banyak yang berakhir dengan mengikuti jejaknya.
Lalu, penuhlah pemikiran-pemikiran tak jelas,
yang kemudian menimbulkan benih-benih kesombongan lantaran katanya bisa memberikan pemahaman terbuka,
yang jika ditarik dengan sudut pandang lebih terbuka,
pada hakikatnya, menyumbat kepala.
Di belakang layar, ia pusing sendiri.
Tidak tahu lagi mana yang benar ataupun sebaliknya.
Isi kepalanya kini hanya tentang pemikirannya pribadi,
yang ia sendiri bahkan belum menemukan jati dirinya sendiri.
Kebingungannya melanda.
Menilai bahwa setiap Tuhan mengontrol masing-masing agama yang dibuat-Nya.
Bisa dibayangkan, jika demikian, betapa kurang kerjaan Tuhan yang ia maksud itu.
Ternyata, hanya sebatas hubungan kepemimpinan dan kerjasama antar Tuhan yang masuk ke dalam akalnya. Ia samakan kehidupan dunia yang tampak di pelupuk mata dengan hal-hal ghaib, yang bahkan belum pernah ia sentuh. Ia tidak percaya pada sesuatu yang belum terlihat, tapi lupa bahwa pikirannya pun ghaib. Tak bisa digenggam, endus, pandang. Sekelebat bayangan akal yang ia katakan sebagai kecerdasan.
Hebatnya, ia sudah sepercaya diri itu. Menduga-duga sedemikian rupa. Referensi penuh ambigu menjadi tolok ukur.
Memercayai teori tapi diberi teori tidak terima. Menyamakan Tuhan dengan kerjasama antar manusia, tapi ketika diberi penjelasan tentang Tuhan dengan contoh kehidupan manusia, beranggapan bahwa manusia dan Tuhan tidak ada bedanya.
Bukti betapa terbatas pikiran manusia, dan egois.
Hanya ingin menyampaikan bahwa,
menjadi orang dengan pemikiran terbuka bukan berarti membenarkan apa saja :)
---
NB :
Open-minded dengan tak percaya Tuhan atau agama, itu tidak berkaitan.
Jika menganggap hal tersebut serupa, mungkin role model yang dipandang selama ini kerap yang sejenis itu.
Coba diubah, berdo'a, cari dengan tekun, lalu ikuti. Memang tidak mudah, tapi jika sudah dapat, dijamin menyamankan.
Saya punya referensi yang semoga kita semua sama-sama sejalan dengannya. Namanya, Muhammad bin Abdullah. Iya, Rasulullah Shallallah 'Alaihi Wasallam. Sekalian dengan sahabat-sahabat beliau, juga saudara-saudara beliau yang tentunya dijamin Surga, berbagai hal yang berkaitan.
Intinya, ambil contoh dari seseorang yang secara tak langsung membentuk karakter baik di diri, dan tidak membuat kita meninggalkan apa-apa yang seharusnya menjadi prinsip.
Dan tulisan ini, pengingat terutama bagi saya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Panggil Aku Introver
RandomCatatan panjang. Ketika berjalan, duduk di angkutan umum, membeli sesuatu di berbagai tempat, di mana pun itu, pernahkah terpikir tentang beberapa hal lalu berakhir pada membahasnya sendirian? Jika pernah, maka karena itulah work ini ada. Daripada h...