Semua orang benar-benar bersemangat hari ini, dan tentunya sangat sibuk. Hari ini mereka akan pulang untuk liburan natal. Kamarku juga sudah sepi semua orang sudah keluar.
"Seharusnya kamu tinggal saja di rumahku, aku yakin keluargaku akan senang." Kata Anabel saat aku mengantar mereka keluar kastil, untuk apa aku mengantar mereka, heh?!
"Datang saja ke rumahku, kakakku pasti akan senang kedatangan tamu perempuan." Kini Patrick ikut menawarkan tempat. Dari 4 bersaudara keluarganya, anak ke 3 adalah satu-satunya anak perempuan di keluarga Patrick.
"Tidak, terima kasih." Alasan Tommy melarang ku pulang tentu saja bukan hanya karna dia sibuk, Tommy selalu berpikir Hogwarts adalah tempat teraman di dunia, karna itu dia lebih mempercayakan aku di tempat ini dari tempat manapun bahkan rumah sendiri. Setidaknya selama Dombeldor masih hidup.
"Kalau begitu sampai jumpa lagi, aku akan mengirimkan mu surat." Kata Anabel sambil melambai.
"Jangan lupa kembali sambil membawakan ku hadiah, kalau tidak kalian tidak akan aku izinkan masuk kamar." Kataku sambil melambai balik pada mereka. Aku tidak ingin melewati pintu kastil ini, salju di luar sana sangat tebal.
Yah, mereka pergi. Mungkin aku akan sedikit merindukan mereka, apa lagi aku dengar tahun ini hanya sedikit sekali anak yang tidak pulang aku dengar hanya belasan orang 12 atau 15 aku lupa. Bayangkan tempat sebesar ini hanya di huni 15 orang, kastil ini akan terasa seperti kastil berhantu. Tempat ini memang sudah berhantu sih.
"Apa kamu baik-baik saja?" Aku terkejut mendengar suara seseorang di belakangku, tapi aku tetap berusaha terlihat santai dan menoleh ke belakang dengan tenang.
Harus terlihat cool di setiap situasi.
"Ya, aku baik-baik saja." Kataku pada Alex di belakangku. Dia pasti mengkhawatirkan ku karna kejadian kemarin sore, tapi dia tidak perlu khawatir setelah tidur larut semalam perasaanku jadi lebih baik.
"Apa kamu yakin? Aku mengkhawatirkan mu."
"Aku baik-baik saja, sungguh. Terima kasih sudah mengkhawatirkan ku, aku senang mendengarnya tapi sekarang sudah cukup khawatirnya. Aku sudah tidak memikirkan masalah itu lagi."
Alex tersenyum tipis saat aku mencoba meyakinkannya, mengingat kalau dia sudah melihat seberapa kejamnya aku membuatku malu. Dia melihat diriku sebenarnya, aku bukan hanya anak Slytherin yang jahil, yang senang merendahkan orang lain atau lupa arah dan dungu, aku juga seorang gadis kejam yang dapat melukai seseorang tanpa ragu.
Terkadang aku benci diriku yang bagian itu. Karna kenyataannya baik Sarah atau pun Emily, aku memang sekejam itu. Aku se-menyebalkan itu.
"Kamu tidak percaya padaku?"
"Ya, aku percaya." Kami pun berpelukan. Dia memang teman yang baik, saat aku hanya berdua dengannya aku merasa dia satu-satunya teman yang aku punya. Karna Alex, tanpa aku menceritakan siapa aku dia sudah lebih dulu tahu.
"Jaga dirimu." Katanya dalam pelukan kami.
"Aku yang seharusnya berkata begitu, jangan sampai Black menemukanmu." Dia tertawa, begitu pula aku.
Setelah kami menyelesaikan pelukan kami aku memakaikannya topi rajut yang pernah dia pakaikan padaku. Aku mengembalikannya. Alex temanku tentu akan aku kembalikan barangnya, berbeda dengan Aron.
"Aku pikir ini tidak akan kembali."
"Karena aku baik jadi aku kembalikan."
"Baik lah aku pergi dulu." Dia pun melangkah meninggalkanku. "Oh ya, jangan berbuat onar selama ku pergi, karna kali ini aku tidak akan ada untuk mengawasi mu." Katanya sambil berjalan mundur. Aku harap dia tersandung atau terpleset salju agar aku bisa menertawakannya dengan puas.
"Haha, aku? Yang benar saja. Orang sepertiku berbuat onar?"
Alex tidak membalas lagi, menatapku dengan mata yang seolah berkata 'yang benar saja'. Dia melambai sekali dan berbalik berjalan cepat melewati tumpukan salju di depannya.
Yup, semua pergi. Semua temanku sudah pergi, masih ada beberapa anak yang melewati ku tapi aku tidak kenal mereka semua, mereka tidak penting. Sekarang waktunya aku kembali ke kamar, aku tidak tahu apa yang akan aku lakukan sekarang tapi akan aku cari tahu nanti di kamar.
"Emily!" Ya ampun siapa lagi ini. "Kamu tidak pulang?" Nah kan si Hufflepuff.
"Tidak Hufflepuff, ayahku sibuk dan aku tidak bisa pulang. Oh ya ini milikmu." Aku membuka mantel dan syal yang menutupi tubuhku dan memberikannya pada anak yang masih menatapku bingung.
"Jangan tanya apa-apa lagi dan segera lah pergi, aku malas menjawab pertanyaan mu. Sampai jumpa di semester depan." Aku langsung melangkah pergi, aku memang lagi malas berbicara dengan orang asing. Aku tahu dia bingung tapi kalau aku menjawabnya akan muncul lebih banyak lagi pertanyaan dan aku sedang malas bercerita.
∅
"Selamat natal!" Kataku sambil merenggangkan tubuh di pagi natal. Entah ke siapa aku mengatakan ini, hanya ada aku seorang di kamar ini. Ada sih seorang lagi gadis berwajah muram anak tahun kelima, tapi aku jarang bertemu dengannya.
Dengan malas aku turun dari ranjang dan menyempatkan diri untuk menyisir rambutku yang sudah mulai panjang. Saat pertama kaki di dunia ini Emily memiliki rambut pendek di atas bahu sekarang rambut ku sudah sepunggung, kira-kira kapan ya aku memotongnya? Apa aku biarkan saja panjang seperti rambut Fiona?
Ah, ngomong-ngomong Tommy masih mengingatku tidak ya? Apa dia, si bapak paling sibuk ini, lupa kalau punya anak. Satu-satunya cara agar aku tahu adalah dengan memeriksa pohon natal.
Aku selesai merapihkan rambutku aku bahkan menambahkan pita hitam yang mengikat sebagian rambutku, aku belum pernah menghiasi rambutku sebelumnya tapi karn hari ini natal jadi aku melakukannya. Ini juga bukan milikku, ini milik Anabel yang tertinggal, jangan khawatir Anabel aku akan menjaga benda ini dengan baik, saking baiknya sampai aku lupa kalau ini bukan punyaku.
Saat tiba di ruang rekreasi aku melihat hanya ada satu bungkusan hadiah di bawah pohon natal. Ada dua kemungkinan pertama si anak tahun kelima itu tidak dapat hadiah, dan yang kedua dia sudah mengambilnya lebih dulu. Aku mempercayai kemungkinan kedua karna pagi ini aku bangun agak siang.
Kemungkinan aku tidak mendapat hadiah? Ah, itu tidak mungkin, aku ini anak kesayangan Tommy (karna memang hanya aku satu-satunya) mana mungkin dia lupa.
Aku menghampiri pohon natal itu dan melihat tulisan di bungkusan hadiah dengan pita merah itu tertulis kalau hadiah itu untukku dari Tommy. Aku bilang juga apa, dia tidak mungkin melupakanku.
Aku membuka kado itu di dalamnya terdapat mantel panjang berwarna abu gelap. Mantel itu bagus sekali model Casual panjang di atas lutut bahannya juga cukup tebal dan hangat. Tommy memang paling mengenal aku.
Ada surat juga di dalamnya.
Untuk Emily,
Maaf aku tidak bisa menemani malam natalmu tahun ini, aku benar-benar menyesal. Kamu tahu seberapa aku merindukanmu.
Aku merindukan saat kita memasak kue kering tahun lalu, tapi jangan khawatir tahun depan aku pastikan kamu dapat merayakan malam natal bersamaku di rumah.
Tahun ini aku benar-benar sibuk bahkan aku tidak dapat pulang ke rumah beberapa hari terkahir. Hari ini aku menyempatkan diri pulang agar aku bisa mengirimkan kamu hadiah, semoga kamu menyukai hadiah dariku.
Kamu tahu, mantel itu adalah mantel yang sama persis seperti saat pertama kali aku bertemu ibumu di saat dia berusia sama denganmu. Aku harap aku bisa melihatmu mengenakannya.
Selamat natal Emily ku.
Tommy.Hah, manis sekali bapak satu ini. Kalo cari pacar mau yang kaya dia ah, nanti kalo aku mati dia bakal susah move on dan tersiksa dalam perasaan berkabung karna kehilanganku. Bwahahahaha (Devilish laughter)
'–mantel itu adalah mantel yang sama persis seperti saat pertama kali aku bertemu ibumu di saat dia berusia sama denganmu.' Aku menatap mantel di tanganku, jadi mereka bertemu pertama kali saat di Hogwarts ya.
(Sepertinya aku pernah mendengar Fiona bercerita tentang pertemuan pertama mereka tapi entah kenapa rasanya ada yang janggal)
Aku mencium mantel itu, masih tertinggal aroma Tommy yang bercampur aroma pakaian baru, Fiona pasti manis sekali saat memakai ini saat muda.
"Aku jadi makin penasaran seperti apa ayah dulu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Si Paling Hogwarts
FanfictionWelcome back Emily! Siapa sangka ternyata perjalanan Sarah AKA Ara di dunia Harry Potter belum selesai. Ia kira setelah menyelesaikan cerita pertama dari seris film terkenal itu ia akan bisa kembali ke kehidupannya yang normal. Tapi ternyata itu tid...