"tadi itu apa sih?" Tanya Patrick saat kami berjalan kembali ke ruang rekreasi setelah kelas Hagrid. "Aku sedang menjinakkan Hippogriff tapi tiba-tiba ada teriakan Malfoy."
"Kamu masih menjinakkan Hippogriff? Selama itu?" Ledek Delia yang memang senang sekali merendahkan orang lain, aku dan dia ini 11 12 bedanya dia terus terang-terangan mengatakannya sedangkan aku hanya mengatakannya kalau memang dibutuhkan.
"Heh! Asal kamu tahu saja Hippogriff yang kami hadapi itu sangat keras kepala tahu! Harga dirinya jauh di atas langit, menembus langit malah, iya kan Emily!"
"Hah, Emily juga tidak bisa menjinakkan Hippogriff?!" Delia tampak terkejut dan hampir tertawa lepas. Keterlaluan sekali kenapa dia harus menyebut namaku sih.
"Kasihan sekali Emily kita ini, sudah tidak dapat menggunakan sapu terbang dengan baik, tidak bisa menjinakkan Hippogriff pula. Sudahlah merangkak saja kamu di tanah." Alex menertawai ku. Sejak kapan dia jadi se-menyebalkan ini?! Pasti dia tercemar pengaruh Patrick.
"Tutup mulutmu sialan!" Bisikku menggertak. Alex hanya mengangkat kedua tangannya tanda menyerah.
"Hey, kalian belum ada yang menjawab pertanyaan ku loh." Patrick mengingatkan setelah Alex menyebutkan kata kunci dan membiarkan para gadis masuk lebih dulu.
Sepertinya Patrick sangat penasaran, bagai mana tidak selama perjalanan kembali ke ruang rekreasi semua orang membicarakannya dan mengatakan kalau Hagrid harus di pecat. Aku tidak penasaran karna tanpa melihat pun aku sudah tahu apa yang terjadi.
"Malfoy di serang Hippogriff." Jawab Helen yang menjawab rasa penasaran Patrick.
"Bagai mana bisa?"
"Sepertinya dia mengatakan sesuatu yang menyinggung makhluk itu. Bersyukur Hagrid cepat mengendalikan Hippogriff itu atau tangan Malfoy akan lebih dari robek." Kami mengambil duduk di sebuah sofa tak jauh di sisi kiri dari perapian yang menyalakan nyala api hijau.
"Tangannya robek?" Patrick tampak terkejut.
"Iya, darahnya sampai mengotori jubah yang dia kenakan." Jawab Delia.
"Tapi kenapa kamu tidak terkejut seperti Patrick?" Tanya Anabel yang menatapku penuh selidik.
"Aku sih memang tidak terkejut kalau orang seperti Malfoy di serang Hippogriff, kalau kamu yang di serang aku pasti terkejut sampai tidak akan percaya sekalipun aku melihatnya." Kataku hiperbola.
"Apa kamu akan se-panik Pansy kalau itu aku."
"Pansy?"
"Iya, dia panik sekali saat melihat Malfoy di serang. Dia bahkan mengatakan Hagrid harus di pecat." Delia menambahkan.
"Hah? Berlebihan sekali."
"Loh kamu tidak tahu Emily?" Alex yang datang dengan sebotol jus jeruk menatapku tak percaya. Dia baru saja kembali dari mengambil jus jeruk dari kamarnya, Patrick mengatakan dia baru saja mencuri jus jeruk dari dapur dan menyimpannya di kamar, dia menyuruh Alex yang mengambilnya karna penasaran dengan apa yang terjadi pada Malfoy.
"Kamu ini ya, sesaat seperti orang yang tahu segalanya tapi kamu bahkan tidak tahu gosip pasaran ini." Kenapa sekarang aku merasa seperti orang yang paling tidak tahu apa-apa sih. Hey, aku ini tahu apa saja yang akan terjadi di tahun ini tahu!
"Sudah jadi rahasia umum kalau Pansy menyukai Malfoy–"
Seketika aku menyemburkan jus jeruk di mulutku, semburanku itu tepat sekali mengotori jubah Patrick yang berdiri tepat di depanku.
"Yang benar saja?!"
"Pansy yang cantik itu? Dia menyukai Malfoy?!" Kataku terkejut mengabaikan keluhan Patrick. "Gadis cantik di kelas kita itu, menyukai anak papa seperti Malfoy?! Apa tidak ada lagi laki-laki di dunia ini?"
"Heh jangan seperti itu! Semua memiliki seleranya masing-masing." Helen memukul belakang kepalaku dengan koran.
