Malam Kekacauan
Di malam yang sunyi, kota-kota di barat, timur, selatan dan utara terlelap dalam ketenangan. Sebagian penduduk berkumpul dalam kegiatan rutin, sementara yang lain menikmati kedamaian bersama keluarga.
Namun, di puncak menara tertinggi di setiap kota, dua sosok berdiri sedang melihat-lihat keadaan kota.
Di kota bagian timur. "Hanya tinggal beberapa menit lagi dan pesta akan dimulai," ujar Zito, menyeringai dengan penuh semangat.
"Ya, setelah kita berhasil maka kita akan menjadi lebih kaya," kata Bura.
Di kota bagian barat, Tero merasa tak sabar. "Entah kenapa aku merasa tidak sabar," ucapnya.
"Aku ingin ini selesai dengan cepat," kata Mika.
Di kota bagian utara. "Kuharap ini akan selesai sebelum matahari terbit," kata Kedo.
"Tenanglah, ini akan selesai sebelum matahari terbit, atau mungkin lebih cepat," kata Aira.
Di kota bagian selatan. Liro bertanya pada Ruga, "Kurang berapa menit lagi?"
Ruga menjawab, "Kurang dari lima menit."
Di terowongan bawah tanah, Vio memberi arahan pada Denzo, "Bersiaplah! Waktu tinggal dua menit."
"Baik," kata Denzo.
Di hutan dekat penjara pusat, "Satu menit lagi, dan pertempuran akan dimulai," ucap Koda.
Sementara Niola tersenyum. "Malam ini akan menjadi saksi kejayaan kita," ucapnya.
Akhirnya, dalam hitungan lima detik yang penuh ketegangan, semua kursi Logerand bersiap-siap. "Lima... Empat... Tiga... Dua... Satu... Waktunya beraksi!" seru mereka bersama-sama, menandakan dimulainya aksi yang telah mereka rencanakan. Langit malam menjadi saksi bisu dari pertempuran yang akan mengubah nasib kota-kota ini.
Pasukan Logerand tersebar di setiap sudut kota, membentuk dua kelompok besar yang menguasai setiap wilayah. Kegaduhan merajalela, suara lonceng darurat memecah keheningan malam, dan gelombang kepanikan menyapu masyarakat.
Agen-agen Erglo melangkah lebih dulu ke medan pertempuran, menghadapi pasukan Logerand dengan keberanian yang tak tergoyahkan. Ketegangan memuncak, dan pertempuran yang tak terhindarkan pun dimulai. Di setiap kota, murid-murid sekolah Fuso bersiap-siap untuk menghadapi pertempuran yang mengancam wilayah mereka.
Di kerajaan Suba, di bagian timur, murid-murid seperti Kino dan Araka menghadapi pasukan Logerand, sementara Ogen, setelah menyaksikan kepanikan di kerajaan dan kota, segera bergegas menuju kota sendirian.
Saat Ogen menjelajahi kota yang kacau, dia bertemu dengan Zito, kursi keenam Logerand, di tengah jalan yang dipenuhi kekacauan.
"Jadi, kau salah satu pemimpin penyerangan di Suba? Di mana rekanmu yang satunya?" tanya Ogen sambil menatap Zito dengan tajam.
"Dia ada di tempat lain, tapi aku cukup untuk mengalahkanmu sendirian. Tak perlu kau mencarinya atau berharap bisa mengalahkan kami berdua," ujar Zito dengan seringai penuh semangat.
Ogen tetap tenang. "Kita tak akan tahu sebelum kita bertarung," ucapnya.
"Baiklah, kita lihat saja," ujar Zito mengangkat kapak berkepala dua.
Ogen merespon dengan mengangkat kedua pedangnya, dan keduanya berlari, siap menyerang satu sama lain.
Sementara itu, di bagian utara, tepatnya di Kerajaan Kamon, angin perang berhembus kencang. Pasukan kerajaan bersiap siaga, menghadapi ancaman dari pasukan Logerand. Di tengah ketegangan ini, murid-murid Sekolah Fuso seperti Tisya dan Raiven melangkah mantap ke medan laga. Koken, dengan tombaknya, berhadapan langsung dengan Kedo, pemegang kursi kedelapan Logerand. Di tempat lain, Tisya beradu kekuatan dengan Aira dalam duel.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Modest Knight
ActionIni adalah kisah tentang upaya individu berumur 16 tahun bernama Reiga yang mempertanyakan struktur hierarki sosial. Di dunia yang terbagi dalam tiga tingkatan status: Prota yang berada di atas, Conta yang berada di tengah, dan Figu yang berada di b...