Novel pipi merah

8 2 0
                                    

Pemerintah kota batam menjadikan sekolah tokek sebagai tempat percobaan gerakan literasi sekolah (GLS). Gue gak tau apa yang mereka pertimbangkan hingga menjadikan sekolah tokek tempat percobaan literasi. Emang sih sekolah tokek termasuk dalam top 3 dengan jumlah murid paling banyak se-kota Batam, tapi mereka gak tau apa kalau sekolah tokek juga termasuk top 1 sekolah dengan pemasok napi terbanyak.

Minat baca sekolah tokek emang rendah, terbukti dari muridnya. Pernah ada plang besi dengan tulisan "Buanglah sampah pada tempatnya" bukannya dibaca dan dipatuhi, malah plang itu dibawa pulang (LAH KOK DIMALING SIH!!?). Ngomong-ngomong soal maling, Gue juga bingung sama sekolah ini. Banyak kejadian kemalingan di sekolah yang udah jadi makanan sehari-hari murid tokek. Frendo dengan helmnya, Rafi dengan handphone barunya, dan Paklek dengan kodoknya.

Salah satu gerakan yang diusung oleh GLS adalah membaca 20 menit sebelum pelajaran. Mungkin 20 menit sedikit bagi orang yang terbiasa membaca, tapi bagi murid tokek? Ohh belum tentu, gue pernah nanya random sama anak IPS yang gue kenal. Bagi mereka, 20 menit membaca itu kayak manjat tebing 200 meter, capek.

Menurut gue, kepala sekolah seharusnya mengadakan workshop tentang pentingnya membaca buku terlebih dahulu. Percobaan yang sangat mendadak ini ibarat anak monyet yang dipaksa nguyah ikan mentah, tetap dimakan dengan lahap, tapi habis tuh dimuntahin karena ikannya beracun. Gue juga gak terlalu suka baca buku, tapi gue tetap mematuhi sekolah tokek, ya walaupun buku yang gue baca berjudul "Cara jitu menang sabung ayam"

Selain membaca sebelum pelajaran dimulai, ada beberapa fasilitas yang ditambahkan. Perpustakaan kini dibuat lebih nyaman, seperti ditambahkan AC, kipas, karpet, tambahan buku, komputer, dan rak buku baru. Ini membuat gue sedikit bangga terhadap sekolah tokek. Dulu awal gue masuk, perpustakaan lebih mirip rumah angker. Gue gak boong, disetiap sudut udah pasti ada sarang semut dan laba-laba, rak bukunya terbuat dari kayu yang udah lapuk, serta aroma ruangan seperti bangkai kecoak. Bahkan ada nenek lampir yang jaga, ehh maksud gue itu Bu yul. Gue bukan tanpa sebab nyebut ibu ini kayak nenek lampir. Pernah gue minjam buku sejarah di perpus.

Gue : (mengetok pintu)
Nenek lampir : MAASUUK!!
Gue : Permisi bu, saya mau cari buku sejarah tentang perang dunia.
Nenek lampir: Owhh, di sana ( menunjuk ke arah buku yang berantakan)
Gue : Di sananya dekat mana ya, buk
Nenek lampir : (menatap mata gue dengan tajam) KAMU PUNYA MATA GAK?!!
Gue : (menelan ludah)
Nenek lampir: Ya, di sana lah, Nak.
Gue : Baik Buk.

Setelah sekian lama gue mencari, akhirnya dapat juga tapi dengan kondisi yang robek, kusam, dan rapuh. Pokoknya sulit buat dibaca lah.

Gue : Maaf, Buk ini bukunya rusak ya?
Nenek lampir : ( Ibu itu melotot ke arah gue ) DENDA, GANTI KAMU GANTII, KAMU RUSAKIN BUKU SEKOLAH, GANTI POKOKNYA GANTI!!
Gue : (Lari secepat macan afrika)

Kepala sekolah juga menambahkan lemari buku disetiap sudut gedung kelas. Mungkin ini cara efektif untuk meningkatkan minat baca, sekaligus mengundang minat maling. Nggak, mereka gak ngincar buku tapi lemari kayu. Tapi semoga ini cuman rasa pesimis gue sementara. Untungnya antusias anak cewek di kelas gue cukup bagus. Mereka rebutan buku setiap pagi, beda lah sama gue yang berebut tempe gratis ketika kantin mau tutup. Tapi ini bisa jadi langkah yang bagus kedepannya buat sekolah tokek.

- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

Lala seperti biasa, duduk di meja guru sambil membaca buku. Gue langsung setengah bungkuk di depan meja lala, dengan mencondongkan muka gue ke depan mukanya.

"Ini masih pagi lho ree, jangan aneh-aneh," ucap Lala.

"Mau ciummm. Umumummm...." Bibir gue monyong-monyongkan

Catatan Sang Pengendali TokekTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang