Helllllow, jangan lupa vomment dulu :)
*********
Kelsey's POV :
Di umur sembilan belas tahun dan telah kehilangan kedua orang tuaku adalah hal yang tidak pernanh kusangka akan terjadi padaku. Ayahku meninggal karena kecelakaan mobil yang tragis yang menimpanya, dan sekarang ibuku juga telah meninggal – dan kemungkinan yang paling buruk. Ia meninggal karena kankernya, sesuatu yang kubenci dan semakin kubenci sekarang.
Ibuku layaknya orang yang kuat. Ketika ayahku meninggal, ia mengunci diri di kamar dan menjadi depresi karenanya, ia menyibukkan dirinya. Ia bekerja, berberes, memasak, mengurusku setelah itu. Bagiku, ia adalah seorang pahlawan. Ia adalah orang yang paling setia, pekerja keras, jujur dan cantik yang ada di hidupku. Dan sekarang, ia pergi.
Luka ini tak tertahankan. Rasanya seperti ini memakanku hidup-hidup, dan aku menangis lagi dan lagi. Aku tak berhenti menangis sejak aku menemukan tubuhnya yang tak bernyawa di kasur, dan kenangan-kenangan yang dulu membuat tangisanku semakin jadi. Tapi aku tahu aku harus kuat. Demi ibu, aku harus menjaga diriku dan tetap kuat. Bisa jadi ia tak ingin melihatku seperti ini.
"Kau baik-baik saja?" suara berat yang tak asing bertanya.
Aku mengambil napas dalam-dalam ketika aku berbalik, mata biruku bertemu dengan mata hijaunya. Walau Harry tampak khawatir terhadapku. Aku merasa ia tidak seperti itu, tapi aku bisa melihat ketulusan di mata hijaunya. Itu hampir membuatku terpesona.
Aku menggeleng sebagai jawabannya, air mata mengalir ketika aku menatapnya. "Aku tidak akan pernah baik-baik saja." Kataku lembut. "Tapi aku akan berusaha, bagaimanapun caranya."
Harry menghembuskan napas ketika ia menunduk menatapku. "Aku tahu semua orang telah mengatakan ini, tapi ibumu kini berada di tempat yang lebih baik," kata Harry. "Ketika ia masih di sini, ia merasa kesakitan, dan aku tahu kau tidka ingin mendengar ini tapi ini adalah kebenaran. Ia terbaring di kasur sambil melawan penyakit kanker yang ada di tubuhnya. Ia kesakitan, Kelsey, kesakitan yang tidak pernah bisa kita ketahui. Tapi sekarang ia sudah benar-benar baik-baik saja. Dia mungkin... meninggal... Tapi ia sudah tidak merasa sakit lagi. Ia telah beristirahat dengan damai, dan ia tengah menyaksikanmu dari atas sana sekarang."
Otakku terasa direndam di dalam kata-kata Harry yang bijaksana. Dia benar. Ketika ibu terbaring lemah di kasur, melewati menit-menit dalam sekarat, ia merasakan kesakitan yang tak pernah bisa kita mengerti. Tubuhnya semakin lemah untuk menangkis penyakitnya, tapi rasa sakit telah mendominasinya. Dan sekarang ia telah meninggal, ia baik-baik saja. Ia berada di tempat yang damai.
Lalu, Harry menambahkan. "Ia mati sebagai pejuang."
Sedikit isakan keluar melewati bibirku karena kata-katanya, tanganku langsung meraih air mata bodoh yang jatuh ke pipi lagi. Aku tersedu, mendongak menatap Harry yang tengah memberikan senyuman kecil. Berdiri di kakiku yang lemas, aku sedikit berjinjit dan memberikan ciuman lembut di pipinya, membiarkan pipiku tinggal di sana sejenak.
"Thank you," aku berbisik di pipinya, sebelum turun dan berjalan menjauh. Aku sungguh harus mendengar nasehat tadi, dan terima kasih untuk Harry, aku merasa sedikit lebih baik sekarang.
************
"Kau sudah siap?" Tanya Harry lalu aku menghela napas dan mengangguk.
"Yeah," kataku. "Kapan penerbangannya?"
Harry memeriksa jam tangan Rolex yang berada di pergelangan tangan kirinya. "Sekitar satu jam lagi," katanya. "Tapi kita harus berangkat sekarang untuk menghindari macet."
Aku mengangguk, menggigit bibir bawahku. Hari ini adalah hari yang besar. Pemakaman ibu telah dilaksanakan dua hari yang lalu, dan itu penuh dengan tangisan. Di sana aku mengucapkan kata perpisahan pada ibuku, so yeah, aku menangis. Logan juga berada di sana, dan akhirnya mereka bertemu dengan Harry lagi, dan kurasa mereka tidak terlalu suka satu sama lain. Dan itu semua terbukti kemarin ketika Logan menghentikanku untuk mengatakan selamat tinggal.
*Flashback*
"Aku akan merindukanmu, Kels," kata Logan ketika tangannya melingkar di pinggangku. Menarikku ke dalam pelukannya.
Aku membalas pelukannya, tanganku melingkar di lehernya dan kepalaku bersandar di pundaknya "Aku juga akan merindukanmu, L" balasku. "Aku akan menghubungi ataupun memberimu pesan singkat kapanpun aku bisa."
Ketika Logan melepas pelukannya, aku menangkap sosok lelaki berambut keriting, "Kelsey kau harus selesai mengepakkan barang-barangmu," Harry memberi tahuku.
"Santailah, man, kami hanya mengucapkan kata perpisahan," kata Logan dengan nada sedikit kasar, membuatku mengerutkan mataku.
Mata Harry tajam ketika ia memandang ke arah Logan, dan aku menggigit bibir bawahku selagi aku menatap Harry. "Aku akan segera menyusul ke atas," aku memberitahunya dengan senyuman kecil di bibirku.
Harry menatapku, dan bisa kukatakan wajahnya sedikit tenang saat ia mengangguk, sebelum berbalik dan menaiki tangga. Ketika aku melihat Logan lagi, ia tengah memandangi anak tangga di mana tempat Harry naik.
"Aku tidak menyukainya," ia berkata blak-blakan.
Aku menajamkan alisku. "Kenapa?" aku bertanya.
Logan menggerutu, membalas tatapanku. "Ya, tidak suka saja."
"Itu bukan alasan yang dapat diterima, Logan," aku memutar bola mataku. "Lagi pula, aku tidak memintamu untuk menyukainya. Hanya sedikit... menghormatinya saja."
"Menghormatinya?" Logan mencemooh, menunduk menatapku. "Bagaimana dengan memanggilnya bajingan?"
Aku menggigit bibir bawahku. "Itu sebelumaku menyadari betapa manisnya dia," aku memberi tahunya. "Bersikap baiklah padanya, kumohon. Ia adalah lelaki yang sangat baik."
Logan memutar bola matanya. "Kelsey, apa kau mendengar dirimu sendiri? Beberapa hari yang lalu kau membenci lelaki itu. Apa yang terjadi pada itu semua?"
Aku menghembuskan napas. "Dia suamiku, Logan, aku harus terbiasa dengan kehadirannya di sekitarku bagaimanapun caranya. Dia membantuku ketika ibuku meninggal, L. Berikan dia kesempatan."
"Terserah," ia marah.
Tanganku menyusuri rambutku yang pendek. "Ayolah. Aku tidak ingin meninggalkan Florida jika kau marah seperti ini. Tersenyumlah! Untukku."
Logan terkekeh, menggelengkan kepalanya. "Sampai jumpa, Kels," katanya, menarikku dalam pelukannya lagi.
Aku tersenyum, memeluk sahabatku lagi untuk yang terakhir. "Sampai jumpa, Logan."
*End off flashback*
Sekarang tiba saatnya untuk mengatakan selamat tinggal pada Miami. Sahabatku adalah satu-satunya irang yang kutinggal di sini, setelah aku tak memiliki keluarga lagi. Menurutku sendiri, kurasa awal yang baru akan bagus untukku. Aku bisa memulai hidup baru, bertemu dengan orang-orang baru. Ibuku menginginkan ini untukku, aku tahu itu.
"Ayo, Kelsey," suara Harry membuyarkan lamunanku lalu aku menatapnya. "Kita harus berangkat."
Aku menggigit bibir bawahku, mengangguk dan memandangi rumah. Rumah di mana tempatku bertumbuh besar. Rumah di mana tempat kenangan-kenangan indah di buat. Rumah di mana aku menemukan tubuh ibuku mati tak bernyawa. Rumah yang sekarang hanya bisa menjadi kenangan lama.
Aku menghembuskan napas, menatap Harry ketika aku memberinya senyuman kilat. "Ayo."
KAMU SEDANG MEMBACA
Bound
FanfictionIbunya yang sekarat berharap agar ia menjadi istri yang bahagia, walaupun usianya baru menginjak 19 tahun. Dan sekarang, Kelsey Ross harus memenuhi keinginan ibunya itu. Sedikit yang ia tahu bahwa laki-laki yang dijodohkan dengannya adalah, Harry St...