7. Pep Talk in the Bathroom

9.3K 860 16
                                    

Hello guys! Don't forget to give a Vomment. I need ur feedback :)

********

Kelsey's POV :

Aku tak tahu bagaimana bisa aku menilai Harry begitu cepat saat itu. Maksudku, aku baru melihatnya lewat media dan dengan cepat aku mencapnya sebagai orang yang penuh ego dan tidak peduli dengan orang lain kecuali pada dirinya sendiri. Itu adalah sebuah kesalahan. Sepulangnya dari makan malam, ia tak hentinya meminta maaf dariku atas perlakuan paparazzi yang kasar. Walaupun itu bukan salahnya dan ia tidak bisa mengontrolnya, ia tetap meminta maaf –betapa manisnya dia.

Harry pergi ke studio lagi hari ini, jadi aku sendirian sekarang. Dan sedari tadi aku duduk sendirian di apartemen, dan tidak ada yang kulakukan, maka kuputuskan untuk berganti pakaian. Aku mengenakan jeans dan sweater yang kebesaran dan juga kacamata sebelum berjalan keluar. Aku tahu ada sebuah Starbucks di sekitar ujung jalan, jadi aku berjalan menuju ke sana.

Aku sudah menyukai London – sangat menyukainya. Aku sudah terbiasa dengan cuaca yang panas, jadi atmosfer cuaca yang dingin di sini terasa sangat nyaman dan aku suka itu. Plus, kapanpun aku mendengar aksen seseorang, itu sangatlah unik dan menarik serta membuatku ingin menjadi orang British. Orang-orang di sekitar sini juga manis dan ramah, selalu tersenyum serta membuatku nyaman. Itu adalah sesuatu yang tidak dimiliki kampung halamanku, kecuali jika kau berada di pandangan baik beberapa orang.

Ketika aku memasuki kafenya, harum kopi segar langsung menyapa indera penciumanku dan aku pun tersenyum. Aku berdiri di tempat antrean dan ketika giliranku tiba, aku memesan mocha dengan ekstra krim untukku, kemudian berjalan keluar dari Starbucks. Ketika aku menyesap minumanku, aku menoleh ke kiri dan seketika itu juga orang-orang berjalan dan ada mobil melaju. Karena itu, tak sengaja aku menabrak seseorang.

"Oh, Ya tuhan, aku minta maaf!" segera aku meminta maaf, mengetahui bahwa itu adalah kesalahanku.

"Tak usah khawatir." Aku menatapnya dan melihat bahwa ia seumuran denganku atau mungkin lebih muda dariku tengah tersenyum padaku. Lalu ia menjulingkan mata hazelnya, kemudian matanya membesar. "Tidak mungkin, kau Kelsey, benar? Istri Harry Styles?"

Mataku membesar di balik kacamataku, terkejut karena nyatanya si gadis berhasil mengenalku. "Aku.. Uh, um," aku tergagap.

Senyumannya melebar. "Itu adalah kau!" ujarnya dengan aksen Britishnya. "Aku adalah penggemar berat One Direction, kau tak akan tahu. Bisakah aku berfoto denganmu?"

Bibirku menganga ketika aku memandanginya menanyakan hal itu. "K- Kenapa kau ingin berfoto denganku?" tanyaku, yang sebenarnya kebingungan.

"Karena kau istri Harry Styles," ia menyengir, seakan-akan itu adalah hal paling berharga di dunia. Aku sendiri, belum terbiasa dengan status itu. "Kumohon? Hanya satu foto?"

Aku menggigit bibir bawahku, tapi mengangguk. "Tentu," aku memberinya senyuman kecil.

Ia menjerit kesenangan sebelum akhirnya berdiri di sampingku dan mengeluarkan iPhone-nya. Aku tersenyum di sampingnya selagi ia memotret selfie untuk kami, dan berkata, "Terima kasih banyak!"

"No problem," aku tersenyum, masih bingung dengan apa yang barusan terjadi.

"Well, lebih baik aku lanjut pergi sekarang," ia tersenyum dan sebelum melangkahkan kakinya menjauh, ia berbalik dan berkata, "Aku turut berduka atas kepergian ibumu."

Aku tak bisa melakukan apapun selain tersenyum sejenak dan berjalan menjauh. Ia adalah penggemar dari the boys, dan ia tahu siapa aku. Tak perlu menyebutkan lagi, ia tak kasar terhadapku seperti yang kubayangkan selama ini. Pada faktanya, ia manis dan tulus mengucapkan rasa berduka citanya atas kematian ibuku.

BoundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang