C H A P T E R 14

1.1K 239 10
                                    

" Sense of Competition "

Gadis itu benar-benar berhasil merubah ekspresinya. Rayne menghela napas dan menutup wajahnya dengan satu tangannya, panas. Siang ini terasa begitu panas hingga wajahnya seperti terbakar langsung cahaya matahari.

[Name] melanjutkan menghabiskan kue kecil di tangannya itu dengan rakus. Mengabaikan fakta jika kata-katanya mengubah pria di sebelahnya menjadi sedikit emosional daripada biasanya.

"Kau bawa minum tidak, Rayne?" Tanyanya saat merasakan kerongkongannya semakin kering.

Pria itu tersadar dari lamunannya dan menggeleng pelan, "Tapi jika kamu haus, aku akan membelikannya untukmu."

"Wah, beneran? Tolong ya!"

Pria tampan, berprestasi, dan gentleman seperti Rayne Ames, siapa yang tidak menyukainya? Akan lebih bertanya-tanya bagi gadis itu jika pria ini tidak memiliki banyak penggemar. Everyone wants him, dan siapapun yang berakhir merebut hatinya nanti that was their crime.

Rayne berdiri dari posisi duduknya dan berjalan menjauh dari gadis itu. Dia melangkahkan kakinya menuju kantin Akademi untuk membeli satu botol air putih dan satu kotak susu.

Setelahnya dia kembali ke tempat awal mereka. Tetapi, justru dia di sana melihat gadis ith tengah berbicara dengan pria bersurai biru. Dahinya berkerut bingung saat tangannya memegang kotak susu dan botol air putih itu sedikit mengeras.

Tidak ingin memikirkan banyak hal, Rayne melangkahkan kakinya kesana. [Name] melambaikan tangannya dan senyum gadis itu merekah saat melihat Rayne yang sudah membawa air putih dan susu dikedua tangannya.

Rayne menyerahkan air putih dan satu kotak susu itu kepadanya. Lalu, netranya bergulir menatap pria bersurai biru yang ada di sebelah gadis itu. Keduanya saling bertatapan, menyiratkan rasa kebingungan di antara mereka berdua. Cukup lama mereka berkontak mata dengan kilatan tak suka.

"Terima kasih Rayne!" [Name] meminum susu kotaknya dengan perasaan berbunga-bunga. Dia di kelilingi orang dewasa, tempat di mana dia bisa bergantung, dan itu adalah perasaan terbaik karena sebagai anak kecil— dia merasakan sensasi terlindungi dan diperhatikan.

Bibir Rayne berkedut manis sebelum menyunggingkan senyum kecil. Ternyata pria tanpa ekspresi pun bisa menampilkan emosi lain di dalamnya. Dan [Name] sangat berusaha keras untuk bergantung pada orang dewasa seperti itu.

"Kau prefek asrama Adler, kan?" Tanya pria bersurai biru di sebelah sang gadis, Lance.

Ekspresi Rayne berubah menjadi seperti biasanya dan mengangguk, "Ya."

"Kenapa kau bisa mengenal gadis asrama Lang ini?" Tanya Lance lagi.

"Saat itu dia tersesat di kamarku," Ucap Rayne. Mata mereka berdua menajam saat mereka berkontak mata untuk kesekian kalinya, "Tersesat?" Balas Lance.

"Ya," Rayne memberikan jawaban sedikit mungkin. Tidak ingin menceritakan terlalu banyak bagaimana mereka bertemu oleh pria bersurai biru itu yang ia ketahui adalah Lance Crown.

Lance sendiri merasa lebih baik mati daripada mendengar pertemuan pertama mereka.

Dia hanya mendengus pelan dan matanya bergulir menatap gadis itu lagi yang sibuk dengan dunianya sendiri. Begitupun Rayne yang mengalihkan pandangannya.

"A-Apa lihat-lihat? M-Mau merebut susu kotak ku?" Tanya [Name] takut. Gadis ini luar biasa kikir jika berbicara soal kepemilikan. Kepemilikan makanan dan minuman lebih tepatnya.

"Tidak," Mereka berdua menjawab dengan wajah tanpa ekspresi.

Lance hanya menatap Rayne dengan tatapan mengkritik. Tidak suka jika pria itu memberikan jawaban yang sama dengannya. Lebih baik dia tidak menjawabnya. Dia mendengus kembali dan menatap ke arah gadis itu.

"Aku akan pergi," Ucap Lance sebelum bangkit dari duduknya dan berjalan menjauh dari tempat mereka. Ucapannya menciptakan banyak tanda tanya di atas kepala [Name].

"Ada apa?" Tanya Rayne bingung akan reaksinya.

"Biasanya kita menghabiskan waktu bersama sampai lupa waktu. Tetapi dia terlihat sangat jengkel hari ini," Ucap [Name], "Ternyata benar. Apakah karena aku tidak berbagi satu tegukan susu kotak ku?"

Rayne hanya menatap gadis itu sebelum beralih menatap punggung Lance yang kian menjauh. Tidak salah jika gadis itu menyebut Lance sedikit jengkel. Tetapi, yang jengkel bukan hanya Lance saja, dia juga. Bahkan meski mereka sudah tidak saling berkontak mata, rasanya mereka masih saling melemparkan kritik antara satu sama lain di dalam pikiran mereka.

"Abaikan saja," Balas Rayne.

[Name] mengangguk, "Oke."

***

"Kenapa kita di sini ya?" Pria bersurai kuning-hitam dengan bintik-bintik kecil di wajahnya itu bertanya kebingungan.

"Pelajaran kita hari ini akan berlangsung di tempat ini," Balas Lance.

"Namun, apa yang akan kita lakukan di sini?"

Singkatnya, asrama Adler dan asrama Lang menjalani kegiatan ekstrakulikuler bersama hari ini. Hadiahnya berupa koin atau perunggu perak. Dan tema kali adalah memusnahkan kalajengking hutan. Mereka diinstruksikan untuk mengumpulkan batu yang ada di kepala kalajengking hutan, dan sebagian besar kalajengking hutan bernilai koin perunggu, tetapi ada beberapa dari mereka yang bernilai koin perak.

Banyaknya informasi itu menusuk langsung ke ubun-ubun [Name]. Di sekitarnya, banyak murid-murid yang membuat kelompok agar bisa melindungi satu sama lain saat berburu. Tidak dengannya. Dia ingin melakukannya sendirian. Tidak mendengarkan penjelasan Profesor yang menjelaskan perbedaan batu di kepala kalajengking hutan mungkin akan membuatnya menyesal nanti.

Bahkan sebelum Profesor itu memberikan instruksi untuk masuk ke dalam hutan, dia sudah masuk lebih dulu tanpa ada yang menyadarinya.

"Akan kucari yang paling besar dan kuat! Kak Orter pasti akan bangga melihatku!"

Baru beberapa langkah di sana, gadis itu sudah terjatuh tersandung batu dan lututnya berdarah. Seketika dia menangis begitu keras. Tipikal anak-anak.

"Draco..." Dia berusaha mengabaikan rasa sakitnya dan berjalan sambil sesenggukan.

Ini semua salah kalajengking hutan. Dia akan menghabisi mereka semua nanti jika bertemu, awas saja.

Dia merasa sudah berjalan cukup jauh. Matanya bengkak dan hidungnya memerah. Tetapi sejak tadi, dia sama sekali tidak menemukan kalajengking hutan. Apakah Profesor itu membohongi mereka semua?

[Name] berjalan lebih jauh dengan lututnya yang terluka. Dia melewati semak-semak belukar yang semakin padat. Pipinya tergores ranting, air matanya yang mengalir terkena luka di pipinya dan membuat dia meringis kesakitan.

Sampai akhirnya [Name] mendengar suara berisik aneh. Dia sedikit membuka jalan kecil di antara semak-semak itu dan...

... sepuluh, tidak. Mungkin puluhan kalajengking hutan itu berkumpul disatu tempat yang sama.

Gadis itu berhadapan langsung dengan sarang mereka.


Nellswtars —
12 Juli 2024

- 'M A S H L ETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang