Hari ini Tian juga sibuk bekerja di toko kue seperti biasanya. Saat ia sedang menata kue-kuenya, tiba-tiba saja ponselnya berdering. Ia berlari kearah dimana ponselnya berada dan dengan segera menjawab panggilan tersebut, ia sedikit terkejut setelah melihat nomor tak dikenal yang tertera di layarnya. "Halo selamat siang, ini Tian," sapanya dengan nada yang terdengar formal.
Suara seorang wanita dari seberang telepon menjawab, “Selamat siang. Saya adalah kepala sekolah dari SD Harapan, sekolah Marcel. Saya ingin memberi tahu bahwa ada perkembangan terkait pendidikan Marcel yang perlu anda ketahui.”
Tian merasa ada sesuatu yang tidak biasa dalam nada bicara wanita itu. Ia mengerutkan keningnya mengapa tiba-tiba saja ada perkembangan. Apa maksud perkembangan itu batinnya tidak berhenti untuk bertanya-tanya.
"Perkembangan? Apa yang terjadi? Apakah Marcel baik-baik saja?" tanya Tian dengan nada cemas, pikirannya langsung mengarah ke sesuatu yang buruk.
Wanita itu tersenyum lembut di seberang telepon, meskipun Tian tidak bisa melihatnya. “Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Marcel baik-baik saja. Sebenarnya, kabar yang ingin saya sampaikan ini cukup menggembirakan. Mulai minggu depan, Marcel akan dipindahkan ke Astraea, yaitu sekolah dasar terbaik di kota ini.”
"Marcel telah diterima di sekolah kami. Kami akan mengirimkan surat resmi beserta rincian lebih lanjut ke alamat Anda dalam waktu dekat." sambungnya
"Maaf, Anda yakin ini tidak ada kesalahan?" tanyanya, masih mencoba memproses informasi yang baru saja dia terima.
Wanita di telepon menjawab dengan tenang, "Tidak ada kesalahan. Kami sangat senang menerima Marcel di sekolah kami. Dia memiliki potensi yang luar biasa, dan kami percaya dia akan berkembang dengan baik di sini."
Tian ternganga hampir tidak percaya apa yang dikatakan oleh wanita itu dibalik teleponnya. Astraea Academy? Sekolah itu dikenal sebagai sekolah elit yang hanya bisa dimasuki oleh anak-anak dari keluarga kaya atau mereka yang mendapatkan beasiswa penuh karena kecerdasan luar biasa. “Astraea? Tapi... bagaimana bisa? Marcel putra saya memang berbakat, tapi kami tidak pernah mendaftar atau mengajukan beasiswa ke sana,” Tian bertanya, kebingungan mulai merayapi pikirannya.
"Saya tidak bisa memberi tahu lebih banyak, untuk biaya tenang saja semuanya telah ditanggung. Marcel layak mendapatkan kesempatan ini,” jawab wanita itu dengan nada penuh keyakinan.
Setelah panggilan itu berakhir, Tian duduk diam sejenak, mencoba mencerna semua yang baru saja dia dengar. Sesuatu terasa janggal. Bagaimana mungkin Marcel bisa dipindahkan ke sekolah seperti Astraea tanpa ada peringatan sebelumnya? Meski Marcel memang pintar dan berbakat, keputusan ini datang terlalu tiba-tiba, dan Tian merasa ada sesuatu di baliknya.
Dia mencoba mengingat apakah dia pernah mendaftar atau bahkan berpikir untuk mendaftarkan Marcel ke sekolah itu. Tidak, dia yakin dia tidak pernah melakukannya. Lalu, bagaimana ini bisa terjadi? Ada sesuatu yang janggal, dan dia tidak bisa mengabaikan firasat aneh yang terus muncul.
Perasaan bercampur aduk memenuhi hati Tian. Di satu sisi, dia merasa bersyukur karena Marcel akan mendapatkan kesempatan yang luar biasa, tetapi di sisi lain, dia merasa terganggu dengan cara semuanya terjadi. Seolah-olah ada tangan yang tak terlihat yang mengendalikan kehidupan mereka tanpa persetujuannya.
"Tapi siapa?" gumamnya
Pada saat yang bersamaan, Marshall datang ke tokonya seperti biasa. Dia masuk dengan senyuman ramah dan tidak lupa untuk menyapa Tian. "Tian, how's your day?" tanyanya, tampak tidak berbeda dari biasanya.
Tian berusaha tersenyum kembali, meskipun hatinya dipenuhi pertanyaan. "baik" jawabnya singkat dengan suara yang sedikit teredam.
Marshall mengamati Tian dengan seksama, menyadari ada sesuatu yang mengganggu pikirannya. "Baik? tapi kau terlihat tidak senang hari ini" tanyanya dengan nada prihatin.
Tian menggelengkan kepala, mencoba menepis kekhawatirannya. "Hanya ada beberapa hal yang mengejutkan hari ini, itu saja."
Marshall mengangguk menanggapi si omega itu, tetapi di dalam hatinya dia tahu persis apa yang sedang terjadi. Dialah yang mengatur segalanya agar Marcel bisa diterima di Astraea. Dia menggunakan pengaruhnya tanpa memberitahu Tian, berharap bisa memberikan yang terbaik untuk anak itu tanpa memperumit situasi lebih lanjut.
Namun, melihat Tian yang tampak sedikit kebingungan membuat Marshall merasa sedikit bersalah. Tapi dia tahu bahwa ini adalah yang terbaik untuk Marcel. Anak itu berhak mendapatkan pendidikan terbaik, dan jika dia bisa memberikannya, maka dia akan melakukannya tanpa ragu.
Meskipun ada rasa bersalah, Marshall tetap berpura-pura tidak tahu. Dia menjaga percakapan tetap ringan dan santai, seolah-olah tidak ada yang berubah. "Baiklah, jika kau butuh bantuan atau hanya ingin bicara, aku ada di sini," katanya sambil tersenyum hangat.
Tian mengangguk, merasa sedikit lebih tenang, tapi tidak bisa sepenuhnya mengabaikan perasaannya. Dia harus mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi dan siapa yang berada di balik kepindahan Marcel ke sekolah baru ini.
Marshall merasa saatnya untuk melangkah lebih jauh. Dia menatap Tian dengan senyum yang sedikit lebih hangat, matanya memancarkan niat yang lebih dari sekadar obrolan ringan.
"Tian," katanya sambil mencondongkan tubuhnya sedikit lebih dekat kearah Tian,
"aku baru saja memikirkan sesuatu. Bagaimana kalau kau memberikanku nomor teleponmu? tentu saja untuk urusan kue, akan lebih mudah saat aku memesan kuenya terlebih dahulu sebelum datang kesini, dan mungkin aku juga bisa membantu bisnismu "
Meskipun Marshall selalu ramah dan perhatian, dia tidak pernah mengira dia akan meminta nomor teleponnya.
"Oh, tentu saja jika itu akan memberikanku keuntungan" jawab Tian tanpa keraguan, ia mengambil secarik kertas untuk menulis nomor teleponnya.
Demi bosnya Tian akan melakukan apapun selama tidak merugikannya, ia juga cukup percaya sama Marshall. Selama ini pria itu juga sering memborong banyak kuenya dengan alasan untuk dibagikan ke karyawannya.
Marshall memperhatikan Tian yang menuliskan nomor itu dengan tangan yang begitu mungil.
"Dia masih tampan meskipun berat badannya turun begitu banyak" Batinnya tidak sengaja berucap."Terima kasih" katanya dengan nada suara yang lebih lembut. Dia mengambil kertas itu dengan senyum kemenangan, meskipun dia berusaha keras untuk tidak menunjukkannya terlalu jelas.
Setelah beberapa saat, Marshall tahu bahwa saatnya untuk pamit."Baiklah, aku harus kembali bekerja sekarang. Terima kasih untuk semuanya. Aku akan meneleponmu nanti," katanya dengan senyum hangat, sebelum berbalik dan berjalan keluar dari toko.
Tian mengamati dengan cermat punggung Marshall yang mulai menjauh saat dia meninggalkan tokonya, perasaan campur aduk bergolak di dalam dirinya. Ada sesuatu yang terasa begitu familiar, tapi sekaligus asing tentang situasi ini. Marshall, dengan caranya yang tenang dan percaya diri, berhasil membuat Tian merasa diperhatikan dengan cara yang belum pernah dia rasakan sebelumnya. Meskipun masih ada banyak pertanyaan dan keraguan di dalam hatinya, dia tidak bisa menolak adanya ketertarikan yang perlahan tumbuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Roommate's an Omega
Fanfiction"Sialan, kau seorang omega tapi selama ini sekamar dengan kita para alpha..? " Homophobic GET OUT MY WAY!!!