36. Pengakuan

101 11 1
                                    

Jangan lupa vote & komen.

Dahulukan Membaca Al Qur'an & Sholawat.

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
وَعَلٰى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّد

_________


Tampaknya sinar matahari itu kini sangat menyengat. Sedangkan para petani tetap mempertahankan posisi tubuhnya meskipun mereka telah basah dengan keringatnya yang mengucur. Apapun demi keluarga, mereka rela berpanas-panasan untuk menafkahi istri serta anak-anaknya.

"BAPAK, IBU!" teriak seseorang di tepi sawah memanggil keduanya yang tengah bertani.

Keduanya menoleh sembari mengelap peluh yang mengucur dari pelipis paruh baya itu, sedikit memicing karena silau dari terik nya matahari. Sontak lelaki paruh baya itu meringis saat pukulan kecil yang berasal dari sampingnya.

"Nadia bapak!" Sahut istrinya sembari kedua kakinya berjalan menyusuri lumpur sawah untuk menepi.

Kemudian, suaminya pun beranjak menyusul dari belakang istrinya sesekali satu tangannya mengelap peluh nya yang mengucur kembali.

Nadia, nama itu kembali setelah beberapa waktu lamanya perempuan itu menghilang. Dan kini, hampir 1 tahun dirinya kembali dengan bertempat tinggal bersama kedua orang tuanya di Magelang.

"Jadi toh ke Jakartanya?"

Gadis itu mengangguk sembari tersenyum.

Tidak tahu mengapa, raut wajah dari kedua paruh baya itu seketika berubah khawatir.

"Apa sebaiknya di telpon saja nduk? tidak usah jauh-jauh ke jakarta."

Nadia mengulas senyuman nya dengan menggeleng kecil "bapak sama ibu kenapa? Nadia baik-baik aja kok, dan kalo nadia lewat telpon juga kan.. udah lama ganti nomor hehe."

"Kami khawatir nduk."

"Nadia baik-baik aja kok beneran." Ucap Nadia yakin, lalu kedua matanya menatap jam tangan yang melingkar di lengannya.

"Nadia berangkat dulu ya pak, bu."

"Assalamualaikum." Ucap gadis itu sengaja tidak menyalami kedua tangan orang tuanya bergantian.

"Waalaikumsalam." Jawab keduanya menatap anaknya yang mulai pergi.

"Nadia!" Sahut lelaki paruh baya itu sehingga Nadia menghentikan langkahnya dengan menoleh ke belakang.

"Kenapa pak?" Tanyanya dengan mengangkat kedua alisnya.

Langkah kaki paruh baya itu perlahan menghampiri Nadia dengan mendekat.

"Hati-hati disana nduk, kabarin bapak sama ibu kalo udah sampai hm?" Ujar bapaknya mengusap sekilas kepala putrinya.

Nadia mengangguk kecil dengan tersenyum tipis sembari.

"Bapak sama ibu jangan terlalu cape di sawah, apalagi panas kaya gini. Nadia gak mau liat bapak sama ibu sakit."

"Nadia pamit." Ucap Nadia kembali.

"Ibu!" Sahutnya berganti dengan pergelangan nya melambai pelan pada sosok ibu nya.

Sedikit demi sedikit, pandangan punggung anaknya menjauh hingga menghilang dari kedua mata suami istri itu. Kemudian, keduanya mendekat dengan melirik satu sama lain. Kedua mata itu masih terlihat jelas. Bahwa, keduanya khawatir dengan Nadia.

Akhir dari Takdir [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang