" Strange Feeling "
Tangan kanannya tergeletak begitu saja di tanah. Dia menggenggam ranting pohon itu dengan tangan kirinya. Napasnya memburu, penglihatannya mulai berkunang-kunang saat pendarahan menguras energinya.
"Re—"
Sebelum dia merapalkan sihir reborn untuk memulihkan bentuk tubuhnya seperti semula, pria itu lebih dulu menghentikan waktu sehingga dia tidak bisa bergerak.
"Timez."
Waktu berhenti begitu saja. Air hujan berhenti melayang di udara dan petir terkena dampak yang sama. Dedaunan di pohon berhenti bergerak karena saat ini semuanya terhenti kecuali pria itu seorang.
Pria itu berjalan mendekatinya dan menatapnya rendah, melihat betapa menyedihkannya kondisi gadis di depannya. Menyusup begitu saja, menghabiskan seluruh makanan di atas meja, dan ini balasan yang pantas dia dapatkan.
Terlebih gadis itu tidak ingin berkata jujur.
"Pendarahanmu terhenti karena sihirku, tetapi itu pasti menyakitkan. Kamu tidak bisa melakukan apapun selain menatapku," Tangan pria itu terulur membelai pipinya. Tatapannya dingin dan kejam, "Matilah."
"Darkness."
Rapalan sihi terakhir dari pria itu adalah yang paling telak. Dia tidak bisa menghindar saat waktu terhenti. Tubuhnya dilahap oleh kegelapan tiada ujung... dan mungkin kini sudah terbelah-belah menjadi tak berbentuk.
Kenapa harus berakhir seperti ini?
Dia berpikir mungkin kematian akan membawanya kembali ke Hogwarts. Tetapi tidak, dia terjebak di sini. Di dalam kegelapan tiada ujung. Dadanya terasa sesak dan dia tidak bisa bernapas dengan leluasa.
Kematian yang sesungguhnya.
Meski reborn selama ini membantu menghindarinya dengan kematian ringan, tetapi itu tidak akan berfungsi dengan kematian berat seperti ini. Sia-sia. Tubuhnya sudah tak berada dengan tata letaknya. Dan saat ini dia tidak bisa berbuat apa-apa selain terjebak di dalam kegelapan tiada ujung.
Dahi pria itu berkerut samar saat dia tidak bisa menggunakan kekuatan magic stealingnya.
Dia tidak bisa mengambil kekuatan sihir gadis itu. Seharusnya sihir ini hanya tidak berfungsi pada seseorang yang tidak memiliki sihir seperti Mash Burnedead. Tetapi dia tidak bisa mengaktifkannya juga pada gadis ini, padahal gadis yang sudah tergeletak tak bernyawa di depannya bisa menggunakan sihir sebelumnya.
Yah, terserah. Apapun itu tidak akan berguna padanya jika hanya merebut sihir yang lemah. Pria itu berjalan menjauh, meninggalkan tubuh tak bergerak sang gadis yang sudah basah tertimbun air hujan.
Waktu kembali berjalan seperti semula, tanpa menyadari jika saat waktu terhenti, nyawa seseorang telah terenggut di dalamnya.
Dan mungkin ini saatnya pria itu menjalankan rencananya. Menuju Akademi Easton yang sedang melakukan ujian sihir untuk menjadi kandidat Visioner Suci. Dia akan melakukan apapun untuk mengejar sebuah keabadian yang mutlak. Karena dia percaya bahwa semua orang di dunia ini dilahirkan untuknya. Dia akan menyerap Mash Burnedead dan menjadi seorang 'Manusia Sempurna'.
Kematian gadis itu tidak berpengaruh apapun untuk rencananya. Hanya serangga kecil yang menggigit tanpa memiliki satupun kekuatan.
Keberadaannya tidak akan memengaruhi sesuatu yang besar.
***
Ujian sihir untuk menjadi kandidat Visioner Suci sedang berlangsung di arena Colosseum milik Akademi Easton. Lance, Finn, Dot, dan Mash mengikuti ujian itu. Mereka memenuhi pra-syarat dengan memiliki tiga koin emas. Seharusnya membutuhkan lima koin, tetapi karena Innocent Zero yang sudah bergerak, ujian dimajukan lebih cepat dari sebelumnya dan pra-syarat diubah menjadi tiga koin emas.
Abel yang berada di bangku penonton menyadari sesuatu, "Aku tidak melihat [Name]. Bukankah dia ingin menonton ujian ini?" Tanya Abel pada Abyss.
Abyss yang mendengar pertanyaan Abel melihat ke sekelilingnya, berusaha mencari sosok gadis itu di antara murid asrama Lang lainnya. Melihat ketidakhadirannya membuat dia khawatir sekaligus heran. Tidak biasanya gadis itu tidak terlihat.
"Aku tidak melihatnya sejak pagi. Haruskah aku pergi ke kamar asramanya? Mungkin saja dia ketiduran..." Ucap Abyss.
Abel mengangguk, "Baiklah. Aku akan menunggu di sini."
Abyss pun berdiri dari duduknya dan bergegas turun dari bangku penonton, menjauhi arena Colosseum sebelum menggunakan sihir perpindahan tempat untuk menghemat waktu. Kini dia berada tepat di depan kamar 101, kamar [Name].
Dia mengetuknya beberapa kali, tetapi tidak ada jawaban.
'Beneran ketiduran ya...?' Batin Abyss.
Pria itu memegang gagang pintu kamar sang gadis. Tidak dikunci, seperti biasa. [Name] selalu ceroboh dan tidak memastikan sekitar bahwa dia tidak melupakan sesuatu. Abyss menghela napas. Pandangannya menyapu ke seluruh ruangan kamar [Name], seperti kapal pecah.
Tetapi dia sama sekali tidak mendapatkan sosok gadis itu di sana.
Bahkan tingkat kecerobohannya begitu parah saat Abyss menyadari kunci kamar asrama gadis itu ditinggalkan di atas meja belajarnya.
Merasa kecewa karena tidak menemukan apapun, Abyss kembali berpindah tempat ke Colosseum setelah dia memastikan benar-benar tidak ada tanda-tanda dari gadis itu. Dia menaiki anak tangga dengan pikirnnya yang dipenuhi tanda tanya.
"Bagaimana?" Tanya Abel.
"Tidak ada. Dia juga meninggalkan kamarnya begitu saja tanpa dikunci. Aku sudah menguncinya dan untuk sementara aku akan memegangnya," Ucap Abyss, memperlihatkan kunci kamar asrama [Name] yang dia pegang untuk diamankan.
Dahi Abel berkerut kebingungan, "Tidak biasanya. Tetapi aku tidak terkejut jika dia pergi keluar asrama tanpa izin kepadaku."
Karena umumnya jika ingin pergi meninggalkan asrama sementara harus melapor ke prefek asrama. Jika asrama Adler maka melapor pada Rayne, jika asrama Lang melapor pada Abel, dan jika asrama Orca melapor pada Margarette. Itu sudah hal yang wajib.
Manik mata Abyss melihat ke tempat duduk asrama Adler, di sana juga tidak ada gadis itu. Kekhawatirannya menjadi sedikit bertambah.
"Kuharap dia tidak terlibat masalah," Ucap Abyss.
Ujian kedua setelah mencari kunci kini dilakukan secara berkelompok. Finn, Dot, dan Mash berada di kelompok biru yang sama. Sementara itu, Lance berada di kelompok kuning yang berbeda.
Tatapan datar pria bersurai biru itu sedaritadi bergerak tak nyaman menyapu bersih tempat duduk penonton, terutama tempat asrama Lang. Tidak ada satupun di sana sosok gadis itu menontonnya. Sebenarnya tidak ada yang perlu dikhawatirkan dengan itu, tidak mengurangi peformanya juga, tetapi dia merasakan sesuatu yang salah telah terjadi meski dia tidak bisa menebaknya.
"Aku tidak melihat [Name] di bangku penonton," Ucap Mash pada Finn dan Dot.
Finn langsung menoleh ke tempat asrama Lang berada, "Eh? Benar juga... Apa dia pergi ke tempat lain ya?"
"Benarkah?" Ekspresi Mash berubah murung. Finn yang panik mencoba menenangkan Mash, "Maksudku— mungkin saja dia memiliki urusan lain."
'Atau mungkin menghabiskan waktu bersama kakakku,' Lanjut Finn dalam hati dan menghela napas lelah.
Ujian pada babak kedua mengharuskan mereka melindungi kristal kelompok mereka. Tetapi Mash dan Dot tidak sengaja menjatuhkannya karena tangan licin mereka. Finn hanya bisa tertekan dalam hati melihat itu karena tersisa kristalnya seorang.
— Nellswtars —
13 Juli 2024
KAMU SEDANG MEMBACA
- 'M A S H L E
FanfictionBiasanya, buku romansa atau fantasi bertema reinkarnasi berakhir dengan tokoh utama yang mati dan berpindah tubuh menjadi anak-anak. Tetapi terjadi sedikit kontras di sini- dicerita ini. Seorang balita berumur 5 tahun yang bereinkarnasi ke tubuh re...