Sudah 5 hari Cakra menunggu kabar kesembuhan ibunya namun kabar itu tidak kunjung datang, ibunya masih di nyatakan koma. Sungguh Cakra tidak kuat, ia takut kehilangan Haniya. Hanya Haniya satu-satunya rumah tempat ia pulang dan hanya wanita itu satu-satunya yang menerima Cakra di saat dunia Cakra hancur.
Tanpa terasa tetesan demi tetesan air mata keluar membasahi pipi Cakra, dan Alura yang ada di samping laki-laki itu dapat melihat dengan jelas betapa rapuh dan hancurnya sosok Cakra saat ini. Baru kali ini ia melihat punggung tegap laki-laki itu melemah, tatapan tajam seperti elang yang sering Cakra tujukan pada orang-orang kini terisi oleh air mata, dan wajah yang terlihat mulai kehilangan harapan.
Alura pun dapat merasakan kesedihan yang di rasakan Cakra, karena ia pun pernah merasakan betapa sakitnya melihat sosok yang berharga baginya terbaring lemah di ranjang rumah sakit.
"Gimana kalau ibu pergi ya? Gue bakalan hidup sebatang kara di dunia ini, " lirih Cakra tiba-tiba.
"Jangan ngomong gitu, ibu lo pasti sembuh, gue yakin banget! " ujar Alura mencoba menyemangati.
Cakra menunduk, menatap kosong lantai rumah sakit. "Tapi kenapa ibu belum sadar dari koma? Bahkan gue udah kehilangan harapan untuk melihat dia sadar. " Cakra mengepalkan kedua tangannya.
Alura menatap sendu laki-laki itu, ia pun tidak dapat berbuat banyak saat ini.
"Gimana perkembangan kasus ibu, pelakunya udah dapat? " tanya Cakra.
Dua hari yang lalu Cakra dan Alura datang ke rumah Cakra, menyelidiki bukti siapa yang sudah tega melukai ibunya hingga koma, namun tidak ada bukti yang akurat. Itu sebabnya Alura menyarankan untuk melaporkan kasus ini pada polisi, dan saat ini polisi sedang menyelidiki kasus ini.
Randa dan Carlina pun sudah kembali dari luar kota, mereka berdua menyuruh Alura untuk selalu di sisi Cakra menguatkan laki-laki itu. Randa pun sudah berjanji akan menangkap pelaku itu untuk Cakra, dengan kekuasannya hal itu sangat mudah, namun nyatanya sampai saat ini pelakunya belum di temukan.
Alura menggeleng pelan. "Pelakunya belum di temukan, sepertinya orang ini punya koneksi yang baik sehingga susah untuk di lacak. "
"Gue bersumpah gak akan pernah mengampuni orang yang buat ibu terbaring di rumah sakit, " desis Cakra.
Alura mengelus punggung Cakra. "Udah lo gak usah mikirin orang itu, sekarang fokus kita adalah kesembuhan ibu lo. Papa bilang kalau ibu lo belum sadar rencananya papa bakalan bawa ibu lo ke luar negeri. "
"Tapi gue nggak mau nyusahin papa lo--"
"Gapapa, papa nggak masalah kok."
Cakra menghela napas. "Tapi gue nggak yakin bisa membayar uang pengobatan ibu, kalau ibu di bawa ke luar negeri. "
"Lo nggak perlu mikirin biaya, sekarang tugas lo hanya fokus kesembuhan ibu lo. "
Cakra menatap Alura lekat. "Kenapa lo baik ke gue? "
Alura terkekeh kecil. "Gue baik? Jangan ngarang lo. Lagian gue melakukan ini semua untuk menebus rasa bersalah gue karena selama 3 tahun kita bareng, gue selalu nyusahin lo. "
"Hanya karena itu? "
Alura mengangguk. "Lagian nggak ada salahnya itung-itung bantu keluarga lo, lagian lo udah jaga gue selama ini jadi udah saatnya gue dan papa melindungi keluarga kalian. "
Mata Cakra berkaca-kaca, ini pertama kalinya ada orang yang bersedia membantu Cakra dan ibunya, dan ini pertama kalinya Cakra merasakan dukungan dan rasa peduli dari orang lain selain Aylina.
Entah dari mana keberanian Alura, ia tiba-tiba saja mengulurkan satu tangannya dan menghapus air mata yang menetes dari mata Cakra.
"Lo ngatain gue cengeng, tapi lo malah yang cengeng, " ujar Alura terkekeh kecil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Status Sosial
ActionCakrawala Abirama "Setiap manusia itu sama, hanya berbeda takdir dengan manusia lainnya. " Cakrawala Abirama, hanya laki-laki sederhana bermata elang, berbadan tegap, dan memiliki wajah rupawan. Ia memiliki semua keindahan itu, namun tidak dengan ta...