Panggil Aku Introver

Maukah Berteman Denganku?

Berteman denganku, kamu hanya akan menerima hal-hal membosankan yang pernah kamu tahu.

Membicarakan masa depan, mengurai teori pendahulu lalu menghubungkannya dengan apa yang terlihat di sekitar, prinsip hidup dan pengaruh lingkungan terhadap tingkat lunturnya keistiqomahan, menjadi bahagia dengan tetap menyeimbangkan tujuan di alam nyata pun yang ghaib, entah bagaimana, tapi kupikir, kamu tentu penat.

Mungkin kamu muak denganku, yang jika pembicaraan kita sudah berlari ke arah tidak penting dibahas, raut wajahku yang tidak bisa dibohongi ini, akan menunjukkan air muka ketidaknyamanan.

Tapi, harus selalu kamu ingat.

Selagi kita masih berada di lingkar pembicaraan pada norma yang layak untuk kita tempuh, jika pun nanti aku tidak mengerti dengan pembahasanmu, percayalah, aku akan mendengarkan apapun yang akan kamu bicarakan. Apapun.

Mungkin kamu kecewa denganku, yang terlihat tidak antusias di setiap hadirmu saat duduk di sampingku.

Aku ingin bertanya, adakah korelasi antara pertemanan tidak baik-baik saja dengan sikap ke-tidak-terlalu-ekspresif-an seseorang sejak kecil?

Aku yakin kamu paham, ya?

Barangkali, kerap kamu kesal lantaran pesan-pesanmu yang sering tak kubalas.

Entahlah, kurasa isi kepala dan hatiku kerap bermusuhan dengan lidah dan tanganku.

Menjawab dalam hati dan memikirkannya dapat begitu cepat, tapi mengapa untuk berbicara dan menulis di ponsel butuh waktu ribuan detik untuk mengemasnya?

Seringnya orang lain menyebutku sombong, aku hanya ingin berkata, "Aku bingung mau memulai percakapan dari mana."

Namun, jika kamu memulainya lebih dahulu, aku bisa menjadi lebih berisik dari yang kamu kira.

Dan itu, fakta.

Menyendiri adalah hobiku. Tapi apabila siapapun menuntutku untuk berlaku terbuka, tentu akan kulakukan.

Terlebih, jika alasannya adalah karena dirimu.

Sungguh.

Kini, setelah kamu melihat beberapa hal dari sekian banyak seluk beluk kepribadianku,

jadi,

maukah kamu berteman denganku?