Chapter 7

25 3 0
                                    

"Rumah itu tak harus berbentuk bangunan atau berwujud manusia"
~~gadis manis.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Jangan lupa tinggalkan jejak kalian!!!
Follow sebelum baca!!
.
.

Happy Reading....

Setelah dokter Cantikan pergi, IRT itu langsung memasuki kamar anak majikan nya untuk memastikan keadaannya. "Den, den Al?? Aden dimana??" panggil nya dengan panik, karena anak majikan nya tidak ada di kamarnya.

Saat dirinya masuk, tidak ada siapa pun di kamar anak majikan nya itu, hanya ada pemandangan kasur yang berantakan dan jendela yang terbuka.

"KANG!!! KANG URIP!!! GAWAT KANG?!" panggil IRT itu sambil berteriak pada suaminya yang bekerja sebagai satpam rumah ini. Suaminya yang mendengar teriakan itu segera berlari menghampiri istri nya di kamar anak majikan nya.

"Kunaon neng, aya apaa?! Pake teriak teriak begitu?!" tanya Mang Urip yang masih mengatur napas nya karena berlari dari luar ke lantai dua rumah ini dengan tangga yang lumayan tinggi.

"Den, den Al?! Den Al kabur kang!!!" panik nya dengan wajah yang memerah menahan tangis nya. "Udah udah, neng Eris coba hubungi tuan muda, akang bakal nyari sama pak Acep, oke??" ucap mang Urip untuk menenangkan istri nya.

"Eneng diam di sini, kalo tau sesuatu cepat hubungi kakang?! Oke?!!" pesan mang Urip dan mengecup kening istrinya lalu pergi keluar untuk mencari anak majikan nya.

"Ya allah den, aden kemana sih?! Kenapa aden malah kabur!!" gumam nya dengan mata yang berkaca kaca dan tangan yang gemetar sambil memegang ponsel nya ke telinga.

"Aden?! Angkat dong telepon nya den?! Astagfirullah" bahkan nomor anak majikan nya tidak aktif dan selalu 'nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif, coba lah beberapa saat lagi'.

"Ya Tuhan, lindungi den Al!!" do'anya pada sang kuasa dan memeluk ponsel nya, berharap tuan muda nya akan menghubungi balik.

Sedangkan di jalanan setapak yang sepi dan hanya diterangi pencahayaan yang tamaram dari sinar matahari yang akan di gantikan oleh bulan, seorang remaja laki-laki bertubuh tegap tengah berjalan tak tahu arah.

Dengan kepala yang menunduk dan tangan yang di masukkan ke dalam saku celana jeans panjang nya, remaja itu berhenti di tengah-tengah sawah yang terdapat gubuk kecil. Dia duduk di sana sambil menikmati indahnya matahari yang tenggelam dan akan digantikan oleh malam.

"Cantik" puji nya pada sang matahari terbenam dengan tatapan mata yang sendu dan senyuman tipis yang terlukis indah di wajah nya.

Mata sendu nya teralih pada sepasang ekor kucing dan satu anak mereka. Remaja itu terus mengawasi setiap yang kucing itu lakukan, dari mulai anak yang mendapatkan kasih sayang dari induk nya, dan sang jantan yang setia menemani keduanya.

Remaja itu tersenyum kecut dengan mata yang masih menatap lekat lekat pada tiga ekor kucing itu. "Tuhan?! Bahkan aku kalah dengan seekor binatang?!" gumam nya dan tanpa seizin nya, air mata nya mengalir membasahi pipi nya yang sedikit tirus itu.

"Hehehehe, selemah ini ternyata?!" ejek remaja itu pada dirinya sendiri ketika merasakan basah di pipinya akibat air mata yang mengalir tanpa seizin nya.

Meong.. Meong.... Meong...
Anak kucing itu medusel di kaki remaja tersebut sambil mengeong dan mendongak. Remaja itu tersenyum lalu mengangkat anak kucing itu dan menaruh nya di pangkuan nya lalu mengusap pelan kepala kucing itu.

one sided loveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang