Bab 35. Nasib Anak Tengah

196 3 0
                                    

Alisha menggeleng lembut kemudian bangkit, "Nggak kok, aku kan jagain kamu sambil tidur. Tenang aja, aku gapapa. Oh ya, kamu gak pulang semaleman, pasti keluarga di rumah cemas. Aku gak berani kabarin mereka, takutnya mereka mikir yang nggak-nggak."

"Abis ini aku kabarin ibu, Mbak."

Alisha mengangguk. "Kalo gitu aku mau shalat subuh dulu, kamu juga jangan lupa shalat. Abis itu aku siapin sarapan buat kamu."

"Maaf ngerepotin kamu, mbak. Tapi aku emang laper banget. Kalo boleh, aku request nasi goreng yang kayak kemarin ya," pinta Farhan yang membuat Alisha tersenyum geli. "Kemarin siang kamu udah makan nasi goreng, terus sorenya kamu digebukin gara-gara pengen beli nasi goreng, kamu gak trauma gara-gara nasi goreng?"

"Ya nggak lah, mbak. Mana bisa trauma gegara makanan enak?"

"Yaudah, aku mau shalat dulu, abis itu aku masakin." Alisha keluar dari kamar itu. Farhan memerhatikan sambil tersenyum haru. Farhan kemudian teringat jika dia belum mengabari ibunya. Farhan segera mencari-cari ponselnya, yang ternyata masih ada di saku. Farhan segera mengirim pesan pada ibunya, yang mengabari jika dia sedang menginap di rumah temannya.

Setelahnya, dia meletakkan ponselnya di atas meja dan berjalan pelan keluar kamar, merasakan kesejukan pagi yang menenangkan. Farhan terus melangkah menyusuri lorong yang masih sepi, hingga dia tiba di ruang tengah. Tatapan Farhan kemudian tertuju pada Alisha yang sedang shalat di ruangan yang sepertinya difungsikan sebagai mushola di kosan. Dia tak bisa menahan senyum melihat Alisha dengan khidmatnya melaksanakan ibadahnya.

Ketika Alisha selesai shalat, Farhan berjalan mendekat karena dia juga berniat shalat subuh.

"Kamu shalat kan? Tempat wudhunya ada di ujung situ," Alisha menunjuk satu arah. Farhan mengangguk. "Oke, mbak."

Farhan segera wudhu di tempat tersebut. Sedangkan Alisha segera melipat mukena, kemudian berjalan menuju dapur umum untuk memasak nasi goreng yang diminta oleh Farhan.

Setelah berwudhu, Farhan melaksanakan shalat subuh di ruang yang sebelumnya digunakan oleh Alisha. Setelah shalat, Farhan kembali ke kamar. Kembali beristirahat sembari menunggu Alisha selesai memasak. Tak menunggu Lama, Farhan mendengar ketukan pelan di pintu kamar. Dia segera bangkit membuka pintu. Alisha sudah berdiri di sana, membawa sepiring nasi goreng yang sudah siap.

"Sarapan dulu gih," kata Alisha sambil menyodorkan sepiring nasi goreng.

"Terima kasih, Mbak," ucap Farhan sambil menerima piring itu. "Kamu gak makan?" tanyanya.

"Aku udah," jawab Alisha.

Farhan keluar dari kamar dan duduk di kursi yang ada di depan pintu kamar. Dia mulai makan dengan lahap, menikmati rasa yang lezat dari masakan Alisha.

"Kalau perlu, kamu bisa istirahat lagi di kamar, Farhan. Bu Rona, pemilik kos ngizinin kok. Kamu jangan maksain diri lagi kalo belum kuat," kata Alisha menasihati, "tapi jangan lupa ngabarin ibu," tambahnya.

Farhan mengangguk, "Aku udah gak apa-apa, Mbak. Jadi, abis ini aku mau langsung pulang. Mau istirahat di rumah aja, mungkin beberapa hari aku gak masuk kerja dulu."

"Nanti aku bantu minta izin sama Kak Cantika." Alisha duduk di kursi yang ada di depan kamar, namun masih menjaga jarak agar posisinya tidak terlalu dekat dengan Farhan. Perutnya yang sudah mulai membesar membuatnya mudah lelah jika berdiri terlalu lama.

"Omong-omong, bu kos di mana ya? Aku belum ngucapin makasih sama beliau nih," kata Farhan setelah menelan kunyahan nasi gorengnya.

"Ada di lantai dua," sahut Alisha.

Setelah menghabiskan nasi gorengnya, Farhan segera menemui pemilik kos untuk berterima kasih dan juga mengganti biaya dokter yang sebelumnya dikeluarkan oleh Rona. Meski wanita tambun berambut keriting itu sudah menolak, namun Farhan merasa tidak enak karena banyak merepotkan. Farhan tetap mendesak agar wanita itu menerima uang gantinya, hingga akhirnya Rona terpaksa menerimanya. Farhan pun segera pamit, dan diantar Alisha menuju parkiran kosan.

"Aku pulang ya, Mbak. Sekali lagi makasih— dan maaf banget karena udah ngerepotin," kata Farhan dengan senyum tulusnya.

Alisha menatapnya dengan khawatir, "Kamu yakin udah baik-baik aja, Farhan? Jangan maksain diri, jangan bilang baik-baik aja tapi tiba-tiba roboh kayak kemarin."

Farhan meyakinkan Alisha, "Tenang saja, Mbak. Aku udah baik-baik aja sekarang."

Alisha mengangguk, "Yaudah, kamu hati-hati di jalan, ya."

"Assalamualaikum," ucap Farhan sambil menaiki motornya.

"Waalaikumsalam," sahut Alisha.

Farhan pun segera melajukan motornya meninggalkan kosan. Alisha menatap kepergian Farhan, masih terlihat cemas dan was was melihat Farhan yang melajukan motornya makin menjauh.

***

Farhan tiba di rumah dengan kondisi yang masih dengan wajah yang masish terlihat lelah. Lebam di wajah dan beberapa bagian tubuhnya juga masih terlihat jelas. Nur segera keluar keluar saat mendengar suara mesin motor yang berhenti di halaman.

Saat Farhan baru turun dari motor, Nur segera menegur. "Farhan! Dari mana aja kamu, kemarin nggak pulang sama sekali?!"

Farhan berjalan mendekati ibunya, lalu mencium punggung tangannya. "Tadi subuh aku kan udah WA itu, ngabarin kalo aku nginep di rumah temen?"

Nur memandangnya dengan kesal, "Begitu cara kamu mengabari? Nggak sopan sekali. Makin lama makin nggak tau aturan kamu ya! Ibu udah kasih kamu kebebasan, tapi bukan berarti kamu bisa seenaknya nggak pulang! Waktu di Garut kamu juga seenaknya kayak gini?"

Farhan terdiam, wajahnya terlihat frustrasi mendengar cecaran Nur yang entah dia sadar atau tidak dengan keadaan Farhan saat ini. "Ibu nggak kuatir sama aku? Ibu nggak nanya, kenapa aku babak belur gini?"

Nur menjawab dengan nada tegas, "Emangnya kenapa itu? Kamu berantem sama siapa lagi? Selalu aja mencari masalah."

"Aku baru aja kena musibah, Bu. Bukan nyari masalah," jelas Farhan. "Aku hampir dirampok sama preman, karena melawan, makanya aku jadi babak belur gini. Semalem aku sempet pingsan, makanya dibawa ke kosan temenku."

Mendengar penjelasan Farhan, Nur jadi agak merasa bersalah. "Jadi gitu, maaf, ibu kan nggak tau. Harusnya kamu jelasin dari awal."

Farhan hanya diam, mencoba tetap sabar dengan sikap ibunya.

"Kamu udah makan?" tanya Nur. "Di dapur gak ada apa-apa, jadi kalo kamu laper, ibu beliin makan di warung Bu Jamilah dulu."

"Gak usah, Bu. Makasih, aku udah makan kok. Sekarang aku mau istirahat dulu, badan aku masih pegel-pegel nih," kata Farhan. Dia baru saja berniat melangkah menuju kamarnya, namun lebih dulu ditahan oleh Nur. "Ibu boleh minta tolong, gak? Tapi nanti aja, kalau kamu udah istirahat."

"Minta tolong apa, Bu?" tanya Farhan.

"Cucian di belakang udah numpuk banget— ibu sebenernya pengen nyuci, tapi ibu tua, udah nggak sanggup. Buat jongkok aja rasanya kaki ibu sakit," kata Farhan.

Farhan mengangguk, "nanti punya ibu aku cuciin, pas aku nyuci baju aku. Punya Mas Faisal sama Farida, biar mereka cuci masing-masing juga."

Menikahi Mantan Kakak IparTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang