cewe, tunggal, piatu, beban keluarga, bahagia

215 41 4
                                    

Aku menuangkan sirup mapel ke atas pancake di kedua piring untukku dan Tommy. Hah, ternyata aku cukup handal memasak sarapan barat satu ini, kalau tahu begitu aku tidak akan menghabiskan sisa waktu hidupku dengan memasak makanan instan di kostan kecilku. Aku bisa membeli beberapa bahan dan membuat sarapan sederhana ini.

Aku berusaha menuangkan sirup manis lengket itu se-rapih mungkin, membuatnya terlihat persis seperti yang tampak di iklan-iklan dan buku resep. Yah, tapi tetap saja ini Sarah, aku tidak pernah bisa membuat sesuatu jadi sangat rapih, selalu saja ada sedikit berantakan. Seperti saat ini aku sedikit menumpahkan sirup keluar piring membuatku harus mengelapnya dengan jariku, sudahlah yang berantakan ini untukku saja.

"Aku mencium bau masakan lezat, apa yang kamu buat pagi ini?" Tanya Tommy yang baru saja keluar kamar mandi dengan rambut setengah basahnya.

"Sarapan pagi ini, pancake spesial buatanku." Aku meletakkan ke dua piring itu di meja, satu di depan Tommy satu lagi untukku.

"Wow, kelihatan lezat."

"Ayah mengatakan itu karna ayah lapar kan. Oh, tunggu sebentar–" aku menghentikan gerakan tangan Tommy yang tak sabar hendak memotong pancake nya.

Aku mengambil toples berisi beberapa beri dari kulkas dan menyusun 3 buah beri di puncak pancake di hadapan Tommy.

"Sempurna." Ucapku bangga.

"Kini aku merasa seperti makan di rumah makan."

"Permisi tuan." Kataku bersikap seolah seperti seorang pramusaji yang membawa serbet untuk makan. 

"Oh, tentu saja." Kata Tommy tertawa, dia pun sedikit memundurkan kursinya mempersilahkan ku meletakkan serbet di pangkuannya, sebagaimana para pramusaji melayani pengunjungnya.

"Pelayanan yang bagus, sepertinya aku harus memberikan tip yang besar."

"Terimakasih atas kebaikan anda, jangan lupa bintang limanya."

"Bintang lima? Kamu pikir ini kompetisi anak taman kanak-kanak? Apa kamu masih menginginkan stiker bintang?"

Ah, Fuck! Gua keceplosan, taun segini mana ada sistem bintang lima, dikira gofood.

Bersyukur Tommy hanya menganggapnya sebagai candaan belaka, kalau di membawa serius apa yang aku kataan bisa-bisa urusannya panjang. Aku tidak ingin ada berita seorang gadis diduga melakukan time travel.

"Aku pasti akan merindukan sarapan pagi ini." Kata Tommy yang mulai menikmati masakanku.

Beberapa hari lagi aku akan berangkat ke Hogwarts, dan sepertinya itu adalah hal yang cukup berat bagi pria satu ini. Entah memang setiap tahun seperti itu atau hanya karna tahun ini ada bahaya yang cukup mengancam.

"Karna itu aku akan selalu memasakan untuk ayah selama aku di rumah. Padahal masakanku tidak terlalu enak, tapi ayah tetap saja suka."

"Iyaa aku tahu, karna itu kamu harus banyak belajar."

Aku terkejut dengan apa yang dia katakan tanpa sadar aku menatapnya sambil mengerutkan kening.

"Kenapa? Kamu mengira aku akan berbohong dan mengatakan kalau masakanmu adalah makanan paling enak di dunia?"

"Masakan ayah juga buruk kok, ayah yang seharusnya belajar masak karna setelah aku berangkat ke Hogwarts, ayah harus memasak untuk diri sendiri."

Tommy tertawa, jelas dia tidak ingin kalah dan mulai mencari-cari kesalahanku. Akhirnya meja makan pagi ini di isi dengan topik pembicaraan yang membahas siapa yang paling pandai memasak dan siapa yang lebih harus belajar masak.

Si Paling HogwartsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang