24. Di Kediaman Miya

40 3 0
                                    

Gedung persidangan. 10.00
.
.
.
''Dengan begini, terdakwa Tuan Honshu Takuya divonis hukuman penjara seumur hidup dan membayar kompensasi sebesar 50 Juta Yen!''

Tok! Tok! Tok!

Sang hakim mengetuk palunya, menandakan persidangan telah selesai. Pihak Takuya gagal dalam membela diri, ditambah putri idiot mereka yang membakar rumah Seiya malah menambah masalah yang menguntungkan pihak Seiya untuk memperkuat bukti dan menambah tututan hukuman.

Takuya dan putrinya ditahan dalam lapas. Tak ada anggota yang tersisa dari keluarga Honshu, kecuali keluarga cabang mereka. Seiya berjalan keluar dari gedung persidangan. Namun langkahnya terhenti tatkala bertemu orang penting di ranah hukum. Mahkama Agung, Tuan Iino Makoto.

''Konnichiwa, Nak Ayakashima,'' sapa Makoto pada Seiya. Gadis itu berojigi dan membala sapaan Makoto. ''Konnichiwa, Tuan Iino,'' balas Seiya. ''Panggil saja Makoto, Iino itu seperti perempuan,'' ucap Makoto. Seiya berdiri tegak dan mengangguk.

''Aku mendengar kabar jika suksesor Tuan Ayakashima Senjuro sering ke gedung persidangan. Tidak disangka kau bisa memenjarakan pelaku yang membunuh Tuan Ayakashima Kistumori dan istrinya. Kau seperti Dewi Themis saja,'' basa - basi Makoto. Seiya mengeratkan genggaman di tali rangkulan tasnya.

''Omong - omong, kenapa kau memakai seragam sekolah? Apa kau dijemput dari sekolah dan tak punya waktu untuk berganti baju?'' Tanya Makoto sedikit bergurau. ''H-Ha'i. Saya tak sempat mengganti baju. Lain kali saya akan berpakaian lebih formal,'' jawab Seiya menundukkan kepala karena gugup.

''Oh ... begitu. Baiklah. Aku pamit pergi dulu, ya. Aku masih ada urusan. Semoga kita bertemu lagi,'' ucap Makoto pamit dengan ramah. Seiya berojigi pada Makoto sampai pria paruh baya itu pergi.

Seiya melangkah keluar dari lingkungan gedung persidangan. Dia mencegat bus di halte, menaiki bus itu menuju ke halte yang berada di Block A. Dia mampir ke reruntuhan rumahnya terlebih dahulu.

Seiya menyingkirkan puing - puing yang menjadi akses menuju ruang bawah tanah. Dia masuk tanpa diketahui siapapun. Kemudian Seiya menyalakan flas ponselnya dan melihat keadaan sekitar. Ruangan ini sedikit pengap, Seiya membuka pipa ventilasi udara untuk mengganti sirkulasi udara di dalam sini.

Kemudian ia mencoret foto milik Honshu Takuya dan beberapa kertas konspirasinya di papan tulis dengan spidol merah. Satu halangan tersingkirkan. Tinggal 3 pelaku lagi yang perlu Seiya cari. Dia sudah mendiskusikan terkait pelaku bersama Kirishima dan inspektur polisi setempat. Namun inspektur polisi hanya bisa memberi saran, tidak bisa turun tangan langsung apabila pelaku sudah di luar jangkauan wilayah patrolinya.

Netra Seiya beralih pada celengan ayamnya yang masih terisi setengah. Dia memasukkan uang lagi ke dalam sana. Kemudian matanya berlabuh pada nichirin yang bertengger di atas sofa.

'Apa aku bawa saja, ya?' Batin Seiya bimbang. Akhirnya ia membawa nichirin itu. Dia menali kedua ujung pedang dan merangkulnya bak tas anak panah. Seiya menutup pipa ventilasi udara, mulai mengunci ganda ruang bawah tanahnya, menumpuk puing - puing untuk menutupi akses kecil tempat persembunyiannya.

•••
12.00
.
.
.
''Tadaima ... ''- Seiya.

''Okaeri, Seiya''- Osamu.

Baru saja ia menutup pintu, Seiya sudah disambut hangat oleh Osamu. Senyuman pias terpatri di bibirnya. Dia mulai melepas alas kakinya dan berjalan masuk. ''Bunda dan Kusanagi- san sudah berangkat?'' Tanya Seiya. Kedua orang tua si kembar lagi berangkat dinas ke luar kota, kemungkinan besok atau lusa baru pulang.

''Sudah. Omong - omong, itu pedangnya siapa?'' Jawab Osamu lalu bertanya melihat pedang bertengger di punggung Seiya yang diapit oleh tasnya. ''Pedangnya kakekku, aku mengambilnya dari tumpukan puing - puing rumahku,'' jawab Seiya lalu melangkah pergi ke kamarnya yang terletak bersebelahan dengan kamar si kembar di lantai 2.

The Barista Girl (M.Osamu × Readers)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang