Escape mission...

94 25 1
                                    

"ok, siap semua!"

Heh, tunggu dulu aku belum menemukan sesuatu yang benar-benar aku takuti! Masih untung kalau yang keluarnya kecoa, kalau yang keluarnya bak kunti sama om pocong gimana? Masa nanti gua bilang gua pernah disetanin pas lagi di Indo. Kek, aneh jir.

"Satu…"

Heh, kok udah ngitung!

"Dua…"

Dih, si geblek! Cepet banget ngitungnya!

"Tiga!" Dengan tongkatnya Lupin membuka lemari itu, lalu seperti yang yang dia katakan, Snape dengan muka horornya keluar dari lemari.

Aku jadi membayangkan bagai mana kalau saja Snape tidak jadi keluar dan memilih menonton kelas kita hari ini. Ada dua Snape dalam satu ruangan, bagai mana si culun itu tidak ingin bunuh diri.

Longbotten mengangkat tongkatnya saat Boggart Snape itu melangkah kian mendekat.

"R–r–riddikulus!" Rapal si culun itu terbata-bata. Sihir itu mengenai Boggart sampai ia terhuyung beberapa langkah ke belakang, dan kini dia memakai pakayan konyol.

Semua orang tertawa terbahak. Tentu saja, siapa yang tidak ngakak melihat si sangar Snape mengenakan daster renda dengan topi tinggi besar yang terdapat burung nasar di atasnya belum lagi di tambah dia membawa tas merah besar di lengan. Haha, tunggu sampai Snape mendengar tentang ini!

"Pavati, maju!" Seru Lupin, anak itu maju dengan penuh percaya diri bersamaan dengan aku yang melangkah mundur dengan penuh percaya diri pula.

Snape yang berpakaian konyol kini berubah menjadi mumi yang berdarah-darah dan berjalan terpincang-pincang mendekat. Yang satu itu cukup menyeramkan.

"Riddikulus!" Seru Pavati lantang. Seketika mumi itu jatuh tersandung tali pembungkusnya sendiri, tawa kembali menggema di ruangan ini.

Si anjing kembali memanggil murid lain sedangkan aku makin melangkah mundur, kini mumi itu berubah jadi– bak kunti! Aku serius! Seseorang menjadikan Boggart itu kunti! Wanita berambut panjang mengerikan dengan wajah pucat pasih kurus seperti hanya tulang. Aku tidak tahu kalau mereka juga mengenal kunti.

"Riddikulus!" Si kunti membuka mulutnya lebar-lebar seolah ingin berteriak, namun suara yang keluar dari mulutnya justru suara cicitan tikus, dan tak lama ia pun berubah menjadi tikus yang mengejar ekornya sendiri. Yang benar saja, bagai mana bisa tikus jadi hal yang lebih baik!

Boggart itu berubah menjadi ular berbisa, bola mata berdarah, slinderman dan berbagai macam hal mengerikan lainnya. Dia terus berubah mengikuti siapa yang ada di hadapannya.

"Dia kebingungan." Kata Lupin dan ia pun memanggil anak lain untuk menghadapi makhluk aneh itu. Aku kian mundur dengan murid lain yang makin melangkah maju tak sabar untuk menghadapi makhluk aneh, abstrak, labil, ambigu itu.

Kini Boggart berubah menjadi potongan tangan yang mengingatkanku pada film Wednesday.

"Riddikulus!" Entah siapa yang meraplkannya, tangan itu kini terjepit perangkap tikus yang membuatnya tak dapat lagi merangkak mendekati kami.

Seseorang maju lagi dengan aku yang makin mundur, kini orang itu membuat Boggart berubah menjadi laba-laba raksasa yang membuat beberapa anak lain menjerit. Laba-laba itu besar gila! Aku yakin itu pasti si rambut merah Weasley.

"Riddikulus!" Laba-laba itu pun kehilangan kedelapan kakinya dan berguling-guling membuatnya makin terlihat mengerikan.

Aku sudah di bagian paling belakang dari kerumunan orang yang tidak sabar berhadapan dengan Boggart, aku tidak lagi dapat melihat siapa yang sedang menghadapi makhluk itu. Kalau Potter membuat Boggart itu berubah menjadi Valdemort tentu aku hanya akan dapat melihat puncak kepala botaknya yang putih kinclong.

Sesaat aku lupa kalau bukan Valdemort yang dia summon, tapi si bintang film horor the one and only Potter's fraid of.

Kita sambit!

Suara dram, drum! drum! drum!

