Hah, aku seolah merindukan sesuatu yang tak pernah aku temui. Bau udaranya, lembab nya, keanehannya, semua hal tidak masuk akal yang ada di sini, aku merindukan semua itu. Aku tahu aku pernah berada di sini sebelumnya, tapi aku merasa tidak benar-benar mengingatnya walau sesekali aku merasa sangat familiar dengan sesuatu, contohnya Tommy dan kereta merah hitam klasik itu.
Saat ini pun saat aku menaiki tangga menuju aula besar aku merasa ini adalah sesuatu yang memang biasa aku lakukan, dan masuk ke dalam deretan hal yang aku rindukan.
Saat kami memasuki aula besar tempat itu sudah cukup ramai, aku bisa melihat beberapa dari mereka masih berkeliaran ada beberapa anak dari asrama lain yang tidak berada di mejanya. Seperti yang aku lihat ada beberapa anak Ravenclaw yang berkunjung ke meja Grifindor untuk mengobrol dengan temannya, begitu pula asrama lain.
Dari depan pintu aula aku melihat seorang gadis yang tampaknya cukup aku kenal tapi aku lupa namanya, gadis itu duduk dan mengobrol di meja Ravenclaw dengan teman-temannya. Siapa ya anak itu, aku lupa namanya.
Kami pun duduk di meja panjang milik anak-anak Slytherin yang terletak di bagian paling ujung kiri ruangan bersampingan dengan meja asrama Ravenclaw. Setidaknya tahun ini aku tidak perlu berdiri lama-lama seperti tahun pertama, kali ini pinggang jompo ku dapat bernafas sedikit lebih lega.
"Hey, Emily!" Sapa seorang pria di hadapanku, dia tampak sangat bersemangat melihat kehadiranku.
Ah, anak ini. Aku tahu dia aku kenal dia dengan baik, anak yang menyenangkan, nakal dan sedikit bodoh. Ahk, siapa ya namanya aku lupa, namanya seperti salah satu tokoh kartun kotak kuning.
"Apa-apaan ini, Patrick. Kenapa kamu hanya menyapa Emily?!" Protes Delia yang langsung menepuk kuat bahunya.
"Ah, kasar sekali sih."
Di samping anak itu ada seorang pria lain yang tersenyum ke padaku. Dia Alex, aku ingat dia. Dia yang memberikan ide pergi ke lapangan Quidditch saat tahun pertama. Kalau aku tidak salah ingat ya.
"Bagai mana kabarmu? Apa sekarang kemampuan terbang mu sudah membaik?"
Apa-apaan anak ini, apa dia sedang meledekku?!
"Aku selalu berkembang dari hari ke hari, aku yakin kali ini aku lebih hebat darimu." Kataku penuh percaya diri, padahal aku sendiri tidak tahu bagai mana kemampuan terbang ku sekarang.
"Wow, aku takut." Kata Alex dengan nada meledek. Sialan juga ternyata anak itu.
Kami asik sekali mengobrol sampai akhirnya Mcgonagall mencuri semua perhatian kami agar mendengarkan Dombeldor tua berpidato. Pidato orang tua yang biasa membosankan, aku yakin kamu juga tidak ingin mendengarkan ocehan membosankan orang tua itu.
Sampai pada bagian menarik tiba, dimana topi penguji masuk ke dalam ruangan. Para anak baru sudah tidak sabar, tampaknya mereka benar-benar menantikan hari ini.
"Bagai mana kalau kita buat taruhan. Yang bisa menebak ke asrama mana setiap anak akan mendapatkan satu gallion. Siapa yang ikut?" Saran Patrick.
Aku yang waras tentu tidak tertarik dengan pertaruhan ini, Alex, Helen dan Galia juga tampak tidak tertarik. Tapi tidak dengan yang lain, mereka tampak bersemangat dengan pertaruhan ini, terutama Delia.
"Bukan sombong tapi menebak seperti ini adalah keahlianku." Katanya penuh semangat.
"Ho ho, jangan gegabah karna sekarang lawanmu itu aku." Balas Patrick yang menanggapi semangat Delia.
"Wow, aku tidak tahu kalau anak payah satu ini suka berjudi."
"Bukankah lebih baik terlihat payah untuk melihat orang bodoh bangga."
KAMU SEDANG MEMBACA
Si Paling Hogwarts
FanfictionWelcome back Emily! Siapa sangka ternyata perjalanan Sarah AKA Ara di dunia Harry Potter belum selesai. Ia kira setelah menyelesaikan cerita pertama dari seris film terkenal itu ia akan bisa kembali ke kehidupannya yang normal. Tapi ternyata itu tid...