Prang......
Chika menoleh kearah nakas di sebelah tempat tidur nya. Dilihatnya bingkai foto yang ia letakkan diatas nakas terjatuh dan pecah. Foto dirinya bersama kedua Cicinya. Chika memegangi dadanya yang tiba-tiba sesak dan nyeri.
" Gak mungkin Yo, mereka bohong kan, mereka salah kan? " Lirih Melody.
Samar-samar Chika mendengar kegaduhan di ruang tengah. Tanpa menunggu lama ia langsung berjalan keluar kamar. Saat sudah sampai di ruang tengah, Chika melihat sang Mama sudah menangis dipelukan Papanya.
Gracia duduk di sofa sambil menundukkan kepalanya, ia juga menangis sesegukan.Chika belum tau apa yang sebenarnya telah terjadi. Tapi hatinya berkata bahwa hal buruk telah menimpa keluarganya.
' Ci Shani. ' batin Chika.
Hari ini Chika dan keluarganya akan datang ke rumah Veranda. Mereka diundang di acara syukuran anggota keluarga baru di rumah Veranda sambil memberi nama bayi perempuan yang cantik itu.
Saat mereka tengah bersiap untuk pergi ke rumah Veranda, ada seseorang yang menghubungi Melody. Seseorang yang memberitahu kan bahwa Shani mengalami kecelakaan mobil. Kabar tersebut membuat Melody lemas.
Chika berjalan menghampiri Gracia. Ia merengkuh tubuh Cicinya yang sedari tadi menangis sesegukan.Bukannya Chika tidak sedih, hanya saja ia berusaha menahan air matanya agar tidak jatuh.
Ia berusaha menenangkan Cicinya itu." Mama.... " Ucap Shani lirih ditengah kesadarannya.
" Bertahanlah, sebentar lagi kita sampai rumah sakit. " Ucap seseorang yang tadi menyelamatkan Shani. Ia juga ikut mengantarkan Shani ke rumah sakit.
Kesadaran Shani semakin melemah. Darah terus mengalir dari kepalanya. Seorang perawat juga tengah menghentikan pendarahan di kepala Shani.
" Pak bisa lebih cepat sedikit! "Ucap seseorang tadi kepada sopir ambulan yang membawa Shani.
Mobil ambulan sudah sampai di lobby rumah sakit. Beberapa perawat langsung datang membantu membawa Shani masuk ke dalam.
Rasa sakit yang kini telah menjalar di seluruh tubuh Shani. Saat ini ia dibawa masuk ke ruang UGD, dan saat itu juga ia kehilangan kesadarannya.
Seorang laki-laki dewasa yang tadi berada tidak jauh dari lokasi kecelakaan. Ia jelas mengenal siapa gadis yang ia tolong tadi. Shani, anak dari wanita yang dulu yang sempat jadi kakak ipar nya.
Melody dan Dio berjalan cepat di Koridor rumah sakit. Disusul oleh Gracia dan Chika yang berjalan dibelakang nya. Terlihat sangat jelas raut wajah yang khawatir mereka. Terutama Melody, bahkan sedari tadi airmatanya tidak berhenti mengalir.
" Kamu.,, " Melody terkejut saat sampai didepan ruang UGD, ia mendapati seseorang yang sedang duduk di kursi tunggu.
Seseorang itu menoleh.
" Ngapain kamu disini? "
Jelas saja mereka terkejut. Seseorang yang duduk didepan ruang UGD itu adalah Rangga. Dia juga yang telah menyelamatkan Shani.
Rangga berdiri dari duduknya. Saat akan menjawab ucapan Melody, dokter keluar dari ruang UGD.
Melody langsung menghampiri dokter.
" Dokter, anak saya baik-baik saja kan? " Tanya Melody cemas.
Dokter menatap satu persatu mereka yang ada disitu.
" Anda yang tadi membawanya kesini kan? " Tanya dokter saat melihat Rangga.
Melody dan yang lain kini ikut menatap kearah Rangga.
Rangga hanya mengangguk pelan." Lukanya cukup parah, terutama dibagian kepala. Dan beruntungnya cepat mendapat penanganan, jika terlambat sedikit saja akan berakibat fatal. Kami sudah menghentikan pendarahan di kepalanya. Tapi... "
Dokter menggantung ucapan nya.
" Tapi apa dokter? " Kini giliran Dio yang bertanya.
Dokter menghela nafas panjang.
" Karena luka yang cukup parah di kepalanya, mengakibatkan pasien koma. Dan setelah sadar nanti kemungkinan terburuk nya, dia bisa mengalami hilang ingatan. Dan juga terdapat benturan cukup keras pada bagian perutnya mengakibatkan salah satu dari ginjalnya tidak berfungsi dan harus segera melakukan operasi pencangkokan ginjal. "
Tubuh Melody langsung lemas mendengar ucapan dokter. Beruntung Dio langsung menahannya agar tidak jatuh.
Gracia langsung memeluk Chika, tangisnya kembali pecah saat mengetahui kondisi Cicinya.
" Dok, saya mohon sekali tolong selamatkan anak saya. " Ucap Dio memohon.
Dokter menatap Dio.
" Itu sudah tugas kami. Kami akan melakukan yang terbaik. Tapi tetap Tuhan yang berkehendak. Berdoa lah Pak, Bu. " Ucap dokter sambil menepuk pelan bahu Dio, lalu setelahnya dokter itu pamit.Ibu mana yang tidak sakit hati melihat buah hati nya terbaring lemah dengan beberapa alat medis yang menempel ditubuhnya. Hati Melody benar-benar hancur melihat kondisi putri sulungnya.
Terbaring tak berdaya diatas bangsal, masker oksigen terpasang dimulut Shani.
Melody perlahan mendekat ke bangsal Shani, menggenggam tangan Shani yang terasa dingin. Ia tak kuasa menahan air matanya." Kenapa bisa begini, nak. " Ucap Melody lirih.
" Kamu anak mama yang paling kuat, paling dewasa diantara yang lain. Kamu yang selalu membantu Mama jagain adik-adik. "
" Bangun sayang. Mama gak bisa liat kamu seperti ini. " Ucap Melody dengan suara bergetar.
Melody mengusap lembut pipi Shani. Beberapa kali ia mengecup pipi Shani. Berharap putri sulungnya segera sadar.
" Bangun Shan,.. " Ucap Melody lirih. Ia menangis sambil mencium tangan Shani.
Dio yang melihat dari balik kaca pintu ikut meneteskan air matanya.
Dio melihat kearah Gracia dan Chika duduk di kursi tunggu dengan Chika yang merangkul Gracia, menenangkan Gracia yang sedari tadi tidak berhenti menangis.
Kini ia menatap Rangga yang duduk tak jauh dari Chika. Yang berjarak 3 kursi.Dio mendekat kearah Rangga lalu duduk disebelahnya, membuat Rangga menatap kearah nya.
" Terimakasih karena anda telah menolong putri saya. " Ucap Dio pada Rangga.
Chika menoleh kearah Dio dan Rangga, sambil masih menenangkan Gracia.
Rangga mengangguk.
" Saya hanya kebetulan lewat saja, dan saya tau dia anak kak Melody. " Ucap Rangga.Rangga menatap kearah Chika yang juga sedang menatapnya.
" Kalau begitu saya permisi dulu. Masih ada urusan lain. " Ucap Rangga sambil berdiri dari duduknya. Dio pun ikut berdiri.
" Sekali lagi terimakasih. " Ucap Dio sambil mengulurkan tangannya.
" Sama-sama percayalah, putri anda akan baik-baik saja. " Ucap Rangga sambil menjabat tangan Dio.
Sebelum benar-benar pergi, Rangga melangkah mendekat kearah Chika. Tangannya terulur mengusap puncak kepala Chika.
Chika terdiam, ia tak menolak perlakuan Rangga padanya.
Hatinya terasa tenang Saat sang ayah kandung mengusap pelan kepalanya." Jaga kesehatan ya, Chika. " Ucap Rangga.
Setelah mengucapkan itu, Rangga pamit pergi. Chika masih diam, ia masih menatap kepergian Rangga yang perlahan hilang dari pandangan nya.