Boggart itu kini berubah mejadi makhluk mengerikan berpakaian hitam dengan wajah yang tidak tampak, dia seperti malaikat maut yang sering di gambarkan orang-orang lewat lukisan.

Aku tidak bisa melihat jelas apa yang terjadi di depan sana, aku tidak dapat melihat jelas si anjing yang dengan sigap meloncat ke depan Potter untuk melindungi The chosen one itu. Tapi aku tahu itu sedang terjadi karna kini aku lihat dari kejauhan ada bulan yang bersinar.

"Riddikulus!" Rapal si anjing itu, suaranya terdengar ragu, tapi setidaknya mantranya bekerja. Bulan itu berubah menjadi balon yang kempis dan meluncur masuk kembali ke dalam lemari.

"Hebat sekali!" Seru si anjing yang di susul dengan tepuk tangan meriah. "Luar biasa! Bagus  anak-anak! Aku hadiahi lima poin untuk setiap anak yang menghadapi Boggart, dan untuk Hermione dan Harry."

"Tapi saya tidak melakukan apa-apa." Ah, si sialan ini, bersyukur saja sih kalau dapat poin tambahan. Poin di kurangin ngomel, sekarang di tambahin juga masih di masalahin, emang rada-rada ya pemeran utama satu ini.

"Kamu dan Hermione sudah menjawab pertanyaanku dengan baik di awal kelas, Harry." Kata Lupin enteng. "Baik anak-anak, pelajaran yang bagus. PR, kalian baca bab tentang Boggart dan buat ringkasannya untukku, dikumpulkan hari senin. Sampai sini dulu kelas kita hari ini."

Semua murid keluar dengan penuh semangat membicarakan apa yang baru saja terjadi di dalam sana. Semua keluar dengan perasaan senang dan bersemangat, sedangkan aku dengan perasaan lega dan penuh syukur. Aku tidak perlu menghadapi Boggart itu.

"Kenapa selama di kelas aku tidak melihatmu, Emily?" Tanya Helen. "Saat awal kelas kamu di sampingku kan."

"Ya ampun Helen. Kamu pikir aku harus selalu ada di samping kamu? Tadi itu aku terlalu bersemangat sampai meninggalkan kamu di belakang, maaf ya." (Bohong)

"Jadi apa kamu berhasil?" Tanya Patrick.

"Kamu buta ya? Aku tidak sempat, kalau saja Potter tidak menghalangiku mungkin aku bisa melawan makhluk abstrak itu." (Bohong lagi)

Jangan anggap aku menghindari Boggart itu karna aku takut. Aku tidak takut aku hanya tidak ingin merusak alur cerita, aku ingat jelas tidak ada anak bernama Emily yang dipanggil menghadap makhluk itu. Kalau aku maju aku bisa merusak alur cerita.

Jadi bukan karna aku takut, aku sama sekali tidak takut dengan Boggart sama sekali tidak, tidak sedikitpun. Aku tidak takut dengan makhluk seperti itu. Aku tidak takut– mungkin sedikit.

"Kamu ada di depan?" Helen kembali bertanya. Kenapa dia harus banyak bertanya sih, wartawan kah dia?

"Yup."

"Tapi aku juga ada di depan dan tidak melihat kamu."

"Depan sisi kiri."

"Aku di sisi kiri."

"Oh berarti aku di sisi kanan."

"Apa kamu yakin?" Kini Alex ikut mempertanyakan keberadaan ku.

"Kenapa sih kamu ini? Aku memang terkadang lupa mana sisi kanan mana sisi kiri, aku tidak memakai jam." Protes ku sambil menunjukkan kedua lenganku. "Kamu mengatakannya seolah kamu tidak pernah salah saja."

"Tapi Potter–"

"Patrick! Ayo kita ke dapur dan mencuri beberapa cemilan!"ajak ku sambil merangkul leher pria yang tingginya sama denganku. Sebenarnya aku melakukan itu untuk memotong perkataan Helen.

"Wah, ide bagus!"

"Tapi sebentar lagi makan siang."

"Aku ikut juga!"

"Tidak Delia! Kalau ramean bukan mencuri namanya, tapi rampok."

Aku bisa melihat wajah kecewa Delia, tapi aku tidak butuh dua orang untuk melarikan diri.

"Pergilah dengan yang lain, aku akan membawakan cemilan yang cukup untuk kita semua." Aku pun lanjut melangkah pergi bersama Patrick.

Escape mission… Success!

Si Paling HogwartsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang