Bagian 22 [End?]

10.8K 721 13
                                    

"Etthan!!" pekik Marshall begitu ia kembali ke asramanya.

Etthan dan Daven yang tengah duduk diranjang mereka masing-masing sontak menoleh secara bersamaan kearah Marshall yang mendobrak paksa pintu dengan penampilan yang agak berbeda dari biasanya. Raut wajahnya datar dan sorot matanya menajam seolah-olah hendak menerkam siapapun yang sedang berhadapan dengannya sekarang.

Nyali Daven dan Etthan menciut saat Marshall menghampiri mereka berdua. Keduanya terdiam tidak berani untuk mengucapkan sepatah katapun pada pria yang tengah ditelan oleh emosi itu.

Sepasang mata Daven tidak sengaja bertemu dengan sepasang mata Marshall yang tengah berdiri tepat didepannya, hanya dengan menatap matanya saja Daven dapat merasakan beribu tekanan yang menghantamnya.

Marshall mencengkram kerah baju Daven dan menariknya bangun agar berdiri sejajar dengannya. Etthan tidak tinggal diam, ia mencoba melepaskan dengan paksa cengkraman Marshall, sialnya Marshall sangat kuat sekali, alhasil Etthan tidak bisa melakukan apapun.

"Ini semua salahmu sialan, alpha bajingan.. " teriak Marshall tepat didepan wajah Daven yang sedang tertunduk lesu.

"Sialan..Aku juga menyesal telah melakukan hal bodoh itu"

"Sekarang aku juga sedang menunggunya pulang dan ingin meminta maaf padanya" Daven tampak begitu pasrah saat dicengkram dengan keras oleh Marshall. Daven ingin melawan balik, namun ia merasa hal itu juga tidak ada gunanya. Dilihat darimana pun Marshall jauh lebih kuat dan tinggi darinya. Tenaganya sungguh tidak main-main, Daven bahkan bisa melihat kerah baju mahalnya yang melonggar setelah ditarik oleh Marshall yang hanya menggunakan salah satu tangannya saja.

"Benar, lepaskan si bodoh itu. Dia sudah menyesal dan merenungkan perbuatannya. Aku janji aku bisa menjamin hal itu." Etthan mencoba yang terbaik untuk menyelamatkan temannya yang hampir saja dimangsa oleh serigala yang sedang kebakaran emosi.

Mereka berdua sangat beruntung karena Marshall mampu mengontrol feromonnya dengan baik meski saat dirinya sedang marah sekalipun, jika tidak mungkin keduanya sudah jatuh begitu Marshall melepaskan feromonnya dengan sengaja untuk menekan keduanya.

Marshall tidak rela untuk melepaskannya, namun Etthan terus-terusan memberi jaminan padanya bahwa Daven sudah merenungi kesalahannya. Berakhir Marshall perlahan melepaskan cengkramannya.

Jujur ia tidak tahu alasan mengapa ia malah melampiaskan amarahnya pada Daven, apa sebenarnya yang sedang ia lakukan sekarang gumamnya. Bukankah ia seharusnya merasa senang saat Tian lost contact dengannya dan akhirnya ia tidak perlu bertanggung jawab untuk bayi dan omega itu, tapi anehnya ia malah merasakan hal yang sebaliknya. Ia merasakan kesakitan di dadanya juga sangat marah dengan apa yang dilakukan Tian padanya. Tian pergi tanpa mengucapkan sepatah katapun dan bahkan ia langsung mengganti nomor hpnya agar Marshall tidak bisa menghubunginya.

Apa Tian sebenci itu padanya gumamnya. Apa Tian juga melakukan semua ini karena dirinyalah yang menyebabkan Tian harus mengandung anaknya, atau ia marah karena dirinya yang sudah memaksa Tian untuk menggugurkan kandungannya. Beribu pertanyaan yang muncul dibenaknya, namun tidak ada satupun pertanyaan yang bisa ia bungkam.

"Marsh, sebenarnya apa yang terjadi?" Etthan menghampiri dan menepuk pelan bahunya berusaha untuk menenangkan Marshall yang masih ngos-ngosan karena menahan emosi yang masih tersulut.

Marshall menarik nafasnya pelan lalu menghembuskannya dengan cepat. Dia berkata bahwa Tian tiba-tiba saja meninggalkan rumah sakit tanpa memberitahunya dan bahkan ia juga mengganti dan menonaktifkan kartunya.

Marshall sudah menghubunginya berkali-kali tapi jawaban yang selalu ia dengar adalah dari operator kartu yang mengatakan nomor yang sedang ia hubungi sudah tidak aktif lagi. Padahal sebelumnya Tian baik-baik saja, tapi tidak tahu mengapa ia tiba-tiba pergi begitu saja.

Etthan menggelengkan kepalanya setelah mendengar pernyataan langsung dari Marshall, ia tidak habis pikir hanya karena hal kecil begini saja Marshall baru saja hampir menghancurkan dunia jika mereka tidak berhasil untuk menenangkannya tadi.

"Aku tau alamat rumahnya" timpal Daven tiba-tiba

Hanya itulah satu-satunya cara agar Marshall dapat bertemu dengannya. Ia ingin minta maaf padanya dan akan membiarkan Tian memilih sendiri keputusan apa yang akan ia pilih untuk bayi yang ada didalam kandungannya. Marshall tidak akan memaksa dirinya lagi.

Setelah mendapatkan alamatnya, Marshall bergegas sendirian menuju ke lokasi tempat tinggal Tian sesuai dengan alamat yang diberikan oleh Daven. Marshall sempat bertemu dengan satpam penjaga rumah Tian, namun anehnya ia terus-terusan mengatakan bahwa Tian sudah tidak tinggal dirumah ini dan dirinya kemungkinan sudah pergi ketempat yang jauh. Marshall menolak menerima jawaban itu, ia mencengkram kerah satpam itu dan memaksanya untuk berkata dengan jujur kemana Tian pergi. Satpam itu terus bersumpah bahwa ia tidak bohong. Lagi-lagi ia mengatakan bahwa Tian sudah tidak tinggal disini lagi.

Marshall mengepalkan erat tangannya, ia salah mengira bahwa Tian telah meninggalkannya karena membencinya. Sejak hari itu, Marshall tidak pernah sekalipun melihat batang hidungnya Tian muncul di sekolah atau dimanapun itu.

Hingga hari perpisahan sekolah mereka tiba, Tian juga tidak kunjung datang untuk menghadiri pestanya, padahal ini adalah kegiatan terakhir yang diadakan oleh sekolah mereka sebelum berpisah.

Marshall sudah menunggu Tian untuk bertemu yang terakhir kali dengannya sebelum ia berangkat kuliah ke London. Tapi Tian tidak datang bahkan sampai acara pestanya berakhir
"sepertinya dia benar-benar membenciku." Marshall membuang ketempat sampah seikat bunga mawar merah yang sudah ia persiapkan sebelumnya jika kelak Tian mendadak datang padanya. Namun apa yang ia harapkan tidak terjadi, sampai akhirpun sosok yang ingin ia temui tidak pernah muncul dihadapannya.

Upload new chapter 2 hari sekali yaa di setiap jam 11 atau 12 malam🫢

spoiler : siap-siap abis ni time skip🫣

btw Jangan lupa vote yaa guysss❤️‍🔥

My Roommate's an OmegaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang