lu nanya perasaan gua? punya otak kan, pikir aja sendiri!

120 28 2
                                    

"Apa yang terjadi sih?" Tanya Delia yang berbisik pada Helen.

Sialan di Delia ini, kalau ingin membicarakan aku lakukan dengan sedikit lebih pintar dong! Aku bisa mendengar tahu!

Jujur surat itu benar-benar menghancurkan moodku, bukan karna aku marah karna tidak bisa merayakan natal bersama. Ada hal lain yang mengganggu pikiranku saat ini, dan pikiran itu sukses membuatku malas membuka mulut.

Besok semua temanku akan pergi, semua anak akan pulang kecuali aku dan kalau tidak salah ada satu anak kelas lima yang juga tidak pulang. Mulai besok hanya akan ada kami di ruangan besar ini!

"Ih serius! Aku tidak tahu apa yang terjadi, beri tahu aku!"

Aku menghembuskan nafas beratku dan melangkah keluar meninggalkan mereka, menyebalkan sekali sih semua orang di sini. Nah kan aku mulai menyalahkan orang yang tidak melakukan apapun.

Aku tidak tahu mau ke mana tapi kakiku terus melangkah, apa sih yang aku lakukan? Kenapa aku jadi seperti bocah ling-lung begini? Langit sudah mulai gelap dan ini sudah mendekati batas waktu siswa boleh berada di luar asram.

Aku harus kembali! Tapi kakiku tidak ingin melangkah ke tempat di mana seharusnya aku berada. Aku ini kenapa sih?

Tanpa sadar, karna berjalan dengan mode auto pilot, kini aku tiba di belakang kastil di sebuah bukit di mana aku bisa melihat Hagrid tengah membersihkan salju di depan rumahnya. Ah, dia pasti sedang bersedih karna Hippogriff nya menjadi tersangka kekerasan, tanang saja dia akan selamat. Bukannya ingin bersikap sok tahu seperti Granger atau profesor Trelawney tapi aku memang tahu.

Haha, aku terdengar sangat sombong.

Aku memeluk lenganku sambil terus memandang Hagrid membersihkan salju, disini cukup dingin tapi seolah tidak peduli aku tetap berdiri di sini. Aku ingin membantunya tapi sebentar lagi aku harus kembali ke asrama.

"Apa yang kamu lakukan di sini?" Seseorang memergokiku, siapa itu?

Aku menoleh malas ke belakang.

Ah, ternyata Arus. "Jangan menggangguku dulu, aku sedang tidak ingin di ganggu."

"Sombong sekali! Memangnya kamu pikir siapa kamu!"

Aku akan mengabaikannya, biar saja dia mengomel sendiri aku hanya akan menganggapnya sebagai burung beo yang membicarakan omong kosong.

Salah satu cara mengatasi manusia bacot seperti anak ini adalah dengan mengabaikannya, percaya lah aku jamin 95% berhasil. Aku sering melakukannya di dunia nyata maupun online, semua itu demi menghindari omelan dan kritik yang tidak ingin aku dengar. Kalau kamu berpikir aku egois dan menyebalkan kamu benar, itu sebabnya aku tidak punya teman di kehidupanku.

Tiba-tiba sebuah bola salju menghantam belakang kepalaku sampai membuatku sedikit tertunduk.

"Berani sekali kamu mengabaikan ku!" Dia terdengar benar-benar kesal.

Tapi dia sudah mengusikku dan itu juga membuatku tak kalah kesal, siapapun yang berani mengusikku akan aku jadikan dia serpihan debu.

"Dan berani sekali kamu, anak manja yang selalu mengandalkan nama belakangmu, mengusik aku, Emily Hormen, darah campuran yang bukan apa-apa." Aku menatap tajam wajah sialan anak itu, aku benar-benar tidak tertarik bergabung dalam apapun masalah yang akan dia bawa.

Aku bisa melihat wajah ragunya, apa sekarang dia takut padaku? Ada dia memiliki semacam phobia terhadap orang-orang Half-blood?

Bagus lah kalau dia takut padaku, aku malas ingin mengangkat tanganku tapi aku juga malas menanggapi kepala besarnya. Jadi aku putuskan untuk mengangkat tanganku untuk mengacungkan tongkat padanya.

Si Paling HogwartsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang