Kelas meeting adalah hal yang paling dinantikan sama murid tokek (gak semua juga sih). Kenapa gitu? karena kelas meeting menyajikan sebuah turnamen olahraga, mulai dari sepak takraw, sepak bola dan sepak kepala copet. Sebenarnya ini bukan tentang turnamen, tetapi unjuk gigi cowok-cowok SMA tokek untuk menarik perhatian ke murid cewek. Ada pertandingan turnamen yang paling banyak ditonton, yaitu futsal. Menurut gue ini bukan pertandingan bola, tapi perkelahian antar kampung. Setiap pertandingan, rusuhnya bukan main. Mungkin sekalian ajang tawuran juga bagi murid tokek. Gue gak tau juga kenapa kaki mereka kuat-kuat, mungkin waktu SD, ibunya sering nyemilin besi karat. Sebagai orang yang tidak suka kekerasan, gue memutuskan untuk tidak ikut perlombaan apapun. Tapi, kalau ada turnamen lompat tali, gue agak mikir sih.
Panitia OSIS memberitahukan bahwa perlombaan bukan antar kelas, melainkan antar jurusan masing-masing kelas. Jadi jurusan geografi yaitu kelas MIPA 1 dan 2, Jurusan ekonomi kelas MIPA 3,4,5 dan begitu juga dengan IPS. Sebetulnya ini letak masalah bagi kelas gue. Yap, kelas gue dengan kelas sebelah tidak akrab. Tapi semoga karena turnamen futsal, kelas gue bisa temenan.
Semua temen cowo kelas gue ngumpul di meja tengah kelas.
"Ini siapa aja nih yang ikut futsal?" kata Rafi menanyakan ke anak cowok kelas. "Aku tulis nih di kertas."
"Aku gak ikut Fi, takut patah pergelangan leher," bales gue singkat.
"Ahh lemah lah kau ree," sahut Rafi. "Siapa lagi nih?"
"Tulis nama sa, Fi," ucap Abel.
"Ikut lah cui, kamu cocok jadi pemain belakang," bales Deva ke gue.
"Iya Dev, emang jago aku main futsal hadap belakang."
"Hahaha, bukan itu maksudku cui."
"Ini aku, Deva, Abel, Guntur, Hilal, itu dulu aja kali ya," kata Rafi.
"Aman sudah itu, Fi."
Ketika kelas gue lagi menentukan pemain, tiba-tiba ada beberapa anak kelas sebelah datang ke kelas gue. Jujur gue takut sama anak cowo kelas sebelah. Bukannya apa-apa, kelas sebelah terkenal dengan cowoknya yang bertampang preman. Postur tubuh badan mereka itu kekar-kekar, betisnya besar, apalagi lengan tangan mereka. Behh, gue kalau ketemu mereka di jalan, bawaannya pengen ngasih uang palak.
Ada tiga orang, Yosia, Hankho dan Miguel. Yosia mengambil kursi secara acak lalu ikut nimbrung. Hankho dan Miguel berdiri di belakang Yosia. Seketika, kami terdiam, memperhatikan mereka.
"Lanjut, lanjut aja, kita orang gak ganggu kok," kata Yosia
Yosia terkenal dengan kerasnya main futsal, setiap orang yang lewat kalau gak badan ya kaki yang memar. Hankho jangan ditanya, dia kalau nendang bola futsal terus kena badan lawan, rasanya setara dengan disundul 2 sapi kurban. Nah, kalau Miguel ini cuman kiper. Tapi lawan harus tetap hati-hati, dia bisa mukul hidung kalau orang mau nyundul di depannya.
"Bel, siapa aja kawan kau yang ikut?" ujar Hankho dengan suara serak-serak lembab.
"Jadi kelas sa paling cuman ada perwakilan 3 orang aja. Sa, Rafi sama Deva, paling ada pemain cadangan Guntur sama Hilal."
"Oke Bel, gimana strategi kita?" bales Yosia. "Aku bawa Hankho, Acong, sama kiper. Miguel."
"Bentar, Yos," sahut Hankho di belakang Yosia. "Anak-anak udah kau kasih balok kecil belum?"
HAHH?!! GIMANA-GIMANA?!!
"Santai aja, Kho," bales Yosia. "Kita main bersih hari ini, ntar aja itu..."
"Oke, Yos. Lanjutin dah.."
Rafi menjelaskan. "Pokoknya kita main fair aja. Paling kita bangun serangan dari belakang, oper-oper pendek. Soalnya mereka pasti main tendangan dari tengah lapangan. Apalagi, si Yoga sama Aldi. Dua orang itu emang harus dijaga ketat."
KAMU SEDANG MEMBACA
Catatan Sang Pengendali Tokek
Teen FictionProlog : Hai hai haaaiiii..., ini saya Renja Sujana. ENGGAK!! ENGGAK!! Kayaknya ini terlalu feminim. Halo, halo bandung Lah malah jadi lagu Seharusnya pake gue, kalau pake saya kayak pidato ketua RT mimpin rapat. Perkenalkan nama dia, Renja. Renja...