⚔️_37_⚔️

97 15 3
                                    

Maaf Author lupa up minggu kemarin🙏😭

Heeseung mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi, dalam hati Heesa berdoa agar dirinya sampai tepat waktu dan bisa memperingatkan kepada Jungwon jika Wonbin berada di sekolah. Karena sialnya, ketika Heesa mencoba menghubungi Sohee dan Taerae, tidak ada balasan dari kedua pria itu.

Heesa kembali mendecak sebal karena jalanan di depan sana sudah dipenuhi oleh mobil yang berhenti, "Seung, turunin gue disini," ucapnya final merasa jengah harus berlama-lama disini.

Heeseung yang mendengar itu langsung menoleh bingung, tujuan mereka berada sekitar 2 kilometer lagi, apakah Heesa bisa sampai disana?

"Kalo misalnya lo udah keluar dari macet dan sampai di sekolah. Jangan berani-berani untuk masuk ke dalam, okay?" ucap Heesa kembali, dengan nada tegas tentunya. Tentu saja ia peringati agar Heeseung tidak terlibat bahkan menjadi korban nantinya.

"Tapi Sa-"

"Please, turutin keinginan gue ini, ya? Kalo ada apa-apa, Lo bisa langsung hubungin bokap gue," Heesa membuka seatbletnya, hendak pergi keluar. Dengan cepat Heeseung menahan lengan gadis itu.

"Gue mohon Lo jaga diri Lo ya? Inget, Lo masih ada hutang penjelasan ke gue," ujar Heeseung yang benar-benar dan tidak ingin meninggalkan Heesa sendiri.

Heesa mengangguk mantap, "Gue gak pernah ingkar janji, Lo tau itu kan?" balas Heesa mencoba menghibur, "Gue akan jaga diri gue baik-baik, gue pamit," setelah mengatakan itu Heesa langsung keluar dari mobil itu. Membuka maps, mencoba mencari jalan pintas yang cepat untuk sampai di sekolah.

Akhirnya, ia menemukan rute tercepat, dengan segera ia langsung berlari sesuai dengan rute yang diarahkan. Hingga hanya menempuh waktu 30 menit, Heesa sudah sampai pada bagian belakang sekolah. Jika memasuki kawasan sekolah akan memakan waktu lagi, Heesa tanpa pikir panjang langsung memanjat tembok pembatas yang cukup tinggi.

Tenang saja kok, Heesa mendarat dengan sempurna, sehingga setelah berhasil mendarat, ia langsung berlarian memeriksa setempat.

"Aneh, kenapa sepi..." gumamnya melihat ruangan cafetaria, ruangan kelas yang tidak terlihat seorang pun disana. Hanya terlihat beberapa orang berpakaian hitam memegang sebuah senjata, tentu saja itu mencurigakan, oleh karena itu Heesa selalu menghindar. Dan ketika ia pergi ke toilet perempuan untuk mengecek ruangan itu, ia merasa janggal dengan salah satu bilik toilet yang tertutup rapat.

Tanpa ragu, ia langkahkan kakinya menuju benda itu. Ketika dibuka, alisnya menyatu melihat seseorang di depannya, "Aera? Kenapa disini?"

Gadis yang sedang meringkuk diatas WC itu mendongakkan kepalanya, ia menghela nafasnya lega melihat Heesa yang sedang menemukannya.

"Kenapa kamu disini? Mana yang lain?" tanya Heesa mengeluarkan segala pertanyaan yang ada dipikirannya sekarang. 

Aera mengintip keluar toilet sebentar, kemudian menyeret Heesa untuk masuk ke dalam bilik yang tadi ia gunakan. Tanpa suara, Aera mengisyaratkan untuk tidak mengeluarkan suara terlebh dahulu. Tak lama, terdengar suara langkah kaki yang berjalan di luar ruangan itu. 

Aera membuka handphone miliknya dan mengetik disana, "Saya disini seorang diri, yang lain, seluruh siswa dan guru sepertinya berkumpul di aula, karena tadi ada pengumuman untuk pergi kesana," tulis gadis itu.

"Saya ada disini, karena tepat sebelum pengumuman itu, saya kabur dari kejaran Haerin yang membully saya," kini Heesa baru menyadari rambut Aera yang sedikit basah dan juga rambut yang acak-acakkan, "Tak lama saya bersembunyi, saya mendengar suara orang berkeliaran, mereka seperti sedang mencari seseorang. Ketika saya menghubungi salah satu anggota Bloody Party, tidak ada yang membalas. Sepertinya internet di sekolah ini disadap,"

Heesa menghela nafasnya kasar, "Dan saya mendengar ucapan orang-orang yang berkeliling tadi, mereka bilang bahwa Wonbin ada di aula dan siap untuk melanjutkan aksinya," Heesa mengepalkan tangannya kuat. Ia kalah cepat, berarti Jungwon dan lainnya berada di aula. Mereka baik-baik saja bukan?

Mau tak mau, Heesa harus mencari cara agar sampai ke aula dengan segera, ia melirik ke arah Aera, mengambil alih ponsel gadis itu dan mengetik sesuatu disana, "Kamu ada senjata?" Aera mengangguk dan mengeluarkan sebuah pistol miliknya yang ia sembunyikan dibalik rok.

Heesa kembali memutar otak, jika ia menggunakan pistol, sudah pasti akan menarik perhatian orang-orang yang berkeliling tadi. Aera melirik ke arah Heesa yang serius, ia dengan pelan menepuk lengan Heesa dan mengetikkan sesuatu pada handphonenya.

"Saya pernah mendengar jika tuan Jungwon sering membawa senjata di tas sekolahnya," Heesa yang melihat ketikan itu langsung menaikkan kedua bibirnya senang, dengan cepat ia mengangguk, "Ayo kita ke kelas Jungwon," ucap Heesa pelan, ia juga menyiapkan pisau miliknya untuk ia gunakan ketika bertemu dengan para pria mencurigakan tadi.

Untung saja, jarak dari toilet ke kelas Jungwon tidak terlalu jauh, sehingga mereka bisa dengan mudah menyelinap ke kelas Jungwon dan mulai mengobrak-abrik tas pria itu. Benar saja, di tas Jungwon terdapat berbagai senjata, diantaranya adalah pistol, pisau, belati, pisau lipat knuckle dan juga peluru. Heesa menaikkan sebelah alisnya bingung melihat sebotol bubuk merica yang ada disana, "Aera, pegang ini buat jaga-jaga," Heesa memberikan botol itu kepada Aera.

Dengan segera mereka langsung mengambil benda itu untuk mereka bawa, Heesa mengantongi pistol dan beberapa peluru untuk ia gunakan saat keadaan mendesak nanti, "Kita bawa tas ini, siapa tau berguna buat yang lain nanti," ucap Heesa. Aera mengangguk dan langsung menggendong tas itu.

Akan tetapi, suara langkah kembali terdengar, kedua gadis itu langsung menatap satu sama lain, Heesa langsung memerintah Aera untuk ikut bersembunyi dengannya dibelakang pintu. Benar saja, tak lama setelahnya, tiga orang berpakaian hitam memasuki ruangan itu. Dengan cepat Heesa langsung menyayat leher salah satu pria itu dari belakang. Heesa juga memukul kepala kepala pria itu dan seketika pria itu tumbang.

Kedua pria lainnya yang menyadari itu hendak mengangkat pistol ditangannya untuk menembakki mereka, dengan cepat Aera langsung menendang pistol itu hingga terlempar jauh. Barulah setelahnya dapat Heesa dan Aera urus dengan mudah. Dan ketiga pria itu bisa diatasi dengan cepat.

Heesa memandang ketiga pria itu, sebuah ide terlintas dipikirannya, kemudian ia melirik Aera disebelahnya, "Siap untuk menyamar?"

Tentu saja, ide itu sangat menguntungkan saat ini, karena mereka bisa berkeliaran dengan mudah. Hanya dengan memakai pakaian serba hitam seperti yang ketiga pria itu kenakan. Tak memakan waktu lama mereka untuk berganti pakaian. Dan sekarang mereka bisa berjalan santai, tidak perlu mengendap-endap.

Ketika mereka hendak sampai menuju aula, ada sekitar lima orang berpakaian hitam mendekat ke arah mereka. Tentu saja, kedua gadis itu was-was dibuatnya, tetapi Heesa meminta agar Aera tidak terlalu panik dan berjalan biasa saja sehingga mereka perlu mas-

"Tunjukin id kalian," kedua gadis itu menghentikan langkahnya, dengan cemas Aera meremas pistol yang ia pegang. Sedangkan Heesa menghela nafasnya pelan, ia membalikkan badannya, menyiapkan pisau lipat yang ia sembunyikan dengan baik, "Bubuk merica, Aera!" Aera langsung melempari bubuk itu kepada kelima orang di dekat mereka. Tentu saja mata kelima orang itu yang tidak tertutup kain harus terkena bubuk yang membuat mata mereka seketika perih. Kesempatan itu Heesa gunakan untuk menghabisi kelima pria itu. Ia langsung menumbangkan kelima pria itu satu persatu. Menusuk, bahkan menyayat leher pria itu dengan enteng.

Melihat kelima pria itu tumbang, Heesa tersenyum senang dan bertos ria dengan Aera, topeng hitam yang mereka gunakan, mereka buka, "Saatnya kita ke aula," ucap Heesa melirik ke arah Aera, Aera mengangguk dan menunjuk ke arah pintu samping aula, "Kalau lewat depan kemungkinan pas kita masuk ada penjaga di dalemnya, jadi lewat sana aja," Heesa mengangguk mengerti.

Untungnya kali ini di sekitaran aula tidak ada yang berjaga, sebelum masuk, Heesa dan Aera bertukar pandang kembali, bagaimana cara mereka untuk masuk?

"Dobrak aja kali ya?" celetuk Heesa, Aera berpikir bahwa itu ide yang bagus, ia pun menyetujuinya, "Oke, hitungan 3 kita langsung dorong bareng-bareng. Satu... Dua... Tiga..."

Brak!

[S3] Mafia || Yang Jungwon Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang