Bagian 24

7.5K 466 9
                                    

Sosok itu tampak sedang berbicara santai dengan anak laki-laki yang ia panggil Marcel tadi, wajahnya cerah di bawah lampu yang bersinar terang menerangi ruangan itu. Namun ada sesuatu yang membuat Marshall merasa tidak nyaman, sebuah ingatan samar yang berputar-putar di benaknya.

Tian yang tadinya fokus berbicara dengan Marcel mendadak menyadari tatapan Marshall padanya. Dia menoleh, dan senyumannya sedikit pudar.

"Bukan kah itu Tian?" Nama itu muncul begitu saja di pikiran Marshall, seolah-olah tertarik dari masa lalu yang tak sepenuhnya ia ingat. Ada keraguan di wajahnya, namun juga rasa penasaran yang tak bisa ia abaikan.

Mereka berdua saling menatap, seolah-olah mencari jawaban dalam ingatan yang terpecah-pecah. Di antara kerumunan orang yang lalu-lalang, aroma manis dari toko kue, dan hembusan angin malam yang masuk dari pintu dan jendela yang masih terbuka lebar, sesuatu yang lebih dalam mulai terkuak, membawa mereka lebih dekat pada kebenaran yang mungkin sudah lama terkubur.

Marshall berdiri diam sejenak, membiarkan ingatan samar tentang Tian menguasai pikirannya. Ada sesuatu tentang pria itu yang membuatnya tidak bisa berpaling. Akhirnya, tak tahan lagi dengan keraguan yang membayangi benaknya, Marshall bangkit dari tempat duduknya di sudut toko kue itu. Langkah-langkahnya tegas, seolah-olah dorongan hati yang kuat membawanya untuk mengejar pria yang baru saja meninggalkan ruangan itu bersama dengan anak laki-laki tadi.

Namun, sebelum Marshall bisa melangkah lebih jauh, suara pelayan toko memanggilnya dari balik konter. "Kue Anda sudah siap, Tuan!" seru si pelayan dengan ramah, mengangkat kotak kue dengan hati-hati. Aroma manis yang menguar dari kotak itu seakan menarik Marshall kembali ke realitas.

Marshall terhenti, ragu sejenak. Keinginannya untuk mengejar pria bernama Tian begitu kuat, tapi kue yang dipesannya adalah alasan dia datang ke sini dari awal. Dengan hati yang sedikit gundah, Marshall melangkah kembali ke konter, mengambil kotak kue dengan senyuman yang dipaksakan. "Terima kasih," ucapnya singkat.

Marshall, dengan kotak kue di tangan, melangkah keluar dari toko, matanya berkeliling mencari Tian di antara kerumunan didalam toko itu. Namun, Tian sudah tak terlihat. Rasa kecewa membayang di wajahnya, tapi Marshall mencoba mengabaikannya, mengingatkan dirinya bahwa mungkin itu hanya perasaan sesaat, sekelebat ingatan yang tak penting.

Tetapi dalam hati kecilnya, Marshall tahu bahwa ini bukan pertemuan yang bisa diabaikan begitu saja. Ada sesuatu tentang Tian yang mengusik pikirannya, sebuah teka-teki yang menunggu untuk dipecahkan. Dan tanpa disadari, Marshall sudah bertekad untuk menemukan jawaban dari ingatan samar yang mulai mengikat dirinya dengan masa lalu yang mungkin telah lama terkubur.

Shion pulang dari toko kue dengan perasaan yang bercampur aduk. Ada kegembiraan dalam dirinya karena berhasil mendapatkan kue untuk merayakan ulang tahunnya, tetapi di sisi lain, ada sesuatu yang mengganggu pikirannya. Saat masuk ke dalam apartemen, ia langsung merasakan ada yang tidak beres. Marshall duduk di sofa dengan kepala tertunduk, matanya menerawang jauh, seolah-olah ada sesuatu yang membebani pikirannya.

Shion mendekat dengan hati-hati, mencoba mencari tahu apa yang membuat kekasihnya begitu murung. “Marshall, apa yang terjadi?” tanyanya lembut, sambil meletakkan kotak kue di meja. Dia mencoba menangkap tatapan Marshall, tapi pria itu tampak tenggelam dalam pikirannya sendiri, hanya memberikan senyuman kecil yang tidak sepenuhnya tulus.

“Aku baik-baik saja,” jawab Marshall akhirnya, namun suaranya terdengar datar, tanpa semangat. Shion tahu Marshall lebih baik dari siapa pun. Dia bisa merasakan bahwa ada sesuatu yang salah, sesuatu yang tidak diungkapkan oleh Marshall.

Shion berpikir keras, mencoba memahami apa yang sedang terjadi. Pikiran itu kemudian melintas di benaknya yaitu kejadian di toko kue tadi. Marshall sempat terpaku melihat seorang anak kecil berlari menuju padanya, dan sejak saat itu, suasana hati Marshall berubah. Apakah karena itu? Pikir Shion. Dia tahu betapa Marshall selalu bersikap baik dan lembut pada anak-anak, mungkin ada sesuatu yang dirasakannya yang membuatnya murung sekarang. Dan hari ini, ulang tahunnya, mungkin memicu perasaan yang lebih dalam yang selama ini disimpan rapat-rapat.

Sebagai seorang omega, Shion merasa tanggung jawab untuk membuat Marshall bahagia, terutama di hari spesial seperti ini. Dalam pikirannya, muncul ide untuk memberikan sesuatu yang istimewa kepada Marshall.

Shion menghela napas, merasa gugup tapi juga bertekad. Ia menatap Marshall dengan mata yang penuh kasih sayang dan harapan. "Marshall... Aku ingin memberikanmu sesuatu yang spesial dihari ulang tahunku," ucapnya, suaranya bergetar sedikit. Shion tahu apa yang akan dia tawarkan mungkin lebih dari sekadar hal biasa. Dia siap untuk menyerahkan tubuhnya kepada Marshall, berpikir bahwa itu mungkin akan membuat Marshall merasa lebih baik, terutama jika Marshall benar-benar menginginkan keluarga, anak-anak, seperti yang Shion curigai dari kejadian di toko kue tadi.

Namun, di balik niat tulusnya, Shion tidak bisa menyingkirkan rasa cemas yang merayap di hatinya. Dia tidak tahu apakah ini yang Marshall inginkan, atau apakah ini yang sebenarnya dibutuhkan oleh kekasihnya.

Shion berjalan dan duduk di pangkuan Marshall, Shion melepaskan satu persatu kancing kemejanya Marshall tanpa izin darinya. Marshall mendongak ketika mendengar suara Shion yang bergetar, dan melihat ketulusan yang terpancar dari matanya. Rasa hangat menjalar di dadanya, tetapi juga disertai dengan rasa bersalah yang mendalam.

"Shion...," ucap Marshall pelan, matanya melembut saat menatap kekasihnya.

"Kamu tidak perlu melakukan ini."

Shion menelan ludah, mencoba untuk memahami maksud dari kata-kata Marshall. "Aku tahu mungkin aku tidak sempurna, tapi aku ingin mencoba... Aku ingin memberikan apa yang mungkin kamu inginkan. Aku melihat bagaimana kamu memperhatikan anak kecil di toko kue tadi, dan aku pikir... mungkin kamu menginginkan hal yang sama."

Marshall terdiam sejenak,  dia menarik napas panjang, mencoba mencari kata-kata yang tepat untuk menjelaskan apa yang sebenarnya dia rasakan. "Shion, mendengar kamu berkata seperti itu... Aku sangat terharu. Tapi aku tidak ingin kamu merasa harus melakukan sesuatu yang tidak kamu inginkan, hanya untuk menyenangkanku."

Shion mengerutkan kening, kebingungan semakin membayangi wajahnya. "Tapi aku pikir... bukankah kamu ingin memiliki anak? Aku lihat caramu memandang anak itu di toko kue tadi, dan aku pikir... mungkin itu yang membuatmu sedih."

Marshall menggeleng perlahan, menunduk sebentar sebelum menatap Shion dengan penuh kejujuran. "Shion, aku bukan ingin anak-anak. Aku senang melihat mereka, tapi itu bukan sesuatu yang aku inginkan untuk diriku sendiri. Aku hanya... aku melihat anak itu bersama ayahnya dan itu mengingatkanku pada kenangan lama ku bersama ayah." bohong Marshall untuk menenangkan kekasihnya.

Mata Shion mulai berkaca-kaca, merasa lega tetapi juga sedikit malu karena salah paham. "Jadi, kamu tidak ingin anak?"

Marshall menarik Shion ke dalam pelukannya, menenangkan kekasihnya dengan kehangatan yang hanya bisa diberikan oleh seseorang yang benar-benar peduli.

"Eung aku tidak ingin".

"Ah iya, harusnya aku yang memberikanmu sesuatu dihari ulang tahunmu bukan kamu yang memberikanku sesuatu" sambungnya.

Marshall merogoh sesuatu didalam tasnya, lalu ia mengeluarkan sebuah kotak kecil yang berisi jam tangan bermerek untuk omeganya itu. Jam tangan itu dipilih oleh sekretarisnya sendiri tanpa sepengetahuan dari Shion. Marshall terlalu sibuk, bahkan ia tidak punya waktu beranjak dari tempat duduknya untuk membelikan Shion hadiah.

Shion sangat menyukai hadiah yang diberikan oleh Marshall. Di dalam pelukan Marshall, Ia sadar bahwa cinta mereka tidak bergantung pada harapan yang salah atau kesalahpahaman, tetapi pada kejujuran dan penerimaan satu sama lain. Hari itu, Shion belajar bahwa Marshall mencintainya bukan karena apa yang bisa ia berikan, tetapi karena siapa dirinya yang sebenarnya. Dan itu adalah perasaan yang lebih manis dari kue apa pun yang bisa dibeli dari toko kue mana pun.

Mau upload banyak-banyak hari ini, kebetulan lagi free😝

My Roommate's an OmegaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang