Bab 22

7 1 0
                                    

Alura terus terisak di pelukan Cakra hingga setengah jam lamanya, bahkan hujan yang semula deras kini mulai mereda dengan langit yang mulai gelap karena waktu sudah menjelang malam.

"Udah lega? " tanya Cakra setelah Alura melepaskan pelukannya.

Alura mengangguk pelan, sebenarnya ia malu saat ini, karena sudah menangis sekencang itu di hadapan laki-laki yang ia sukai. Ya, Alura sudah tidak menyangkal lagi perasaannya pada Cakra, kali ini ia benar-benar jatuh cinta pada sosok yang ada di depannya ini dengan berbagai pesona yang Cakra miliki.

"Ayo berdiri, kita pulang. " Cakra membantu Alura untuk berdiri.

"Lo tidur di rumah gue? " tanya Alura sembari berjalan beriringan dengan Cakra menuju rumahnya.

"Enggak, gue langsung pulang. "

Alura mencebikkan bibirnya. "Kenapa? Ini udah malam, lo mau pulang naik apa? "

"Jalan, " jawab Cakra singkat.

"Ish, yang benar aja! " Alura langsung memukul pundak laki-laki itu.

Mereka berdua berjalan menyusuri jalanan yang terlihat lenggang, hujan yang melanda tadi sore mungkin membuat orang-orang malas untuk keluar rumah, itu sebabnya saat ini jalanan terlihat sangat sepi.

Cakra dan Alura menghentikan langkahnya ketika mereka berdua sudah berada di depan rumah Alura.

"Lo masuk sana, " perintah Cakra.

Alura memberengut, kesal karena secepat ini berpisah dengan Cakra. "Seriusan lo pulang jalan kaki? Jarak rumah gue jauh loh, ke rumah lo. "

Cakra memutar matanya malas, ternyata Alura menganggap ucapannya tadi serius. "Mikir pake otak, enggak mungkin gue jalan setengah jam ke rumah. "

Wajah Alura semakin masam mendengarnya. "Terus naik apa? "

"Naik mobil bareng Aylin. "

"Apa? Aylin? Kenapa bareng dia? " Alura langsung menunjukkan raut ketidaksukaannya mendengar nama Aylina.

"Dia minta di temenin beli sepatu, karena besok mau tanding basket. "

"Terus lo suruh dia jemput kesini? "

Cakra mengangguk.

Aish, Alura sungguh tidak rela saat ini. Padahal baru saja ia merasa senang karena pelukan dari Cakra tadi sore, tapi malah di patahkan karena Cakra menerima begitu saja ajakan dari Aylina tanpa memikirkan perasaannya. Namun Alura juga sadar diri, saat ini ia dan Cakra tidak memiliki hubungan apapun, ia tidak punya hak untuk mengatur Cakra, itu sebabnya Cakra masih bebas untuk pergi dengan cewek manapun.

"Masa lo pergi dengan keadaan baju basah gini, enggak mau ganti baju dulu di rumah gue? Nanti gue pinjamin baju papa, " ujar Alura.

Cakra menatap bajunya yang basah terkena hujan, namun sudah mulai kering. Ia kemudian mengalihkan padangannya menatap jam di tangan.
"Enggak usah, gue udah minta tolong sama Aylin buat beli baju tadi, jadi gue ganti di kamar mandi pom bensin aja."

Hati Alura makin panas saja mendengarnya, terlihat sangat jelas bahwa Aylina dapat di andalkan oleh Cakra, berbeda jauh dengan dirinya yang selalu saja menjadi beban untuk Cakra.

Tin..
Tin..

Sebuah mobil berwarna hitam berhenti tepat di depan Cakra dan Alura, kaca depan mobil terbuka lebar menampilkan Aylina yang berada di kursi pengemudi.

"Hai, selamat malam! "

Cakra hanya tersenyum tipis membalas sapaan itu, sedangkan Alura sama sekali tidak membalas dan malah semakin menunjukkan raut wajah tidak suka.

Status SosialTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang