Hah, si anjing belum nongol ternyata. (Jangan salahkan aku kalau memanggilnya profesor Anjing, were wolves, were diartikan sebagai manusia dan wolves = serigala = anjing)
Gumamku yang baru saja memasuki ruang kelas perlindungan terhadap sihir hitam dan si codet itu belum juga muncul! Aneh, apa dia terlambat? Atau jangan-jangan penyakit werewolves nya kambuh?
Terserah lah apa yang terjadi padanya aku sama sekali tidak peduli, sekarang aku harus memenuhi perkataanku di chapter sebelumnya.
"Profesor belum muncul, sepertinya aku harus–"
"Syukurlah profesor belum ada, ayo ini hari keberuntungan kita." Tanpa persetujuanku si bocah sialan ini menarik tanganku dan membawaku duduk di salah satu bangku di bagian belakang.
Jangan salah kan aku karna tidak menepati perkataanku, aku sudah berusaha loh.
"Wah wah, lihat siapa yang terlambat." Ah, suara menyebalkan ini.
"Apa pun yang ingin kamu katakan, aku tidak mau dengar." Kataku malas, kenapa sih dia harus membawaku duduk di samping Patrick!?
"Sekalipun aku mengatakan Khonsu mu di makan Hippogriff Hagrid?"
Aku meliriknya malas. Yang benar saja? Siapa yang akan percaya dengan omong kosong itu.
"Apa?! Burung hantu Emily di makan Hippogriff?!" Anabel yang duduk di depan kami langsung berbalik dan tampak benar-benar terkejut.
Ah, tentu saja kecuali anak bodoh satu ini.
"Tidak Anabel, Patrick hanya berbohong." Delia mencoba menjelaskan pada anak dungu satu ini.
"Tapi dari awal kita di sini sampai sekarang Emily masih belum mendapatkan surat kan, bagai mana kalau memang terjadi sesuatu pada Khonsu?"
"Dia baik-baik saja." Akhirnya aku harus buka suara kan. Hah, menyebalkan sekali, kenapa dia harus khawatir sih? Majikan Khonsu ini sebenarnya aku apa dia?
Lagi pula alasan aku tidak lagi mendapatkan surat bukan itu tahu! Semua karna kesibukan Tommy sebagai Auror, kalau saja Tommy bukan Auror aku jadi tidak perlu mengkhawatirkannya sejauh ini kan. Kenapa sih dia harus bekerja di sana, kenapa dia tidak mengambil pekerjaan yang lebih sederhana dan tidak membahayakan nyawa. Aku tidak ingin menjadi yatim-piatu terlalu cepat!
"Semalam aku membaca Daily prophet dan lihat apa yang aku dapat." Alex yang duduk di sisi lain Patrick melemparkan potongan koran padaku.
Dia lebih memilih memberitahu hal ini padaku ketimbang Patrick karna dia tahu anak itu tidak bisa diajak serius.
Aku membaca potongan koran itu, di sana di sebutkan seorang wanita Muggel melihat Black dan menelpon polisi tentang hal itu. Ah, jadi Black sudah mulai menunjukkan batang hidung besarnya itu ya, kalau aku masih dalam diri Sarah aku pasti iri dengan hidung mancung mu tapi sayangnya kini aku adalah Emily.
"Muggel itu jelas tidak tahu siapa yang ada di hadapannya saat itu."
"Aku khawatir dia menuju kesini." Kata Alex yang menerima kembali potongan korannya itu.
"Iya kita memang harus lebih berhati-hati mulai sekarang." Kataku sambil mengeluarkan buku dan semua keperluan belajarku.
Aku tahu bukan kami incarannya, tapi apa salahnya mewaspadai diri mulai sekarang. Hogwarts perlahan memburuk, beberapa tahun lagi si tua brewok itu akan mati dan semua tragedi, trauma dan kesedihan akan dimulai. Saat itu terjadi aku sudah tidak boleh ada di sini, aku harus mencari cara untuk sesegera mungkin pergi dari sini.
Tak lama Lupin memasuki ruang kelas, dengan senyum ramahnya dia menaruh tas butut nya ke atas meja dan mengedarkan pandang pada seisi kelas.
"Selamat sore semua." Katanya. "Silahkan masukkan kembali buku kalian ke dalam tas, hari ini kita akan praktek. Kalian hanya akan perlu tongkat."
"Praktek di hari pertama?" Alex tampak keheranan sambil merapihkan kembali peralatannya.
"Jangan lupakan kejadian tahun lalu dengan para pixie." Kata Patrick sambil menyenggol temannya dengan siku.
"Untungnya aku mengikuti saranmu untuk mengambil tongkat." Kata Delia lega.
Aku hanya bisa menghela nafas berat, kenapa aku tegang tidak seperti yang lain yang tampak tenang-tenang saja.
"Baiklah, ayo ikut aku."
Kami semua mengikuti si guru baru itu keluar kelas, menyusuri lorong-lorong sepi Hogwarts (bukan kah ini berarti aku sudah menepati perkataanku).
Saat jam kelas gedung ini sangat sepi, kalau bukan parna para hantu tempat ini sudah seperti rumah angker, eh tunggu dulu, bukannya karna ada hantu tempat ini seharusnya sudah jadi angker?
Dalam perjalanan kami menuju entah ke mana kami bertemu hantu paling menyebalkan sedunia, Peeves. Aku tidak akan lupa bagai mana dia menyesatkanku di tahun pertama, itu akan jadi dendam yang mengerak seperti kerak pantat panci hitam legam yang tidak pernah di gosok.
Hantu sialan itu berjalan terbalik, aku lihat dia baru saja memasukkan permen karet ke dalam lobang kunci dan berjalan santai ke arah kami (ah, ralat maksudnya terbang). Dia ini benar-benar butuh diajarkan sopan santun dengan Baron berdarah.
"Loony, loopy, Lupin." Hantu itu terus mengulang-ulang kata itu. Dia menyanyikannya dengan lantang saat melewati Lupin.
Wow, kurang ajar sekali anak satu ini, aku jamin semasa hidupnya dia belum pernah digampar mak-nya pake sendal jepit.
Tapi tampaknya Lupin tidak ambil pusing dengan apa yang Peeves katakan, aku juga tidak lihat jelas keadaan Lupin saat ini karna aku cukup jauh di belakang pria itu. Tapi aku tahu Lupin adalah pria berkepala dingin yang tidak akan mempermasalahkan hal konyol semacam itu.
Menurutku di antara geng the Marauders Lupin lah yang paling rasional.
"Kalau aku jadi kau, aku akan mengeluarkan permen karet itu dari lubang kunci, Peeves." Kata pria itu tetap ramah. "Mr Filch tidak akan bisa masuk mengambil sapunya."
Si hantu tolol itu tidak peduli dan dengan santainya membuat balon dengan permen karet merah mudanya. Kalau dia belum pernah digeplak pake sendal selama hidupnya aku dengan suka rela bersedia melakukan itu menggantikan ibu si hantu kurang ajar ini.
Lupin menghela napas dan mulai mengeluarkan tongkatnya. "Ini mantra kecil yang mungkin akan berguna, perhatikan baik-baik."
Wow mantra menarik apa kali ini?
"Addiwasi!" Katanya sambil mengayunkan tongkatnya dan menunjuk Peeves dengan benda itu. Seketika permen karet yang awalnya menyumbat lobang kunci melesat ke arah Peeves dan dengan tepat masuk ke lobang hidung kirinya. Peeves langsung terjungkir terbang pergi sambil memaki-maki.
"Keren sekali profesor."
"Terima kasih, Dean. Ayo kita lanjut." Kata profesor melanjutkan perjalanan.
Mereka terlihat lebih bersemangat dari sebelumnya, siapa sangka Lupin mampu melakukan mantra jenaka seperti itu. Lihat bagai mana Peeves tadi benar-benar menaikan mood ku, aku jadi ingin melakukan hal yang sama pada si hantu sialan itu. Apa tadi mantranya? Adewale?Adios? Awas diawasi?
Tak lama kami sampai di depan pintu ruang guru, kenapa kita di bawa ke ruang guru?
"Silahkan masuk." Kata Lupin membukakan pintu dan membiarkan para murid masuk lebih dulu.
Jangan bilang Boggart nya ada di dalam sana. Baiklah apapun yang akan terjadi, bagai mana pun Boggart itu di depanku aku harap aku siap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Si Paling Hogwarts
FanfictionWelcome back Emily! Siapa sangka ternyata perjalanan Sarah AKA Ara di dunia Harry Potter belum selesai. Ia kira setelah menyelesaikan cerita pertama dari seris film terkenal itu ia akan bisa kembali ke kehidupannya yang normal. Tapi ternyata itu tid...