Bagian 12

7.4K 565 2
                                    

Sesampainya mereka dirumah, ayahnya menuntun  Tian ke suatu tempat yang sudah Tian kenali sebelumnya, tempat itu merupakan tempat dimana ia akan dikurung dan di hukum olehnya ayahnya.

Tian hari itu mendapat 20 pukulan di betisnya dan ia dikurung selama dua hari satu malam di dalamnya tanpa makan dan minum sedikitpun. Mungkin karena sudah terbiasa, Tian bisa melewatinya dan bertahan di dalamnya tanpa berharap seseorang akan datang dan mengeluarkannya.

Saat di kurung di dalam ruangan kecil itu, Tian tanpa sadar satu-satunya hal yang dapat ia bayangkan sekarang adalah sesosok Marshall yang ikut duduk disampingnya di ruangan yang gelap, dingin dan sepi itu. Sosok pria itu beberapa hari ini memang benar-benar sering muncul di dalam pikiran Tian. Apakah ini artinya bahwa Tian telah jatuh cinta dengannya, Tian menggelengkan kepalanya dan seketika segala fantasinya tentang Marshall membuyar.

Malam masa penghukumannya telah berakhir.
Tian berharap libur tiga minggu ini juga segera berakhir, ia ingin pergi ke sekolah dan ia ingin bertemu dengan Marshall. Entah mengapa baru kali ini pertama kalinya untuk Tian merasa sesemangat ini untuk pergi ke sekolah. Padahal dari Sd hingga Smp sekolah adalah sesuatu yang benar-benar memuakkan baginya. Semangatnya bukan perkara ia ingin mengalahkan Marshall di tempat pertama di kelasnya, namun ini perkara perasaannya. Sepertinya Tian benar-benar jatuh cinta dengan Alpha itu.

Selama 3 minggu libur, Tian tidak pernah berhenti belajar walau sedetikpun, meskipun Marshall sekarang menjadi semangatnya namun ia tidak boleh melupakan perintah mutlak ayahnya yaitu belajar dan kalahkan para alpha itu.

Belajarnya Tian selama libur tiga minggu sama sekali tidak sia-sia, begitu naik ke kelas 11 Tian mendapat peringkat ke-5 setelah pengumuman hasil ujian semesternya keluar, meskipun belum tiga besar setidaknya ia berhasil masuk ke lima besar yang sebelumnya ia bahkan tidak berhasil untuk masuk kedaftar peringkat sepuluh besar dikelasnya.

Sedikit kecewa, tapi setidaknya ia meningkat dan ayahnya tidak akan menghukumnya karena ia berhasil menaikkan peringkatnya.

Lagi-lagi yang menjadi peringkat pertama dikelas maupun diangkatannya dari kelas khusus omega, beta dan alpha tetaplah Marshall, pria itu benar-benar tidak ada kurangnya. Selain tampan dan memiliki tubuh yang ideal, dia juga memiliki otak yang mengerikan, untuk nilai ujiannya bahkan semua mata pelajaran ia mendapatkan nilai sempurna yaitu A. Untuk Tian yang seorang omega, bisakah dia mengalahkan mereka para alpha yang memang terlahir jenius meskipun tidak perlu terlalu berusaha. Buktinya hampir tidak pernah untuk Tian melihat Daven dan Marshall belajar di asrama tapi tidak tau jika mereka berada diluar, mereka masih tidak pernah keluar dari peringkat 5 besar dikelasnya.

Sekarang mereka sudah memasuki kelas 12, mulai masanya mereka harus memikirkan tentang perguruan tinggi mana yang akan mereka tempuh di pendidikan selanjutnya. Tian tidak bisa memilih seperti teman-temannya, ia hanya akan mengikuti alur cerita hidupnya yang ayahnya buat, apa yang ayahnya pilih disaat itu juga ia harus memenuhi dan muaskan keinginannya. Terkadang terdengar serakah menurut Tian, tapi mungkin juga demi kebaikan untuk keluarganya.

Akhir pekan, seperti biasanya Tian akan pulang dan menikmati waktu luangnya dirumah. Biasanya ia akan sendirian namun hari ini ibunya pulang dari luar negeri dan makan siang berdua dengannya dirumah. Tian sangat merindukan masakan ibunya, meskipun masakan rumahan yang sederhana dan menggunakan bahan-bahan seadanya, tapi masakan ibunya tak kalah enak dengan masakan direstoran bintang lima diluar sana.

Ibunya meletakkan sendok makannya dan menyudahi makan siangnya, ibunya meneguk air minum yang ada didalam gelasnya sebelum benar-benar mengakhiri makannya.

"Tian" panggil ibunya lirih dan suara lembutnya melantun dengan sopan kedalam telinganya. Sudah lama Tian tidak mendengar suara ibunya, ia tersenyum lebar menanggapi ibunya, berkat suaranya yang lembut berhasil membuat dirinya berada dalam kondisi suasana hati yang baik.

Tangan ibunya menggenggam erat tangan Tian, sedangkan mulutnya tampak ragu-ragu seperti hendak mengatakan sesuatu. Tingkah ibunya aneh seketika senyuman Tian memudar, sepertinya ia merasakan firasat yang tidak enak begitu ibunya mengubah sorot matanya yang semula senang menjadi begitu kosong.

Tian memberanikan diri untuk bertanya ada apa pada ibunya, tatkala saat itu juga ibunya mengatakan bahwa ia akan segera bercerai dengan ayahnya.
"Ayah dan ibu akan bercerai besok Tian." Ibunya juga memberi alasan bahwa mereka bercerai karena ibunya yang harus sibuk bekerja sebagai dosen di luar negeri dan agak menyusahkan jika harus pulang pergi setiap saat hanya untuk mengunjungi Tian dan ayahnya, dengan jarak sejauh ini tentunya ibunya akan kesulitan.

Tian mengangguk mengisyaratkan ia mengerti, meskipun ia tahu apa yang sedang ibunya katakan sekarang ada bohong. Alasan ibunya dan ayahnya menjauh bukan karena pekerjaan ibunya. Mereka tidak cocok itulah yang Tian lihat dari hubungan mereka berdua beberapa tahun ini.

"Tian, besok ibu akan berusaha sepenuhnya untuk mendapatkan hak asuh. Karena ayahmu tidak akan menyerah, maka ibu juga tidak akan menyerah" ujar ibunya yang masih menggenggam erat tangan Tian dan ia juga menatap dalam kearah matanya.

"Berarti ayah juga menginginkanku?" Secara logika, jika ayahnya tidak menginginkannya siapa lagi yang akan menjadi penerus perusahaannya.

Tian tersenyum palsu dihadapannya, pikirannya sekarang tidak karuan. Apakah mereka sudah lama merencanakan penceraian ini tanpa memberitahukan dirinya. Huf, entahlah bertubi-tubi rasanya tekanan yang datang pada dirinya ditahun ini.

Gugatan hak asuh kemungkinan juga memiliki proses yang sedikit panjang, jika mereka tidak menemui titik kesepakatan. Dalam beberapa hari itu Tian merasa cemas, sepertinya ayahnya benar-benar tidak akan melepaskannya. Dan juga dilihat dari manapun ayahnya yang akan menang dalam memperebutkan hak asuh.

Dua minggu telah berlalu, dan berdasarkan persidangan cerai yang dilakukan, gugatan hak asuh benar saja di menangkan oleh ayahnya.

Ibunya menemui Tian sebelum ia berangkat kembali ke Belanda. Ibunya juga meminta maaf padanya karena telah gagal untuk memenangkan Tian karena sesungguhnya ayahnya bukanlah lawannya. Ayahnya yang merupakan seorang CEO perusahaan top di negaranya secara turun temurun sedangkan ibunya hanya dosen biasa di universitas Belanda. Tentu saja mereka akan memihak keayahnya.

"Tian, penceraian ini tidak akan memutuskan hubungan kita sebagai ibu dan anak, tidak ada yang akan berbeda sekarang. Nanti ibu akan datang menemuimu seperti biasa jika ibu ada pulang kesini."

"Eung" jawab Tian dengan wajah tertunduk lesunya, ia bahkan tidak tahu hendak berkata apa pada ibunya.

"Ibu berangkat Tian" Tian mendapatkan kecupan telak dikeningnya sebelum ibunya beranjak pergi, alangkah menyenangkan baginya jika ibunya terus-terusan ada disisinya pikir Tian. Setidaknya ada orang dewasa yang benar-benar memperhatikan dan sayang padanya.

My Roommate's an OmegaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang