Dinner bareng guru billiard

4 1 0
                                    

Gue yakin, sore ini menjadi sore terbaik selama hidup gue. Bukan, gue bukan jual sertifikat rumah, bukan itu. Tapi, Nata bakal main ke rumah gue. Jujur, gue jarang bawa cewek ke rumah. Pernah sih, dia adalah Melinda (bendahara). Ketika mau perjalanan pulang sekolah, ternyata Melinda ngikut gue dari belakang. Ketika nyampe rumah, Dia nagih uang kas yang gak gue bayar selama tiga bulan waktu smp. Apesnya, bokne sedang jemurin baju di teras. Mau gak mau, gue jujur, lalu bilang kalau uang itu gue pake buat main warnet. Yaa, untungnya bokne maafin. Dingin juga yaa kalau tidur di teras gak pake selimut.

Sebenarnya gue udah bilang ke Bokne, kalau besok bakal ada Nata yang mau cicipin spageti dia. Dan, ketika pulang sekolah gue langsung menayakan soal spageti itu.

"Bokne tadi bangun kesiangan bang, bokne jadi ra iso belanja ke pasar."

"Oalaahh, sore masih ada gak yang jualan bokne?"

"Coba kamu ke kang Manto, dia buka itu bang... kalau daging koyok ee buka deng. Yo wis, kamu ke pasar wae.. Sek-sek bokne catat bahane."

Setelah bokne mencatat beberapa bahan di kertas kecil, gue langsung ngabarin Nata buat datang lebih cepat. Gue menunggu dia di teras, gak berselang lama, dia datang menggunakan motor beat hijaunya.

Pakaian Nata cukup simple hari ini, dia pake kaos putih dengan outer berbahan rajut berwarna biru dongker, serta celana jeans biru. Nata mau pake pakaian apapun, tetap cakep. Beda dengan gue, gue harus memastikan pakaian itu pas dan keren. Yap, gue pernah pake kaos cokelat dengan kerah longgar dan celana bola dari zaman sd, alhasil apa? Gue dikira anak selundupan dari Myanmar.

Gue menghampiri dia pas di depan pager. "Nat, emm gimana yaa... bokne lupa beli bahan spagetienya, kamu mau temenin aku ke pasar gak?"

"Owhh, boleh-boleh kok.. Tapi Kamu gak sekalian jualan telur puyuh kann reee?"

"Hahahaha, nggak kok, Nat. Tapi kamu siap-siap, kita ngangkut lima ekor ayam kampung ke tempat kang Manto..."

"Ihhhh gak mauuu..." Nata memukul pelan bahu gue. "Yuklah, ntar malah tutup..."

Kami tancap gas ke pasar Aviari. Sesampai di pasar, gue berjalan menuju lapak sayuran tempat langgananan Bokne.

"Aih leeekkkuuu... tumben sore-sore ke sini lekk..." Kang Manto mendekati gue. "Ini siapaaa ini leekk, kok ada gadis cakep disinii..."

"Ohh, ini temenku, Kang...Bawang bombai empat, tomat setengah kilo, papripa satu yang merah, sama cabe rawit seperempat kilo, Kang."

"Siapp, Lek." Kang Manto menyiapkan sayuran yang gue omongin. "Totalnya, 34 ribu, Lek."

"Tumben murah, kang. Busuk-busuk ini kan??"

"HEI!!" pekik Kang Manto. "Kalau busuk, aku kasih tokoku ke kau leeek..leek.."

Gue memberikan uang pas lalu berjalan menuju kios daging. Tanpa pikir panjang, gue membeli dua paha ayam, 1 bungkus sosis, dan setengah kilo bakso. Setelah selesai semuanya, gue dan Nata keluar dari pasar.

Tiba-tiba, Nata memegang pundak kanan gue. "Irii aku samamu, Ree..."

"Lahh, kenapa pulak leeekkuuu..."

"Ahahaha... jangan gitu aah.."

"Iya-iya, kenapa emangnya?"

"Aku jarang, bahkan gak pernah nganterin mami ke pasar."

"Parahh sihh, emang tante kalau di rumah ngapain aja?"

"Hehh! Tante-tante... Yaa, paling jagain louis sama Axel aja sih, Asli, Ree.. Ngurusin mereka berdua itu kayak...Hefgfhh!! Geram!!"

Catatan Sang Pengendali TokekTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang