" A Man "
Dia tidak bisa tidur, tubuhnya begitu lelah karena terjaga semalaman. Tangannya meraih liontin kecil yang melingkar di lehernya, membuka liontin itu yang memperlihatkan foto seorang anak kecil bersurai biru muda di sana.
"Anna ku manis sekali..." Gumam Lance.
Mungkin itu pujian yang dia lontarkan setiap harinya. Tetapi kali ini, pujian itu dikhususkan untuk mengalihkan perhatiannya. Kejadian tadi siang masih terbayang begitu jelas dibenaknya, dia tidak bisa melupakannya begitu saja.
Jantungnya kembali menyiksanya, berdetak begitu cepat hingga itu terasa menyakitkan. Mengingat dia bahkan tidak bisa menahan suara kenikmatannya saat itu... Rasa malu membakar tubuhnya hidup-hidup.
"Lupakan saja... Lupakan saja... Anna satu-satunya bagiku."
Tidak bisa. Tidak seperti ini. Pikirannya kacau, diacak-acak. Mencoba untuk mengalihkan semuanya dengan tidur pun dia tidak bisa. Semua itu terus terbayang ribuan kali dinalarnya. Wajahnya terasa begitu panas.
Dia mengusap wajahnya, berharap mengurangi rasa panas di sana. Tetapi tidak ada yang bisa dia lakukan dengan itu. Rasa panas yang menjalar secara biologis dan psikologis. Rona merah itu menghias wajahnya dengan sempurna.
Dan itu menyebar kemana-mana. Belakang lehernya, telinganya, tangannya. Dia tidak bisa berpikir jernih.
Dia merasa dipermalukan.
Dan itu bukan rasa gugup karena dia menyukai seseorang. Tetapi rasa malu karena seseorang mempermalukannya.
***
Rayne Ames, dia dikenal sebagai siswa ketiga tahun ini di Akademi Easton sekaligus Sword Cane dari Visioner Suci. Dia berprestasi karena dia juga dipercayakan untuk menjadi prefek asrama Adler.
Dia memiliki sifat yang dingin dan terkesan tenang, tetapi jauh di dalamnya dia adalah pria yang peduli dengan orang lain.
Dan satu lagi— penyabar.
Rayne memutar gagang pintu asramanya setelah memberikan terguran pada beberapa siswa yang tidak menggunakan dasi. Dia adalah pria yang produktif dan terorganisir segalanya. Lalu, saat ini, pemandangan mengejutkan yang dia lihat di balik pintu kamarnya adalah [Name] [Lastname] yang tertidur lelap dikasurnya.
Sepertinya dia lupa untuk mengunci pintunya, karena dia berniat keluar hanya untuk sementara. Tetapi siswi dari asrama Lang ini memiliki keberanian yang cukup bagus untuk menyusup ke dalam kamarnya dan tertidur di sana seolah kamar ini memang miliknya.
Rayne menghela napas. Dia berjalan mendekati gadis itu, tertidur begitu nyenyak. Apakah kasurnya memang senyaman itu?
Hatinya berteriak untuk membangunkan gadis itu. Bagaimanapun tidak baik jika seorang gadis berada di dalam satu kamar yang sama dengan seorang pria. Dan dia tidak ingin rumor buruk menyebar tentang ini.
Dia menghela napas lagi. Tubuhnya sedikit membungkuk dan tangannya perlahan menepuk pundak gadis itu dengan lembut, tidak ingin mengejutkannya saat dia terbangun nantinya.
"[Name]... bangun.."
Gadis itu tampak sangat menikmati tidurnya. Satu kali tepukan... Dua kali tepukan.. Tiga kali tepukan... Dia tetap tidak bangun. Rayne menjadi sedikit khawatir, tangan pria itu bergerak mengukur nadinya, itu masih berdetak. Helaan napas lega keluar dari bibirnya.
Masalahnya adalah... bagaimana cara dia membangunkan gadis ini?
Dan tidurnya terlalu nyenyak. Dia merasa sedikit bersalah jika mengganggunya.
Rayne pun berdiri dari posisinya, menarik selimutnya sampai menutupi sebagian dari tubuh gadis itu agar terlindungi dari udara dingin.
Setelah memastikan pintu kamar asramanya terkunci, dia melipat jubah asramanya menjadi alas kepala kecil. Rayne meletakkannya di lantai sebelum dia berbaring di sana, memutuskan untuk tidur di lantai asrama yang dingin. Membiarkan gadis yang bahkan baru dia kenal beberapa hari yang lalu untuk menggunakan tempat tidurnya.