"I–iya aku tahu, tapi kenapa harus Malfoy?" Aku mengusap belakang kepalaku setelah mengaduh kesakitan. "Dia yang cantik sangat di sayangkan bersanding dengan Malfoy. Aku lebih setuju kalau dia berpacaran dengan… Alex, dari pada Malfoy!"
"Kenapa jadi aku?"
"Kamu tidak menyukai Malfoy hanya karna dia menyebalkan di matamu, kamu bahkan tidak bisa melihat seberapa keren dia."
Terserah kata kalian. Semua orang memang memiliki penilaiannya masing-masing, contohnya Delia. Aku tahu dia tidak suka cowo berkacamata, tapi entah kenapa dia masih saja sampai detik ini menyukai sosok Potter yang tidak dapat lepas dari kaca mata.
Lalu bagai mana denganku? Bagai mana tipe laki-laki yang aku sukai? Aku belum menemukannya sampai detik ini, yang pasti bukan Malfoy. Setampan apapun seseorang kalau aku tidak menyukai sikapnya sama saja nol. Mungkin aku akan menyukai Cedric Diggory, lagi pula siapa yang tidak suka pria setampan Robert Pattinson? Ditambah dengan sikapnya yang baik dan lembut khas asrama Hufflepuff.
"Hey, ngomong-ngomong soal gosip, apa kalian tahu tentang apa yang terjadi di kelas ramalan tadi pagi?" Hah, gosip apa lagi sih yang akan kalian bicarakan kali ini.
"Ya, aku tahu. Kita belajar cara membaca masa depan lewat ampas daun teh." Jawabku malas.
"Bukan kelas kita!" Patrick terlihat kesal karna aku tidak serius dengan apa yang akan dia bicarakan.
"Mangkanya jangan bertanya seperti itu, sudah tahu teman kamu yang satu ini lamban dalam hal seperti itu."
"Aku tahu, pasti masalah ramalan Potter kan." Balas Galia. Akhirnya dia bersuara, aku pikir dia sudah tidak dapat berbicara.
"Ramalan Potter? Memang ada apa dengan ramalan daun teh nya?" Tanya Delia yang tampak antusias.
"Profesor Trelawney bilang dia akan mendapatkan kesulitan, profesor bahkan melihat Grim di daun tehnya." Mendengar itu kami tentunya, kecuali aku dan orang yang sudah mengetahuinya, tampak terkejut.
Grim, anjing hitam menyeramkan yang menandakan kematian, siapapun penyihir yang bertemu dengan Grim pasti akan mati setelahnya. Mereka pasti berpikir Potter akan segera mati, wajar saja dengan kenyataan kalau para Dementor mengejarnya dan Black yang ingin membunuhnya, tidak wajar kalau orang-orang akan berpikir anak itu tidak akan panjang umur. Kasihan Delia.
"Apa itu tidak salah lihat saja? Bukan kah itu sering terjadi dalam meramal." Delia pasti khawatir ramalan itu benar.
"Iya, itu mungkin saja. Tapi kalau sampai Profesor yang mengatakan itu sendiri bagai mana aku tidak percaya?" Balas Helen yang jelas tidak tahu tentang perasaan Delia saat ini.
Aku dapat melihat Delia diam-diam memainkan tangannya gugup, dia benar-benar mengkhawatirkan Potter ya.
Untuk apa? Kenapa ia harus khawatir dengan orang yang bahkan aku yakin tidak tahu kalau dia hidup. Potter tidak pernah memperhatikannya, jalankan berbicara saling menatap saja aku yakin tidak pernah. Dan tampaknya itu tidak akan terjadi, aku tahu takdir Potter dan Delia tidak pernah di sebut sekalipun dalam film mungkin dalam buku juga.
Apa aku perlu melakukan sesuatu? Apa aku perlu mengatakan pada Delia kalau dia sama sekali tidak berjodoh dengan Potter. Ini mungkin akan menyakitkan baginya tapi ini lebih baik, Delia teman ku dan aku tidak ingin dia menyia-nyiakan perasaanya dengan seseorang yang bahkan tidak pernah menganggapnya ada.
Kalau aku memberitahu apa yang akan terjadi mungkin sesuatu yang buruk akan terjadi padaku, tapi di sisi lain aku merasa harus menyadarkan Delia kalau Potter bukanlah takdirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Si Paling Hogwarts
Fiksi PenggemarWelcome back Emily! Siapa sangka ternyata perjalanan Sarah AKA Ara di dunia Harry Potter belum selesai. Ia kira setelah menyelesaikan cerita pertama dari seris film terkenal itu ia akan bisa kembali ke kehidupannya yang normal. Tapi ternyata itu tid...