Tian kembali berpapasan dengan Daven saat sedang mengemaskan barang-barang yang bekas ia gunakan di dapur, Tian tidak menyangka Daven akan diam saja dan mengabaikannya. Ya sudahlah lagian apa yang terjadi juga bukan karena kesalahannya. Tian juga tidak meminta Etthan untuk membelanya, tapi Etthan sendiri yang ingin membelanya, semua yang Etthan katakan juga tidak ada salahnya memang benar masakan seenak ini malah dibilang sampah oleh Daven.
"Jangan bahagia dulu, lihat apa yang akan aku lakukan besok, tunggu aja." Ujarnya sebelum berjalan pergi meninggalkan Tian yang masih berdiri mematung mencoba mencerna apa yang dikatakan oleh Daven. Beberapa detik yang lalu padahal ia mengira Daven akan kapok untuk mengerjainya, tapi kenyataannya ia sengaja mencari timing yang tepat untuk mengatakan omong kosongnya barusan. Orang seperti Tian tidak akan repot-repot untuk memikirkan apa yang dikatakan oleh alpha menyebalkan itu, setelah beberapa menit ia akan melupakannya dengan segera.
Tian kembali kedalam kamarnya, ia mengeluarkan beberapa buku di dalam tasnya dan hendak mengerjakan pekerjaan rumah yang diberikan oleh gurunya, kebetulan besok adalah tenggat waktunya. Karena Tian sudah mendalami ilmu-ilmu dasar mata pelajaran yang akan mereka pelajari sebelumnya jadi PR seperti ini tidaklah susah untuknya.
Setelah mengerjakan PR nya Tian terlelap, ia tidak peduli dengan apa yang dilakukan oleh teman sekamarnya dan kemana perginya mereka, yang ia inginkan adalah ketenangan dan kedamaian seperti sekarang karena jika ada keributan sedikit saja Tian akan mudah sekali terbangun dari tidurnya dan ia akan sangat susah untuk terlelap kembali.
Besoknya..
Biasanya Tian akan bangun tidur paling awal di antara mereka berempat mungkin karena ia tidur paling cepat dan kandidat kedua biasanya adalah Marshall. Tapi hari ini berbeda, Tian melihat Daven sudah terlebih dahulu bangun daripada dirinya tapi anehnya ia masih rebahan sambil memainkan ponselnya. Entahlah Tian tidak peduli padanya, yang penting ia akan mandi dulu dan kemudian bersiap-siap.Setelah bersiap-siap Tian langsung pergi menuju ke dapur untuk membuat makanan sebagai bekalnya hari ini. Alasan Tian membuat bekal adalah karena Tian tidak ingin repot-repot mengantri di kantin sekolah dan baginya itu cukup melelahkan. Begitu selesai menyiapkannya Tian memasukkan bekalnya kedalam tasnya tanpa mengecek kembali isi didalamnya.
Pagi-pagi Tian mendapat sapaan tidak enak dari teman sekelasnya, teman-temannya dengan sengaja terang-terangan memanggil dirinya dengan sebutan alpha cacat padahal sebelumnya ia mengira mereka akan dengan segera melupakannya.
"Hey alpha cacat, selamat pagi." Tian dengan sengaja tidak mendengarnya dan memalingkan wajahnya. Ia sangat kesal dengan ucapan pria itu tapi lebih kesal lagi dia hanya bisa menerima segala ejekan itu tanpa bisa membalasnya. Tian mengabaikannya, ia tidak ingin mencari ribut dengan teman sekelasnya, cukup dengan teman sekamarnya.
Sembari menunggu kedatangan ibu gurunya, Tian akan membaca beberapa buku yang ia pinjam di perpustakaan, Tian adalah tipe orang yang tidak akan meluangkan sedikitpun waktunya untuk melamun atau bengong dikelas. Dia lebih suka memberi asupan otaknya dengan ilmu-ilmu yang ia pelajari di pagi hari, baginya itulah arti sarapan yang sesungguhnya.
Tian menyimpan buku-buku yang tengah ia baca kedalam tasnya begitu melihat kedatangan ibu guru didepan kelas. Tian sempat mendengar desas desus dari teman sekelasnya bahwa guru ini sangatlah garang, dan ia tidak akan memberi ampun pada siapapun yang tidak menaati peraturan yang ia berikan. Tian bergidik ngeri saat membayangkannya.
"Pagi anak-anak." sapa bu guru itu dengan penuh senyum, namun senyum yang ia nampakkan sekarang benar-benar senyum yang penuh kepalsuan dan tentunya senyum yang sengaja ia tunjukkan untuk mencairkan suasana kelas yang tengah tegang sekarang.
