12. Pelaku

28 6 0
                                    

Kediaman Juinchiro. 15.00
.
.
.
''Maafkan putriku, Seiya- kun''.

Yamada meminta maaf pada Seiya usai gadis itu menceritakan semuanya. Mereka mengobrol di ruang tamu kediaman Juinchiro yang mewah itu. Sofanya empuk dengan sawal merah dan memiliki ornamen pinggiran emas.  Banyak aksesoris interior mewah di rumah ini. Wajar saja, Juinchiro Group adalah salah satu keluarga konglomerat di Jepang.

Sekarang Seiya berada di Tokyo, atau tepatnya di block Warabi dekat dengan Saitama, dia diajak paksa ke kediaman utama Juinchiro karena kelakuan si Sumire yang mempermalukan martabat keluarganya.

''Saya juga meminta maaf telah melukai putri anda. Juinchiro- san,'' ucap Seiya meminta maaf, tapi tak ada rasa tulus dalam hatinya. Dia menahan gejolak amarahnya karena bertemu musuh ayahnya.

''Tidak apa - apa. Dia memang seperti itu. Dia berusaha lepas dari pertunangan yang tak diinginkan dengan menyukai pria - pria tampan. Padahal dengan pertunangan, dia bisa terbebas dari hal buruk juga,'' ucap Yamada. Seiya hanya menyunting seyuman paksa.

Hingga datanglah pelayan kediaman ini yang menyuguhkan cangkir keramik dan teh. Seiya mencium aroma teh tersebut saat dituangkan. Tak hanya itu, di pinggir tatakan cangkirnya ada 3 gula batu dan sendok almunium.

''Silahkan dinikmati, semoga cocok dengan seleramu,'' ucap Juinchiro usai pelayannya menjamu. ''Ha'i. Arigatou gozaimasu,'' ucap Seiya lalu memasukkan satu gula batu dan mengaduk cangkirnya, dia mengetes apakah ada racun di dalamnya.

'Tidak ada racun. Berati teh ini aman,' batin Seiya mengurangi waspadanya. Dia mulai menyerupu teh itu lalu mengecapnya. Kemudian kantung bawah matanya berkedut kesal.

'Anjir. Seberapa banyak aset kekayaan orang tajir ini sampai bisa membeli teh super elite seperti ini?' Batin Seiya sambil memandang kesal teh yang ia bawa. ''Apa rasanya cocok untuk lidahmu?'' Tanya Yamada. Seiya meletakkan cangkirnya dan tersenyum kecil. ''Ya. Terima kasih atas tehnya. Ini pasti teh Boston bukan?'' Terka Seiya membuat Yamada terkesan. ''Oh? Kau tahu teh ini, ya?'' Ucap Yamada terkesan.

''Ha'i. Saya sedikit paham dengan beberapa teh sekelas Boston, Oolong dan teh impor lainnya. Namun saya sebenarnya lebih mendalami kopi,'' ucap Seiya berbasa - basi. ''Kopi, ya .... Berati kau pecinta kopi?'' Terka Yamada.

''Yah ... bisa dibilang begitu. Saya adalah barista,'' ucap Seiya sambil menyentuh dadanya. ''Wah ... rupanya ada barista muda yang bertalenta ya. Apa kau mendirikan cafe?'' Ucap Yamada lalu bertanya.

''Ya. Saya punya cafe di Hyogo. Putri anda dan teman - temannya sering menongkrong di cafe saya, yah ... setidaknya sebelum perkelahian ini muncul,'' ucap Seiya seraya tersenyum hambar.

''Naruhodo na. Oh. Aku terlupa. Sebelumnya, maafkan aku karena belum memperkenalkan diri. Namaku Juinchiro Yamada. Dan aku ingin bertanya, kenapa Seiya- kun memintaku memanggil dengan nama asli? Apa nama margamu?'' Ucap Yamada memperkenalkan diri lalu bertanya.

Pasalnya, Seiya hanya menyebutkan nama aslinya, tidak marganya. Seiya tersenyum simpul walau matanya tak terlihat tersenyum. Seiya berkata, ''Kalau begitu saya akan mempekenalkan diri. Atashi ga Seiya. Ayakashima Seiya.''

Deg!

Seketika Yamada merasakan tekanan batin usai mendengar marga Seiya. Namun dirinya berusaha untuk tenang. ''Souka. Apa kau putranya Yugimura? Atau mendiang suksesor kedua wangsa Ayakashima itu?'' Terka Yamada. Seiya menumpukan kedua tangannya di atas paha.

''Ii'e. Saya anak tunggal pasangan Ayakashima Kitsumori dan Ayakashima Mayumi. Pasangan yang meninggal dalam tragedi 'Bulan Purnama' 7 tahun silam,'' ucap Seiya mengelak. Yamada menelan ludahnya gugup, dia tertawa hambar sebagai tanggapan.

The Barista Girl (M.Osamu × Readers)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang