Bagian 38 [END]

12K 603 30
                                    

Tian melangkah maju dengan langkah yang berat, hatinya berdebar-debar saat mendekati Marshall dan Marcel. Marcel sontak berdiri tegak di depan Marshall, tampak seperti penjaga kecil yang bertekad melindungi sosok yang sangat berarti baginya. Wajahnya tampak penuh intimidasi pada ayahnya sendiri.

Orang-orang di sekitar mulai memperhatikan, beberapa berhenti sejenak dari aktivitas mereka, terpesona oleh drama emosional yang berlangsung di depan mereka. Beberapa bahkan memiringkan kepala, penasaran dengan peristiwa yang sedang terjadi, sementara yang lain mengeluarkan ponsel mereka untuk merekam momen yang langka ini.

Marshall, yang mendengar langkah Tian mendekat, mengangkat kepalanya dengan penuh harapan. Dia merasakan kegembiraan dan rasa takut yang memburu di dadanya saat melihat Tian mendekatinya. Perasaannya bercampur aduk antara harapan dan kecemasan yang mendalam.

Tian akhirnya berdiri di depan mereka, memandang Marcel dengan lembut, lalu mengalihkan pandangannya ke Marshall. Air mata yang sebelumnya mengalir deras kini telah mengering, digantikan oleh ekspresi serius yang penuh dengan tekad.

"Marcel," Tian memanggil putranya dengan nada lembut, "tolong mundur sebentar. Ayah ingin berbicara dengan Paman Marshall"

Marcel menatap Tian dengan tatapan bingung, tapi dia akhirnya mengalah, ia bergerak mundur dengan enggan dan membiarkan Tian berdiri di hadapan Marshall. Dia tetap dekat, matanya tidak pernah meninggalkan sosok ayahnya dan Marshall.

Sebelum itu Tian tiba-tiba menoleh kearah putranya yang masih terdiam dengan raut wajah datarnya. Lalu ia berkata “Marcel, jika ada orang jahat yang menyakiti orang lain, apakah kamu akan memaafkannya?” Tanya Tian padanya

Marcel menatap Tian dengan mata yang serius, lalu menggelengkan kepala dengan tegas. “Tidak Ayah. Orang jahat itu harus dihukum.”

Tian mengangguk, mencoba untuk menyusun kata-kata dengan hati-hati. “Bagaimana jika orang jahat itu memberimu permen? Apakah kamu akan memaafkannya jika dia memberimu permen?” Tian tahu bahwa permen adalah kelemahan putranya, Marcel sangat menyukai permen lebih dari siapapun.

Marcel lalu terdiam sejenak, memikirkan pertanyaan itu dengan serius. Kemudian, dia mengangguk perlahan, walaupun masih terlihat bingung. "Jika dia memberi permen, Marcel akan memaafkannya.” ujar anak laki-lakinya dengan raut wajah serius tanpa tahu alasan mengapa ayahnya bertanya padanya seperti itu.

Tian tersenyum lembut, merasa sedikit lega mendengar jawaban dari putranya. “Ah jadi, permen bisa membuatmu memaafkan orang yang sebelumnya kamu anggap jahat, ya?” gumamnya pelan namun Marshall, Alisya dan Marcel masih bisa mendengarkannya.

Marcel mengangguk, wajahnya sedikit cerah. “Iya Ayah. Tapi hanya jika orang itu benar-benar berjanji untuk tidak jahat lagi.”

Tian menatap Marcel dengan rasa bangga, merasa terinspirasi oleh kemurnian dan ketulusan hati putranya. Mungkin dengan ini Tian bisa memberi Marshall kesempatan kedua.

Marshall yang mendengar percakapan itu, merasakan hatinya semakin tersentuh. Dia berusaha berdiri dengan susah payah, mendekat dengan perlahan, dan memandang Tian dan Marcel dengan penuh pengertian.

Dengan keputusan untuk memberi kesempatan kepada Marshall, Tian mengulurkan tangannya, perlahan meraih tangan Marshall. “Aku akan memberimu kesempatan, Marshall. Untuk Marcel dan juga untuk diriku sendiri."

Kerumunan di sekitar mereka, yang awalnya hanya penasaran, kini mulai merasa terharu melihat interaksi yang penuh emosi ini. Mereka menyaksikan bagaimana sebuah keluarga yang hancur perlahan-lahan mencoba memperbaiki hubungan mereka.

Alisya, yang berdiri di samping mereka, merasa bangga melihat Tian akhirnya mulai membuka hati. Dia merasakan kelegaan, dan melirik sekilas ke arah Marshall yang tampak penuh tekad untuk memperbaiki segala sesuatu yang telah salah.

My Roommate's an OmegaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang