Bab 12

9 2 1
                                    

"Lukanya sangat parah sekali, apalagi di bagian paru. Paru ibu Hinaya terluka akibat benturan keras yang berulang kali di layangkan pada bagian dada. "

Penjelasan Dokter hari ini membuat tubuh Cakra melemah, ia hanya dapat duduk di kursi dengan kepala yang bersandar di dinding, sedangkan di dalam ICU ibunya sedang berjuang untuk melawan sakitnya.

"Cakra, " lirih Alura. Ia menyentuh lengan Cakra. Sedari tadi ia tetap berada di sisi Cakra mencoba untuk menguatkan laki-laki itu. Baru kali ini ia melihat Cakra selemah ini dan itu membuat Alura merasa simpati.

"Lo gak mau makan dulu? Sedari siang lo belum makan sama sekali, " ujar gadis itu.

Cakra menggeleng lemah. "Kabar ibu lebih penting, gue gak bisa makan dengan tenang ketika ibu sedang berjuang di dalam. "

"Tapi kesehatan lo juga penting. "

Cakra diam tidak bergeming, hari ini terasa sangat menyakitkan baginya. Ia merasa gagal menjaga Haniya, wanita itu pasti sering merasakan sakit namun tidak pernah mengatakannya pada Cakra.

"Apa salah kalau orang miskin hidup?"

Pertanyaan dari Cakra membuat Alura terkejut, ia tidak mengerti ucapan Cakra barusan.

"Salah ya, kalau orang miskin juga pengen menikmati hidup di dunia ini?"

Alura tidak dapat menjawab, ia hanya bisa menundukkan kepalanya merasa malu dengan ucapan Cakra barusan.

Cakra terkekeh kecil. "Padahal gue sama ibu nggak pernah jahat sama orang, tapi kenapa orang-orang bisa jahat ke ibu dan gue? "

Tanpa sadar Cakra mengepalkan kedua tangannya. "Sedari gue kecil gue selalu di hina, di katai tidak pantas untuk ada di dunia ini, karena gue hanya akan menyusahkan mereka nanti, mereka juga bilang ke gue kalau orang miskin gak berhak punya mimpi. Gue hanya bisa diam karena merasa perkataan mereka benar. Bahkan gue diam aja waktu di bully dan di hajar habis-habisan. "

Brak..

Cakra meninju dinding di sampingnya. "Gue bisa menerima itu semua, tapi gue sakit ketika melihat ibu gue di sakiti. Waktu gue kecil Ibu pernah di tampar, di jambak, dan di tendang persis di depan gue, dan gue cuman bisa nangis melihat ibu yang terluka karena gue lemah dan gak bisa melawan orang-orang kaya itu. "

Alura terperangah, ia tidak menyangka masa lalu Cakra se- menyedihkan ini.

"Cakra, " lirih Alura.

"Bahkan setiap gue sama ibu lewat di depan warga, mereka bakalan melempar ibu dan gue telur busuk, dan hinaan-hinaan yang buruk. Apa salah kalau kami miskin? Padahal gue gak minta sama sekali buat terlahir miskin, takdir yang buat gue miskin! "

"Cakra."

"Bajingan-bajingan itu bahkan pernah melempari ibu batu, menyuruh ibu dan gue pindah dengan cara yang tidak layak hanya hal sederhana karena kami miskin. Mereka bilang malu satu desa dengan orang miskin yang hanya bisa menjadi beban mereka padahal ibu gak pernah meminta apapun dari mereka."

Brak..

Kembali Cakra memukul dinding, menyalurkan rasa sakit yang ia rasakan setiap kali mengingat kenangan buruk itu. Perasaan bersalah yang ada dalam dirinya karena tidak dapat melindungi ibunya pun muncul, padahal hanya Cakra satu-satunya yang ibunya punya namun Cakra lalai dalam menjaga ibunya.

"Sial sial sial, kenapa ibu harus ngerasain penderitaan ini! " Cakra memukul kepalanya frustasi. "Kenapa dari sekian banyaknya orang ibu yang harus mengalami? "

Alura meraih tangan Cakra, mengenggam kedua tangan itu. "Cakra sadar, jangan gini! "

"Kenapa ha? Kenapa takdir gak pernah berpihak ke ibu dan gue, setidaknya dia bisa buat ibu bahagia walaupun gue nggak, tapi takdir begitu kejam membuat ibu selalu tersiksa! "

Status SosialTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang