Besok adalah ulang tahun Nata. Gue sebenarnya bingung mau ngasih hadiah apa ke Nata. Kalau ngasih cuman bunga, cokelat atau boneka itu udah terlalu sering. Kalau cewek dikasih bunga, gue bisa jamin mereka pura-pura senang, padahal dalam hatinya yahh kalau bunga doang mah gue tinggal cabut dari kebun bapak, modal dikit dong jadi cowo.
Gue ambil contoh bokne ( ibu gue ). Dia suka banget sama bunga. Buktinya, setiap pot yang ditanami bunga, pasti dia kasih nama. Dia kasih nama bunga sesuai dengan pikirannya. Kayak bunga mawar jadi miwir, anggrek jadi kecenglek, bunga kembang sepatu jadi converse. Mungkin analisa gue, bokne dulu sering dikasih bunga sama cowo-cowo waktu dia remaja, itulah yang melekat dipikirannya sekarang. Makanya gue harus kasih kado yang diinget selamanya dipikiran Nata, kayak contohnya singkong mentah.—ini lebih ke... gak punya uang gak sih?
[ CHAT ]
Renja : Dil, aku butuh bantuanmuu nihh....
Nadilah : Tak, tak. saye tak nak dengar laa...
Renja : Sekali ini aja, pleseaaa.....
Nadilah : Sssttt, dah saye nak tidukk
Renja : Bantuin aku beliin kado nataa
Nadilah : Hmmmm....
Renja : Martabak spesial satu
Nadilah : Bukannya saye tak mau ree, tapi...
Renja : tambah 2 kuaci rebo sama fruit tea
Nadilah : Oke deal, Habis maghrib yee.
Renja : CHAKEEPPPP
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Sore ini, gue langsung pergi ke rumah Nadilah. Ketika gue nyampe, ternyata ada Pak Wawan (Bapak Nadilah) di teras rumah. Gue jarang ngobrol sama bapaknya, ya paling cuman basa-basi tentang sekolah aja.
Gue memarkirkan motor, masuk ke teras lalu menyalami bapaknya. Nadilah gak lama keluar dari pintu rumah.
"Bentar ya, re. Saye nak siap-siap dulu."
Gue mengangguk.
"Duduk dulu, Nak. Temannya yang lain kemana?"
"Nanti nyusul, Pak." Gue berbohong.
"Oalah, mau kemana sama Dilah?"
"Gramedia, Pak."
"Kamu mau nyari buku ya? Saya lagi nyari novel juga sebenarnya."
"Novel apa pak?"
"Kamu tau tere liye tidak?"
"Tau-tau pak." Gue berbohong lagi. Nama itu terdengar asing di telinga gue. Nama yang sering gue dengar paling anton supir, mamat mabok, asep narkoba, udin sedunia —gak penting juga.
"Ohh yaa, kamu suka bukunya yang mana?"
Mati gue, tau gitu mending tadi bilang gak tau atau apa lah. Tapi udah terlanjur, gue sebenarnya rada-rada ingat tentang novel itu. Novel yang dipegang Lala setiap pagi, tapi gue cuman inget cover bukunya.
"Huiman menstrato" kata gue dengan cepat dan pelan.
"Apa?? Maaf, Saya gak denger. tadi"
Cover bukunya di kepala gue berwarna biru langit, terus ada petir nyamber-nyamber pohon.
"Petir."
"Petir? saya baru tau ada buku petir. Maksudnya Hujan kali."
Gue menggeleng. "Ada, keluaran terbaru. Ini mau kesana." Lagi-lagi berbohong.
KAMU SEDANG MEMBACA
Catatan Sang Pengendali Tokek
Teen FictionProlog : Hai hai haaaiiii..., ini saya Renja Sujana. ENGGAK!! ENGGAK!! Kayaknya ini terlalu feminim. Halo, halo bandung Lah malah jadi lagu Seharusnya pake gue, kalau pake saya kayak pidato ketua RT mimpin rapat. Perkenalkan nama dia, Renja. Renja...