"Pagi bu" jawab anak-anak serentak
"Kemarin ibu sudah kirim PR buat kalian kan? begini anak-anak, jadi setiap pelajaran saya kalian wajib mengerjakan PR yang saya berikan di H-1 agar sebelum pembelajaran dimulai kalian tidak hanya datang dengan otak kosong minimal ada bekal sambilan saat kalian mengerjakan PR nya."
"Sekarang kumpulkan PR kalian ke atas meja." Teman sekelas Tian satu persatu maju untuk mengumpulkan buku PR, namun tidak dengan Tian ia masih mencari-cari dimana letak buku PR nya. Padahal tadi malam saat mengemaskan buku dan tasnya jelas-jelas ia sudah memasukkan bukunya kedalam tasnya. Tapi kenapa pagi ini buku PR nya jadi tidak ada.
Tian tidak bodoh, ia menoleh kearah Daven dengan spontan dan benar saja bajingan itu berseringai padanya. Jadi inilah pembalasan yang dia berikan padaku, Tian benar-benar tidak habis pikir dengan pria licik itu padahal ini menyangkut nilainya bisa-bisa jika ayahnya mengetahui hal ini mungkin ia akan dihukum lagi.
"Kenapa baru 39? bukannya kelas ini siswanya 40 orang? satunya kemana?"
Tian mengangkat tangannya dan ia berdiri dari tempat duduknya. Apa yang harus ia lakukan sekarang, jika ia berkata dengan jujur apakah bu guru itu akan mempercayainya.
"PR kamu mana? kenapa malah diam kayak patung gitu?" tanya bu gurunya dengan nada yang sedikit ditinggikan. Tian sempat terkejut, baru kali ini ia di bentak oleh gurunya didepan teman sekelasnya padahal sebelumnya ia menjadi kebanggaan sekolahnya bahkan satu guru pun tidak berani untuk membentaknya. Jadi inilah perbedaan guru disekolah Top 1 dengan guru disekolah biasa.
"Maaf bu, saya sudah mengerjakan PR nya tapi.. "
"TAPI APAA??"
"Tapi bukunya hilang bu" sambungnya dengan kaki dan tangannya yang mulai gemetaran.
"Alah, pintar ya kamu bikin alasan. Sekarang kamu keluar dari kelas saya juga!! ini baru pertemuan pertama loh kamu sudah begitu. Apa kamu anggap remeh pelajaran saya hah?"
Tian tertunduk, ia merasa sedih juga merasa malu bersamaan, pasalnya baru kali ini ia dibentak didepan teman sekelasnya. Bahkan bentakan ini seratus kali lebih sakit daripada saat ia harus menerima hukuman dari ayahnya.
"KELUAR SEKARANG JUGA!!"
Tian mengangguk dan ia berjalan keluar meninggalkan kelas pada pagi hari itu sesuai dengan permintaan bu gurunya. Ia benar-benar tidak menyangka Daven akan membalasnya dengan cara yang sangat kejam seperti ini. Tian mengacak-acak rambutnya dengan kasar, tidak ada tempat yang layak untuknya sekarang kecuali di perpustakaan.
Perpustakaan adalah tempat yang paling jarang dikunjungi oleh orang-orang. Disanalah ia bisa menemukan ketenangan dan kedamaian yang sangat ia dambakan. Tian berada didalam perpustakaan cukup lama, bahkan sepertinya pelajaran bu guru tadi sudah berakhir.
Ia sebenarnya tidak ingin kembali ke kelas itu untuk pelajaran yang berikutnya, namun jika ia tidak hadir lagi maka Tian sudah alpa untuk yang kedua kalinya padahal baru beberapa hari ia bersekolah.
Saat hendak menuju keruang kelasnya, Tian tidak sengaja terhenti didepan ruang kelas C yang arti nya itu adalah ruang kelas khusus para omega didalamnya. Tian melihat ke dalam ruangan itu, betapa ia merasa irinya dengan siswa di dalamnya selain penuh canda tawa mereka juga berkumpul tanpa membedakan antara satu sama lain. Andai saja dari awal Tian tidak memalsukan identitasnya, mungkin sekarang dia akan bergabung dengan mereka dan tidak akan merasakan penderitaan yang ia alami sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Roommate's an Omega
Fanfiction"Sialan, kau seorang omega tapi selama ini sekamar dengan kita para alpha..? " Homophobic GET OUT MY WAY!!!