Dia tertidur lelap di sana. Sampai matahari terbit dari ufuk timur, menyinari separuh dari dunia ini untuk segera melakukan keseharian mereka.
Angin pagi menerpa sebagai salam pembuka. Kelopak mata sang pria berkedut halus saat cahaya matahari menembus tirai dan menusuk retinanya secara lembut. Punggungnya sedikit sakit, tidur tanpas alas di lantai yang keras.
Kepala Rayne ditolehkan ke sampingnya. Tempat tidurnya. Gadis itu masih tertidur lelap, begitu nyenyak menguasai selimut dan bantalnya. Tetapi Rayne tidak merasakan amarah ataupun jengkel. Hanya perasaan monoton seperti biasanya.
Dia bangkit dari posisinya dan membuka sedikit tirai kamar tidurnya, membiarkan cahaya matahari itu memberikan penerangan alami di dalamnya. Rayne melirik ke arah [Name] yang sama sekali tidak terganggu dengan sinar matahari yang menyinarinya.
Dia pun beralih mengambil seragam dan handuknya sebelum memasuki kamar mandinya, melakukan aktivitas hariannya seperti biasa. Dia berdiri di depan cermin setelah membersihkan dirinya, memastikan seragamnya tertata rapih sebelum keluar dari kamar mandi.
Rayne melihat ke arah tempat tidur. Kosong. Sepertinya gadis itu sudah bangun dan sudah pergi. Melihat tempat tidurnya yang berantakan, dia pun merapihkannya. Bahkan tidak ada satu titik pun rasa marah di relung hatinya.
Tak sengaja matanya melirik jubah asrama Lang milik [Name] yang tertinggal, terselip di bawah selimut. Dia menghela napas dan menggelengkan kepalanya.
Setelah memastikan kamarnya sudah rapih kembali seperti semula, kali ini dia memastikan untuk mengunci pintu kamar sebelum keluar. Lagipula seharusnya Max— roommatenya akan kembali dari tugasnya di luar.
Sebelum menuju kelas, dia pergi menuju asrama Lang. Sedikit aneh bagi mereka murid asrama Lang yang melihat prefek dari asrama Adler seperti Rayne Ames mengunjungi kawasan asrama Lang.
Tetapi tujuan pria itu yang pasti adalah kamar [Name], untuk mengembalikan jubah asramanya yang tertinggal di kamarnya. Kamar 101. Dia mengetuk pintu kamarnya dengan pelan.
Sampai akhirnya ketukan yang kelima, gadis itu membuka pintunya dan memperlihatkan mata sembabnya. Rayne sedikit terkejut melihat itu, melihat gadis yang seenaknya tidur di kamar asramanya kemarin malam, kini dia menyaksikannya baru saja selesai menangis entah karena apa.
"... Aku ingin... mengembalikan jubah asramamu. Kamu meninggalkannya di kamarku," Ucap Rayne.
[Name] hanya berdiri di sana. Di depan pintu kamarnya. Dia masih terisak seperti anak kecil. Hidungnya memerah dan matanya semakin bengkak.
Rayne memasang wajah tak bergeming, tetapi dia sedikit merasa khawatir pada gadis itu, "Apa yang terjadi?"
"Tidak bisa..."
"Tidak bisa?" Bingung Rayne.
"Aku tidak bisa membuat rambutku menjadi kepang!" Dia menangis kencang. Rayne tertegun, dia merasa seolah berada dihadapan seorang anak kecil berumur lima tahun.
"Jangan menangis. Ambil jubahmu dulu," Ucap Rayne berusaha menenangkannya dan membiarkan gadis itu memakai jubah asrama Lang nya.
Melihatnya tetap terisak dan sama sekali tidak berhenti menangis. Rayne pun menghela napas, "Aku akan membantumu menghias rambutmu. Berhenti menangis..." Dia menyerahkan sapu tangan pada gadis itu agar bisa menghapus jejak air matanya.
"Sudah jangan menangis. Akan kubantu."
— Nellswtars —
11 Juli 2024
KAMU SEDANG MEMBACA
- 'M A S H L E
FanfictionBiasanya, buku romansa atau fantasi bertema reinkarnasi berakhir dengan tokoh utama yang mati dan berpindah tubuh menjadi anak-anak. Tetapi terjadi sedikit kontras di sini- dicerita ini. Seorang balita berumur 5 tahun yang bereinkarnasi ke tubuh re...