Bersandar pada pundak Bekantan

12 1 0
                                    

Gue pengen move on dari Nata. Tapi belakangan ini, pikiran gue selalu aja ke cewek ber-shio ular ini. Apakah gue harus manggil pawang ular biar bisa menyembuhkan patah hati gue ini? agak gak nyambung sih. Aniway, cowo berbadan kabel colokan kaya gue, emang gak pantes buat patah hati—pantesnya patah tulang. Apakah ada cewek lain yang gue suka? untuk saat ini gue senang sama tupai betina, kalau manusia belum ada kayaknya. Move on dari Nata pasti bakalan susah, tapi itu tantangan terbesar gue. Salah satu yang gue pelajari dari pakar cinta, lee chong wei. Dia pernah ditanya saat makan bubur ayam.

"Apakah ada tips move on ketika patah hati?" tanya seorang wartawan dari CYN.

Lee Chong Wei mengangguk. "Emang kunci untuk move on yang cepat itu harus bisa melupakan dan mencari orang yang tepat untuk menggantikannya."

"Bisa dikasih contoh caranya, Koh lee?"

"Coba memulai obrolan baru dengan orang lain. Buatlah memori yang baru terhadap orang baru, hanya itu cara melupakan kenangan."

"Baik, terima kas—"

"Dan... satu lagi." Lee Chong Wei memasukkan bubur ayam sendokan terakhir ke mulut, lalu menguyah dengan lembut. "Boleh tambah kerupuk gak?"

"....."

- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

Hari ini gue berangkat sekolah jam 5 : 45. Kamu ngapain jam segitu ke sekolah wahai tokek muda, Kelelawar aja baru pulang begadang. Biasanya Lala dateng ke sekolah jam-jam segitu, gue juga bingung kenapa Lala selalu dateng pagi. Padahal anak itu selalu ngerjain PR di rumah. Apa ya kira-kira yang membuat Lala sering dateng paling pagi ? Kalau rumput tinggi, udah ada yang ngurus. Toilet kotor juga ada yang bersihin. Apa iya dia bangunin satpam sif malam? (Jujur, ini agak membingungkan)

Gue ingin berbagi kisah cinta yang berakhir buruk ke Lala. Bener sekali, Lala adalah orang yang tepat masalah percintaan. Masalah yang lain juga bisa, kecuali masalah ekonomi negara miskin, nah butuh S2 ekonomi kalo ini. Lala itu sifatnya paling dewasa, bahkan melebihi ibu-ibu anak dua. Apa gak kayak ibu-ibu, setiap pagi anak ini selalu nyapu kelas, walaupun gak piket. Kalau ada waktu luang dia biasanya juga menyusui, eh maaf ini bukan tugas lala, tapi tugas induk sapi. Pokoknya, pikirannya selalu berpikir kedepan. Mungkin karena dia kebanyakan baca buku kali ya... bisa seperti itu.

Gue tiduran di meja tengah, memandang plafon atas dan sekeliling sekolah. Mendengarkan suara jangkrik, melihat burung mondar-mandir untuk membangun sarang, dan yang paling penting, memergoki tikus ngambil makanan sisa di meja gue.

Baru beberapa menit gue tutup mata, ada suara ketok pintu. Dengan reflek, gue langsung tegak dan melihat ke arah pintu.

"Kau siapa?!!" tanya satpam dengan nada tinggi. "Berani-beraninya kau masuk wilayah kelas!"

Gue menelan ludah. "Saya mu-murid di sini, Pak."

"HALAH!! Jangan bohong kau! Sini kau! Sini!!"

Gue dengan perlahan berdiri lalu melangkah dengan penuh kebingugan. "Ini saya murid sini, Pak. Tuh saya pake celana abu-abu."

"Banyak maling udah pintar sekarang! Jangan banyak cakap mulut kau!"

"Be-beneran, Pak."

"Apa buktinya?"

Oke, tenang, tenang. Gue harus menunjukkan beberapa skill komunikasi yang benar. Intinya, gue harus buat satpam percaya bahwa gue murid sekolah ini.

"Bayangan garis h yang melalui titik dua kurva,"

"...."

"Lalu dari garis itu kita lihat ukuran—"

Catatan Sang Pengendali TokekTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang