Desa yang Kekeringan
Beberapa hari telah berlalu, dan sekolah kini kembali berjalan seperti biasanya. Di ruang OSIS, Tisya, Koken, Yumila, Sira, dan Dina berkumpul, terlibat dalam percakapan.
"Aku masih teringat cerita dari Pak Wilmo. Insiden dua tahun yang lalu, pada saat itu aku sedang menjalani latihan," ujar Koken, mengawali pembicaraan.
"Luin memang orang yang sangat kuat," tambah Sira.
"Kamu benar, Sira. Tapi kenapa namanya tidak dicantumkan sebagai pahlawan?" tanya Dina, rasa penasaran terpancar dari suaranya.
"Mungkin ada alasannya yang hanya diketahui oleh beberapa orang saja," spekulasi Yumila.
"Aku rasa Luin adalah seseorang yang selalu menutupi identitasnya," sela Tisya dengan nada yakin.
"Kenapa bisa begitu?" tanya Koken, wajahnya penuh tanda tanya.
"Karena saat pak Wilmo mengatakan umur Luin, Pak Aro juga terkejut atas apa yang dikatakan oleh Pak Wilmo." Jelas Tisya.
"Begitu, aku mengerti," ucap Koken, akhirnya paham, sementara yang lain mengangguk setuju.
Sementara itu, Ogen, Reiga, dan Adri berkumpul di tempat biasanya saat jam istirahat.
"Besok libur, jadi kita pergi jalan-jalan. Bagaimana?" usul Ogen.
"Setuju," sahut Reiga dan Adri serentak.
Keesokan harinya, di dalam hutan, mereka bertemu dan segera memulai perjalanan dengan naik kereta kuda.
Setelah beberapa jam melintasi jalanan, mereka akhirnya sampai di sebuah desa yang tengah dilanda kekeringan.
"Sepertinya kekeringan sudah melanda desa ini cukup lama. Bagaimana kalau kita melakukan sesuatu untuk membantu mereka?" usul Adri, melihat desa tersebut dengan prihatin.
"Itulah yang akan kita lakukan Adri," jawab Ogen.
"Mungkin membuat sumur. Meskipun cukup sulit, itulah jalan yang bisa aku pikirkan saat ini," saran Reiga.
"Meskipun begitu kita tidak bisa melakukannya jika hanya bertiga," kata Adri, suaranya penuh keraguan.
"Kita akan memberi bekal makanan kita kepada mereka, asalkan mereka mau membantu kita membuat sumur," ujar Reiga.
"Lagipula ini juga untuk kebaikan mereka," tambah Ogen sambil mengangguk setuju.
"Kalau begitu, kita lakukan?" tanya Reiga.
"Aku ikut denganmu," jawab Ogen, tanpa ragu.
"Aku juga," sahut Adri dengan tekad yang bulat.
"Kalau begitu, kita keliling dulu untuk melihat keadaan sekaligus menemukan tempat yang cocok untuk dijadikan sumur," ujar Reiga.
Ogen dan Adri mengangguk setuju.
Mereka akhirnya memasuki desa, menemukan lahan yang luas namun kering.
"Ini mungkin cocok," ucap Ogen, matanya memandang sekeliling.
"Ya, ini memang sudah cocok," sahut Reiga.
"Kalau begitu, ayo kita pergi ke tengah desa dulu untuk memberitahukan rencana kita!" usul Ogen, mengisyaratkan langkah berikutnya.
"Benar," sahut Adri.
Bersama-sama mereka berjalan menuju pusat desa. Sesampainya di sana, Adri segera mengambil alih.
"Perhatian semuanya!" seru Adri, suaranya menggema di antara rumah-rumah. "Kami disini akan membagikan makanan," lanjutnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Modest Knight
AcţiuneIni adalah kisah tentang upaya individu berumur 16 tahun bernama Reiga yang mempertanyakan struktur hierarki sosial. Di dunia yang terbagi dalam tiga tingkatan status: Prota yang berada di atas, Conta yang berada di tengah, dan Figu yang berada di b...