23. Nap Time

6.6K 620 47
                                    

Vomment! OK?

*********

Kelsey's POV :

"Aku suka ini karena berada di samping perairan," komentarku ketika aku berdiri di bagian lantai arena, melihat ke samping tempat di mana ada badan air yang besar mengelilingi panggunnya, kecuali di bagian depan. Para fans berada di sini, bagi yang memiliki tiket sound check, dan berdiri di depan panggung selagi mereka menonton the boys tampil.

"Aku juga menyukainya," kata Paul di sampingku, menyilangkan tangannya di dana sambil menoleh ke arah panggung, tempat di mana the boys sedang menyanyikan lagu-lagu. "Jika mereka banyak lagak, aku bisa melempar mereka ke air."

Aku meledakkan tawaku pada komentar Paul, sambil menggelengkan kepalaku. "Itu adalah impianmu, bukan begitu, Paul?" tanyaku dengan terbahak-bahak.

Ia nampak kesal, lalu menggelengkan kepalanya. "Mereka menyebalkan seperti rasa sakit di bokong untukku tangani, kuberi tahu kau."

"Entah kenapa itu tidak terlalu sulit untuk dipercaya," balasku dengan senyuman penuh arti saat Niall dan Harry melakukan beberapa tarian yang aneh ketika mereka menyanyika n bagia chorus di lagu Rock Me. Dasar idiot.

Di pertengahan sound check the boys, aku bangkit dan melangkahkan kakiku menuju ke jalan masuk di mana ada beberapa fans yang sedang berdiri, berusaha melihat-lihat ke dalam gerbang untuk melihat the boys. Dengan cepat, aku merunduk agar tak terlihat lalu berjalan ke arah bus, mendekati gerbang sehingga aku dapat melihat dua satpam yang sedang berbicara dengan dua orang gadis.

Mereka terlihat lebih muda dariku, sekitar lima belas dan sepuluh tahun. Diam-diam aku berdiri di dekat mereka sambil menyaksikan si gadis yang lebih mudah itu berada di kaki gadis yang lebih tua, sambil gadis yang berumur lima belas tahun itu berbicara serius pada satpam, yang tampak mengabaikan mereka. Ada air mata di mata gadis itu dan salah satu satpam hanya menggelengkan kepala mereka, dan samar-samar aku bisa mendengar apa yang ia katakana.

"Itu tidak adil!"

Gadis yang lebih mudah hanya bersandar di kaki gadis itu, nampak bingung dan di situlah aku sadar bahwa mereka adik-kakak; keduanya memiliki rambut blonde berwarna madu dan bermata hijau, meskipun gadis yang satunya matanya kini memerah karena ia menangis.

Menggigit bibir bawahku sejenak, aku pun melangkahkan kakiku dan mendekati mereka. Cemberut pada satpam. "Apa yang terjadi di sini?" tanyaku.

Para gadis menoleh padaku, dan mata gadis yang lebih tua melebar, kukira ia mengenaliku. "Gadis ini menyatakan bahwa mereka kehilangan tiket sound check mereka," kata salah satu satpam. "Dan kami tidak bisa membiarkan mereka masuk tanpa tiket itu."

Aku memeriksa jam tanganku, dan menyadari bahwa masih ada waktu setengah jam lebih untuk sound check, jadi aku menatap para gadis itu dan berkata, "Kalian berdua tunggu di sini, ok? Aku akan kembali."

Dengan penuh semangat mereka mengangguk lalu aku memutar tumitku dan kembali berlari kecil ke arah tempat di mana Paul berada, Ia menatapku dengan menajamkan alisnya. "Semuanya baik-baik saja?" tanyanya.

Aku menghela napas. "Ada dua orang gadis di luar sana," aku mulai menjelaskan, "dan seseorang telah mencuri tiket sound check milik mereka. Aku tahu mereka tiak berbohong, karena aku bisa dengan mudah mengenali orang yang sedang berbohong dan salah satu gadis di luar sana terisak-isak, Paul. Adakah yang dapat kaulakukan untuk mereka?"

Paul menoleh ke panggung sejenak lalu menarik pundakku untuk memimpinku kearah dari mana aku muncul tadi. Dengan menghela napas, ia mengangguk dan berkata, "Ikut aku."

Aku pun mengikutinya menuju gerbang tempat di mana para gadis dan satpam berada. Lalu Paul mengatakan sesuatu pada kedua satpam itu dan mereka mengangguk, kemudian ia memberi arahan pada para gadis itu. "Kalian berdua, ayo," katanya dengan lembut.

BoundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang